Pengembangan batik di Kecamatan Gedangsari dimulai semenjak ada bantuan, baik berupa dana maupun pelatihan pasca gempa Jogja tahun 2006 silam. Berbagai bantuan dari dalam maupun luar negeri berdatangan hingga mereka mendapatkan kesempatan untuk berkembang.
Tak hanya untuk orang tua, masa anak-anak pun diwarnai dengan pengembangan kerajinan batik dengan memasukkan pelatihan membatik di dalam kurikulum di sekolah-sekolah yang ada di kecamatan Gedangsari. Anak di bangku SD hingga SMP dibekali dengan prinsip dasar membatik serta pengembangannya, tak terkecuali SDN Tegalrejo. Jika ingin memperkuat skill-nya, mereka diarahkan untuk melanjutkan sekolah di SMK 2 Gedangsari, jurusan Tata Busana.
Oleh karenanya, dimasukanlah kurikulum membatik mulai kelas 3 SD lalu dibangunlah SMK 2 Tata Busana dengan tujuan untuk memaksimal potensi batik lokal. Harapannya, masyarakat kelak tak hanya menjual batik dalam wujud kain lembaran, namun bisa memasarkannya dalam rupa pakaian jadi sehingga meningkatkan nilai dari karya seni tersebut.
Batik Kalimosodho, Saksi Perjuangan Sang Buruh hingga menjadi Pengusaha Sukses
Pengembangan batik tulis di Kecamatan Gedangsari ini memang berprogres dari waktu ke waktu. Tujuan dari berbagai CSR yang masuk sebenarnya bagus, yaitu memanfaatkan potensi SDM masyarakatnya untuk mengubah mental 'buruh' menjadi mental 'pengusaha'. Diceritakan bahwa masyarakat desa ini kurang memiliki greget untuk membangun bisnis sendiri. Â
Tak dapat dipungkiri, masyarakat dengan kategori menengah ke bawah memang butuh uang. Jika menjadi buruh, gaji bisa diterima per hari atau per minggu, alias langsung dapat uang. Namun jika menjadi pengusaha, tentu di awal harus menginvestasikan segenap tenaga, waktu dan biaya untuk sebuah usaha dan hasilnya pun tak langsung dapat diterima dengan cepat. Namun, secara perekonomian, tentu seorang pengusaha memiliki masa depan yang lebih menjanjikan.
Sebuah lembaga yang dididirikan Jepang untuk membantu negara berkembang masuk ke area Tegalrejo pasca gempa Jogja 2006, rupanya telah memberi perubahan pada dirinya. Ia yang sebelumnya bekerja sebagai buruh batik, usai menerima bantuan alat-alat produksi membatik, akhirnya memberanikan diri untuk membuat usaha batik sendiri.
Surono mempercantik produk batiknya dengan polesan warna alam, warna yang kebanyakan berwarna kalem dengan bahan daun indigo, buah jelawe serta kulit kayu dari tingi, tegeran, jambal dan secang. Selain membatik, laki-laki yang juga piawai menjadi dalang hajatan ini juga memproduksi topeng lukis serta gamelan yang sering dipesan oleh pihak-pihak tertentu.