Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Cara Menulis Mudah

20 Juni 2022   23:17 Diperbarui: 20 Juni 2022   23:45 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jujur

Itulah kata kunci menulis. Kadang kita tidak mau jujur dengan ide yang ada di kepala kita. Setelah ada tulisan orang lain di media barulah kita kaget. Aku juga pernah mengalami ini. Mengapa aku tidak menjadikannya tulisan waktu itu ya? Begitulah isi pikiran kita setelah membaca tulisan mereka. Maka berlalulah pengalaman itu tanpa bekas.

Pernah seorang teman berujar. Si Andi suka jujur. Menceritakan pengalamannya sendiri. Nah, dengar ungkapan itu memang kita menjadi malu untuk jujur. Padahal inilah masa emas kita untuk menulis. Bukankah menulis itu untuk sarana berbagi pengalaman?

Takut

Ini juga momok menakutkan bagi kita penulis debutan. Takut ditertawakan senior. Takut tak divote. Takut ditolak. Takut memalukan keluarga. Pokoknya takut ini beragam bentuk dan wujudnya. Sehingga membuat jari kaku. Otak buntu mau menulis apa.

Tidak salah guru kita menyuruh kita membaca agar kita tahu apa yang ditulis orang lain. Ternyata hanya soal remeh temeh tapi nyatanya bisa menghibur. Nyatanya bisa menjadi penyemangat hidup bagi orang lain. Mungkin pikiran kita yang terlalu mewah dan wah hingga selalu ingin tampil elegan dan ekslusif meski dalam bermain kata-kata.

Malu

Ini sifat yang kita miliki sejak pubertas pertama. Malu bicara. Malu bersuara. Malu bernyanyi. Malu tampil ke depan. Ketika kita membaca tulisan Laskar Pelangi 1 ternyata Andrea Hirata mampu mendongkrak pasar tulis menulis. Ia tak malu menceritakan penampilan mereka yang kucel saat duduk di sekolah dasar.

Lagi-lagi remeh tapi ternyata direspon luar biasa. Penulis yakin kita semua punya pengalaman itu. Tapi kita ragu menulisnya. Tak salah jika para pakar menyusun kurikulum bahasa indonesianya dulu ada menulis pengalaman paling berkesan di buku diary.

Tapi sayang kurang populer karena guru hari itu belum berkenalan dengan kompasiana. Ternyata di sini ada diary-nya. Pun di Majalah Kartini juga dulu ada rubrik ini. Tapi lagi majalahnya mahal dan guru tentu agak keberatan buat membeli. Lagi pula zaman itu belum ada android yang ada baru mesin ketik. Jika mau menulis kirim naskah lewat pos. Sekarang mah udah canggih kita bisa curhat di android dan tayang langsung di sini. Kompasiana.

Ketika penulis membantu akreditasi sekolah. Alangkah kagetnya penulis ternyata salah satu level yang harus diuplouwd tentang karya kreativitas siswa di medsos siswa dan media massa. Begitu bunyinya. Lah penulis baru mulai menampilkan tulisan mereka di domain penulis. 

Baru mulai menyuruh mereka menguplouwd cerpen mereka di medsos seperti facebook mereka, instagram,  tweter, dan lain-lain. Mereka mengaku malu. Akhirnya penulis bikin Karyamadrasah.com di sinilah karya mereka penulis ekspos.

Cukup bingung juga memenuhi literasi hari ini karena mereka malu. Mohon komentar kita semua bagaimana memotivasi mereka agar percaya diri dalam menulis.

Ngarep honor

Ketika diajak menulis mereka bertanya. Berapa honornya satu tulisan. Penulis jawab puisi 10 rb dan feature 35 rb. Mereka cemeeh. Segitu cuma. Wajar. Mereka orang kayah. Sultan mah bebas. Uang segitu apalah artinya bagi mereka. 

Bikin tulisan bagi pemula atau debutan bisa berjam-jam bahkan berhari-hari. Lah upah cuma segitu.

Penulis cuma bisa urut dada. Hari ini mungkin mereka cemeeh tapi ke depan mereka butuh ini. Sekali bikin tugas disuruh guru dan dosen pusing. Akhirnya mainlah perjokian. Tapi bicara perjokian ini kita musti awas dengan anak kita. Anak sekolah dasar saja sudah mulai pasang perjokian. Pernah penulis kaget anak penulis cerita. Si itu hebat bikin ini bunda bisa diupahin bikin, kita bayar 20 rb katanya. Terpaksa senyum kita menanggapinya.

Malas

Ini obatnya cuma satu. Rajin. Ha ha ha bingungkan. Penulis juga bingung. Jika kita tak memiliki motivasi kita akan malas menulis. Kembali ke " Takdir" dan "Ikhlas" oleh Yusriana Siregar Pahu di sini, Kompasiana. 

Jika takdir kita penulis, malas akan berganti rajin. Maka ikhlas pun muncul. Ikhlas takkan bisa muncul jika kita belum mereguk nikmatnya menulis. 

Ketika nikmat menulis ini sampai kepada kita maka kita takkan memikirkan jujur, takut, malu, honor, dan malas. Semua sirna karena mendesaknya kata-kata dalam benak, pikiran, dan otak kita. Berontak meminta diekspresikan.

Itulah kemudahan menulis. Menulis begitu mudah jika kita jujur dengan diri sendiri. Menulis mudah jika kita berani bermain kata-kata berdasar fakta pengalaman kita. Berani antonim takut. Menulis gampang jika kita sportif dan percaya diri melawan rasa malu kita. Menulis mudah jika kita jangan terbebani oleh uang atau homor dahulu. Menulis lagi-lagi harus dibarengi rajin. Rajin membaca tulisan orang lain.

Ketiklah di google pencarian pengalaman kita. Baca tulisan mereka. Pasti beda. Nah yang berbeda inilah peluang kita untuk menulis yang berbeda dari yang telah ada. Serupa tapi tak sama begitulah kira-kira pepatahnya. Tak perlu pusing cari ide. Ketika kita membaca tulisan orang lain maka ide kita pun akan datang menyapa kita. Tunggu apa lagi segeralah tulis. Bebaskan diri dari peraturan-peraturan kaidah dan tata bahasa. Sesudah final barulah gunakan kaidah dan tata bahasa itu. Kemudian ingatlah 3 perkara. 

Jika anak adam meninggal maka terputuslah semua amal ibadahnya kecuali 3 perkara. 1. Ilmu yang bermanfaat, 2. Sedekah jariah, 3. Doa anak yang sholeh. Harapan kita selaku penulis nomor 1. Ilmu yang bermanfaat. Meskipun kita sudah wafat kelak, tapi tulisan kita tetap dibaca, dicobakan, ditiru, bahkan mungkin dijadikan bahan pertimbangan mengambil putusan oleh generasi berikut. Maka pahala ilmu bermanfaat ini terus mengalir untuk kita. Investasi akhirat yang sangat menggiurkan.

Maka jadilah tulisan kita warisan untuk anak bangsa. Mari kita menulis yang mampu membangkitkan semangat mereka. Tut wuri handayani ing ngarso sung tulodo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun