Apalagi dengan anak. Mereka makhluk kecil yang ganteng dan cantik. Mereka memiliki kekhasan masing-masing dan kecerdasan berbeda dari satu mata pelajaran dengan lainnya sesuai minat bakat bawaan sejak lahir dan binaan orang tuanya ketika usia sekolah.
Ada anak dengan gaya belajar visualnya. Ia lebih mudah untuk mengerti pelajaran dengan penglihatan, seperti menggunakan gambar, ilustrasi, diagram, video, dan sebagainya.
Anak dengan gaya belajar auditori. Ia mudah menangkap informasi melalui suara. Anak dengan gaya belajar auditori lebih cepat mengingat pelajaran dari guru yang sedang berbicara. Ia tak butuh mencatat. Anak ini semakin guru piawai  presentasi, ia akan semakin antusias mendengarkan.
Ingat satu teman waktu kuliah. Setiap dosen star menjelaskan bahan kuliah, ia pun star tidur. Tapi ketika dosen uji, ia bisa jawab semua pertanyaan dosen. Aneh.
Adapun anak dengan gaya belajar membaca dan menulis gampang memahami materi pelajaran dalam bentuk tulisan dan ditandai dengan kegemarannya untuk mencatat di buku cetak ataupun catatan. Buku cetak pun jadi sasaran coretan. Bahkan buku itu akan diberi garis merah, distabilo, dan diberi kotak untuk poin yang ia rasa penting. Sifat ini lebih melekat pada anak cewek. Cowok lebih suka visual dan audio.
Ini anak paling unik. Gaya ini melekat pada anak-anak nyeleneh tapi berotak brilian. Mereka juga rada suka iseng atau jahil. Anak dengan gaya belajar kinestetik: Ia cepat menyerap informasi saat dilakukan atau dipadukan dengan hal-hal praktis sambil goyang kaki bahkan menyanyi-nyanyi kecil. Anak ini ketika dites IQ nya di atas rata-rata. Karena itu kadang mereka terkesan hiperaktif.Â
Gaya belajar kinestetik lebih senang belajar dengan langsung mempraktikkan materi pelajarannya. Sebaiknya anak ini diarahkan ke SMK. Otomotif, Mesin, dan Olah raga.
Menurut Armstrong, kecerdasan kinestetik adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan seluruh tubuh atau fisiknya untuk mengekspresikan ide dan perasaan, serta keterampilan menggunakan tangan untuk mengubah atau menciptakan sesuatu. Terima dia ketika berada di kelas tak sesuai ekspektasi kita.
Selain itu guru atau karyawan hebat juga sebainya harus tahu latar belakang atau background atasan, rekan kerja, apalagi siswanya. Selidiki latar belakang mereka agar tahu kiat menghadapi mereka baik saat berbicara maupun bertindak. Lakukan secara diam-diam. Berikan respon sesuai hasil temuan kita agar mereka menyukai kita.
Tak jarang lo, ternyata anak-anak kita lihat bermasalah itu karena memang anak dari keluarga bermasalah. Kadang ia anak yatim tanpa ayah atau tanpa ibu. Kadang ia anak korban brokenhome, kadang ia anak yang harus ikut bekerja membantu neneknya mencari uang. Karena di sekolah hebat itu biasanya anak tumbuh di lingkungan hebat pula. Hebat dalam kaca mata hidup prihatin.
Sumber