Saat kejang terakhir terjadi, tubuhnya bergetar hebat. Saya yang semakin takut kehilangan tak berhenti melantunkan doa untuk "anak" kesayangan kami ini. Berdoa agar dia masih bisa diselamatkan dan saya berjanji akan merawatnya hingga sembuh. Namun saat itu saya rasakan tempo bernafasnya makin lambat.
Ya, melambat.... melambat.... Tak mau menyerah, saya masih aktif memanggil namanya, juga menggerakkan tubuhnya. Dan saat itu ia masih merespon, seperti respon menelan air saat kami memberinya minum. Tak lama, lidahnya menjulur keluar, ke arah kiri. Saya terus mengajaknya berbicara, memaksanya tetap mendengar suara-suara di sekitarnya.
Wajahnya memucat, lidahnya membiru, dan matanya makin sayu. Poppy tolong, jangan tinggalkan kami sekarang, kami minta maaf karena telah membuatmu seperti ini. Itulah teriakan hati saya saat detik-detik kehilangan menghampiri. Akhirnya, nafasnya makin lambat.... dan kini benar-benar hilang.
Dia Hilang untuk Selamanya.... Â
Awalnya saya belum bisa menerima ini dan berusaha melawan kondisi ini. Suami yang meneliti beberapa bagian tubuhnya meyakinkan saya bahwa ia telah tiada. Namun lagi-lagi saya menyanggah suami dengan mengatakan bahwa nafasnya hanya melambat.Â
"Mas, ini dia masih bernafas, coba tunggu beberapa detik lagi, dia pasti gerak.....", ucap saya meyakinkan suami. Namun suami kembali mengucapkan hal menyedihkan itu, bahwa ia sudah gak ada.Â
Mendengar ini, akhirnya saya menyerah dengan tumpahan air mata yang tak lagi bisa ditahan sambil mengelus kepalanya. Kenapa secepat ini, Tuhan? Saya seakan masih belum terima kehilangan dia.Â
Ya, kami mengadopsinya 4 tahun lalu dari ownernya yang memang tidak bisa lagi merawatnya. Dari foto tampak kecil, ternyata setelah bertemu, "anak" memiliki tubuh semok, bulunya lebat dan sungguh menggemaskan. Seketika kami jatuh hati padanya.Â
Butuh adaptasi yang tak sebentar untuk membuatnya percaya bahwa kami sungguh menyayanginya dan ingin merawatnya di sepanjang dia ada. Trauma masa lalu sungguh membuat "anak" ini memiliki karakter penakut sehingga ia suka mengekor kemanapun kami bergerak di sekitaran rumah.Â
Saat kami bepergian, mungkin ini jadi momen buruk baginya karena dia akan merasa kesepian. Saat kami datang, ia menyamput penuh sukacita dengan kibasan ekor bertempo cepat.