Setamat Madrasah Aliyah Negeri, aku melanjutkan masuk Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dengan jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat. Sebenarnya aku ikut isi penelusuran masuk Perguruan Tinggi Negeri lewat jalur PMDK. Waktu itu aku ambil jurusan Adab di IAIN Imam Bonjol Padang. Tapi tak lulus. Belum Rezki kata orang. Belum terbaik. Tapi bagiku ini adalah takdir.
Begitu pula jalur tes umum, aku ikuti dengan tes di IKIP Padang dan ambil jurusan Bahasa Indonesia. Juga Anda tidak lulus. Lalu Ayah menganjurkanku ikut tes di FKIP UMSB Padang Panjang dan ternyata lulus. Di sinilah takdirku. Di Padang Panjang.
Aku termasuk mahasiswa yang kurang senang duduk diam saja. Menurutku kuliah itu sibuk, banyak tugas, dan padat jadwal. Ternyata tidak. Santai banget malah. Dulu, di SD hingga SMA kita belajar dari pukul 07.30 WIB hingga pukul 15.00 WIB santai saja. Di sini di tempat aku kuliah ternyata lebih santai lagi. Mata kuliah tiap hari cuma dua dengan SKS kadang 4 SKS dan 3 SKS. Tambahan belum paham alias lugu.
Bosan santai, akhirnya aku jalan-jalan keliling. Ketemulah tempat keterampilan kursus menjahit. Gembira namanya. Akupun masuk ke dalam dan berkenalan dengan pemilik keterampilan itu. Tanya-tanya akhirnya aku kecantol buat belajar. Aku daftar dengan uang kursus setengah emas atau 1,25 gram emas. Cincin dijariku pun lepas. Aku mulai kursus sambil kuliah.Â
Kupikir kursus menjahit itu gampang. Ternyata bikin pola itu susah dan membosankan. Akhirnya aku pun jarang datang ke sana. Yah nampaknya takdirku bukan menjadi tukang jahit. Akupun fokus lagi kuliah. Pagi kuhabiskan meringkas buku di perpustakaan kampus dan siangnya kuliah. Karena swasta mungkin jadi kampusku lebih sering masuk siang. Kecuali hari Minggu lebih sering pagi.
Konon dosennya memang lebih banyak dari IKIP Padang. Dua tahun berlalu kuliah. Akupun makin banyak teman. Bergaullah kami. Dengan pergaulan ini teman-teman mulai berani meminta tolong buatkan tugas. Daripada bosan aku sanggupi saja. Toh aku sangat banyak memiliki waktu luang. Jadilah kami saling bantu bikin tugas. Takdirku lagi mungkin harus menolong teman.
3,5 tahun mata kuliahku habis. Takdir lagi belum bisa wisuda tunggu teman seangkatan selesai dulu. Jadilah takdirku selama 6 bulan jadi membantu teman dan adik tingkat menyelesaikan tugas-tugas mereka. Happy sih bisa isi waktu. Sayap mulai kulebarkan dengan mengambil pekerjaan les dan honorer mengajar. Takdirku mengajar di PSA Sulit Air Solok. Dua tahun aku di sana hingga kampus tempat kuliah memintaku berbakti.
Takdirku bukan jadi dosen, akupun menikah hingga tak jadi S2 dan peraturan pun keluar bahwa syarat dosen harus S2. Berdamai dengan takdir itulah hikmah hidup yang bisa kita petik. Jika kita berdamai dengan takdir maka hidup menjadi mudah. Berdamai artinya kita tetap menjalani hidup meski dengan gaji kecil. Pendapatan hari ini hanya cukup untuk hari ini.. Tidak ada istilah menabung apa lagi berinvestasi.
Apa yang kita lihat belum tentu itu yang asli. Kita lihat orang kaya dengan mobilnya , kita tidak tahu mobil itu sudah lunas atau malah masih tergadai di bank. Kita lihat seseorang berfashion elegan bisa jadi hanya fashion elegan itulah miliknya. Pun kita lihat teman kita banyak uang tapi kecerdasan kurang hingga bikin tugas saja harus mengupah.
Jika kita kaji semua sudah ada ketetapannya. Ketika ibu kita hamil sebelum ruh ditiupkan ke bakal kita jadi manusia, kita sudah membuat perjanjian dengan Allah. Siapa nama kita kelak saat lahir ke dunia. Siapa Tuhan kita, siapa orang tua kita, jodoh kita, kapan maut kita, bahkan berapa rezki kita semua sudah kita sepakai dengan Allah dalam kitab Lauh Mahfuz sesuai Firman Allah berikut.
surat Al-Mu'minun ayat 12-14. Allah SWT berfirman
Artinya: "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian kami jadikan air mani itu segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci Allah Pencipta Yang Paling Baik." (QS. Al-Mu'minun ayat 12
Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam Q.S. Al-Hadid : 8
"Dan mengapa kamu tidak beriman kepada Allah, padahal Rasul mengajak kamu beriman kepada Tuhanmu? Dan Dia telah mengambil janji (setia)mu, jika kamu orang-orang mukmin".
Janji setia kita kepada Allah inilah yang musti kita perankan. Aku gak ingat tuh ada janji kelakar kita. Di sinilah fungsi Al Quran mengingatkan kita bahwa kita melakukan perjanjian dengan Allah. Legowo mungkin tepat kita pakai untuk perjanjian ini. Karena pada dasarnya jika kita legowo dengan takdir kita, syaraf kita jadi anteng. Tensi kita normal, tidak diabetes, apalagi stres.
Hidup akan terasa lapang dan nikmat apalagi jika kita senantiasa berdzikir. Darah kita normal perjalanannya dengan tubuh tetap sehat. Mata terang dan nafsu makan tetap mengantar kita kepada kenikmatan makan tanpa pilih-pilih sambal. Tidak ada frustasi senantiasa senyum dan inovatif.
Sakit-sakit sedikit itu wajar. Nikmat Allah kepada kita agar tetap mengingat Allah dengan dzikir. Ibarat dua kakak adik yang mesra saling menggelitik. Begitupun sakit-sakit sedikit yang kita rasakan merupakan sinyal agar kita menyebut nama Allah. Takdir kita untuk meninggal dalam husnul khotimah. Meninggal dalam husnul khotimah tentu tidak mudah. Lisan kita harus terlatih dzikir dan bersahadat.
Takdir itu sebenarya sebuah sebutan. Sebutan Allah  atas pengetahuan Allah Swt yang meliputi seluruh alam.  Ilmu Allah meliputi langit dan bumi beserta sekalian isinya. Allah Swt menulis segala peristiwa yang terjadi baik kepada alam maupun manusia. Ikan misalnya ditakdirkan halal untuk kita konsumsi. Ayam halal jika disemblih dengan basmalah. Kita pun hidup dengan takdir kita masing-masing. Jadi tak sewajarnya bila kita saling iri hati dan dengki karena ketetapan untuk kita sudah ada.
Dapatkah takdir kita ubah? Tidak. Nasib bisa kita ubah. Dari tidak berilmu bisa kta ubah diri kita menjadi berilmu. Dari malas bisa berubah menjadi rajin. Namun takdir tidak bisa memenuhi nafsu dan keinginan kita. Tapi kitalah yang harus meerima takdir kita meskipun tak sesuai ekspektasi kita. Karena Allah sengaja menetapkan demikian agar kita selalu berpikir, mencoba, berkreasi, dan berinovasi. Bayangkan jenuhnya hidup kita jika kita dapat menggapai segalanya. Pastilah gersang jika kita tidak dipermainkan oleh takdir.
Kita tahu cabe pedas karena kita coba. Kita tahu kue brownis enak ketika kita tak punya uang. Jika kita senantiasa punya uang, kita tak akan tahu arti hasrat dan keinginan. Itula beda takdir kita dengan hewan. Hewan makan tenang. Tapi manusia sudah makan ingin pula kerupuk, ingin pula buah, bahkan punya keinginan berganti-ganti menu. Hari ini ayam krispi besok ayam kecap. Hari ini ayam rendang besok ayam saus. Sudah dicoba seua versi olahan ayam. Ogah makan ayam lagi. Mau pepes ikan lagi. Semua berubah sesuai ketetapan Allah. Ketetapan inilah takdir itu. Takdir yang mesti kita nikmati. Takdir bisa dinikmati jika hati beriman kepada Allah dan akal senantiasa mengingat kebesaran Allah. Jika kita lupa buka kembali perkataan Allah Al Quran. Semua ada di sana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H