Kenapa malam? Ya, kondisinya kan hening banget ya. Jadi enak gitu untuk mencerna informasi, diselingi mencatat poin penting yang saya dapat. Awalnya, semua baik-baik saja. Toh, saya terbiasa juga kok begadang untuk menulis. Biasa saya menulis di ruang tamu, sebuah ruang dengan cat bernuansa putih di setiap sudutnya.
Ada yang Mengikuti Saya?
Setelah lepas earphone, saya kembali memahami poin-pon informasi yang saya catat. Gak lama setelahnya, terdengarlah suara "nggereng" atau semacam erangan atau apa ya, mungkin mirip suara orang mendengkur tapi lebih lirih dan seakan-akan berada tepat di belakang saya.
Kebetulan, belakang saya adalah jendela ruang tamu dan di balik jendela adalah gang kecil yang ujungnya buntu. Ya, itu kira-kira jam 2 malam. Sebelumnya, sangat jarang saya mendengar suara aneh seperti itu hingga akhirnya pikiran terburuk saya mengatakan, "jangan-jangan ada yang ngikutin saya sepulang dari Borobudur...".Â
Auto merinding pasti iya. Sesaat setelah saya memastikan di setiap sudut ruang tak ada apa-apa, saya langsung matikan laptop, lalu lari ke kamar menyusul suami yang sudah terlelap. Dalam hati, amit-amit lah, jangan sampai kejadian ini terulang :(
Ternyata Berulang Hingga Tiga Kali
Setelah itu apakah saya trauma untuk kembali bekerja di malam hari di ruang yang sama? Tidak. Saya anggap itu hanya intermezzo, jadi tak perlu saya khawatirkan secara berlebih.
Hari-hari berikutnya, saya sesekali masih disibukkan dengan aktivitas malam di depan laptop. Dan lagi-lagi, ruang tamu menjadi tempat favorit saya untuk mencari ide. Mungkin karena hawanya yang adem, jadi saya merasa nyaman di sana.
Lagi-lagi, saya mendengarkan suara aneh itu tepat jam 2 malam. Suara erangan tapi cenderung seperti memanggil dan memberi tanda bahwa "dia" kembali datang. Ya Tuhan, kenapa ada dia lagi, pikir saya dengan perasaan cemas, dengan posisi masih duduk di kursi.
Semakin saya diam, suaranya makin lantang dan buat saya itu sangat mengerikan. Hikzz :(
Hari-hari setelah itu, saya masih berusaha untuk berpikir positif tentang kejadian ini. Walaupun akhirnya terulang lagi untuk yang ketiga kalinya. Kali ini, saya gak lagi cuma takut, tapi juga merasa geregetan banget karena otomatis pekerjaan saya jadi tertunda.