Mohon tunggu...
Riana Dewie
Riana Dewie Mohon Tunggu... Freelancer - Content Creator

Simple, Faithful dan Candid

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Anak Kelas 3 SD di Gedangsari, Gunung Kidul Sudah Piawai "Pegang Canting"

10 Januari 2019   11:41 Diperbarui: 11 Januari 2019   11:52 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak Membatik Tulis - gambar ilustrasi (Dokumentasi pribadi)

Kesenian batik, siapa yang tak mengenalnya? Apalagi saya, tinggal di kota Jogja bisa menjadi alasan mengapa saya harus mengenal budayanya, termasuk membatik. 

Agak malu juga sih, sampai hari ini saya belum pernah membatik dengan serius hingga menghasilkan selembar kain yang bernilai. Padahal ya, perempuan Jawa zaman dulu kan sangat terampil membatik tulis, bahkan jadi mata pencaharian. 

Tapi, saya salut loh dengan anak-anak di Kecamatan Gedangsari, Gunung Kidul, kelas 3 SD sudah piawai megang canting dan menghasilkan karya bernilai seni tinggi. Eh, beneran? 

Siang yang cerah diiringi angin sepoi-sepoi, masuklah saya ke sebuah area desa yang masih khas dengan nuansa alamnya yang sejuk. Sebagian ada rumah yang sudah direnovasi, namun ada pula yang mempertahankan bangunan lawasnya. Beberapa warga tampak bersantai ria di lincak (kursi bambu memanjang yang biasa dipasang di depan rumah) sambil tertawa terbahak, tanda bahwa tema obrolan memang menarik.

Bangunan Lawas milik masyarakat di Desa Tegalrejo, Gedangsari, Gunung Kidul (Dokumentasi pribadi)
Bangunan Lawas milik masyarakat di Desa Tegalrejo, Gedangsari, Gunung Kidul (Dokumentasi pribadi)
Potensi apa sih yang ada di desa ini? Itulah kata kunci yang ingin saya gali dari desa yang saya tempuh kurang lebih 90 menit dari Jogja kota ini. Beruntunglah saya bertemu Sugiyanto, sekretaris Desa Tegalrejo, Kecamatan Gedangsari yang banyak memberikan informasi terkait perkembangan desa ini.

Masyarakat di desa ini rata-rata bermata pencaharian sebagai pengrajin, pedagang maupun buruh pabrik. "Loh, bukan jadi petani to pak...?", tanya saya dengan mimik wajah heran. Nah, menurutnya yang sibuk sebagai petani ada juga, namun hanya sebagai sambilan karena pekerjaan ini sangat dipengaruhi cuaca. Jika musim kemarau berkepanjangan, tentu saja sawah susah diolah.

Sugiyanto, Sekretaris Desa Tegalrejo, Gedangsari, Gunung Kidul (Dokumentasi pribadi)
Sugiyanto, Sekretaris Desa Tegalrejo, Gedangsari, Gunung Kidul (Dokumentasi pribadi)
"Disini banyak yang menjadi pengrajin mbak, hanya jarang terekspos media...", jawabnya saat saya bertanya lebih dalam tentang kerajinan khas Gedangsari ini. Menurutnya sejak zaman dulu, desa ini dipenuhi oleh para pengrajin kentongan, bonggol bambu untuk kerajinan bebek-bebekan juga cobek batu. Produksinya masih skala kecil namun pemasarannya sudah sampai ke luar daerah.

"Ada gak sih Pak kerajinan yang khas banget dan pernah membawa perubahan untuk masyarakat di sini?", tanya saya melanjutkan. Sugiyanto menjawab ada, ini sekaligus mata pencaharian yang sudah berkembang lama dan sempat mendapatkan penghargaan. Ya, kerajinan batik tulis.

Menyusuri jalan di area Kecamatan Gedangsari, Gunung Kidul (Dok.Pri)
Menyusuri jalan di area Kecamatan Gedangsari, Gunung Kidul (Dok.Pri)
Anak-anak Dibekali Keterampilan Membatik Semenjak Kecil 

Tak sekadar mencari keuntungan, kerajinan batik juga dibudidayakan untuk meningkatkan kualitas SDM di desa tersebut. Maksudnya? Ya, anak usia dini pun sudah dilatih untuk membatik tulis. "Anak kelas 3 SD sudah diajarin megang canting, mbak...", ungkapnya semangat.

Jangan salah paham ya. Kondisi ini bukan untuk mempekerjakan anak di bawah umur loh, namun membekali mereka agar memiliki skill membatik sejak kecil sehingga dapat mereka kembangkan di masa yang akan datang.  

Pengembangan batik di Kecamatan Gedangsari dimulai semenjak ada bantuan, baik berupa dana maupun pelatihan pasca gempa Jogja tahun 2006 silam. Berbagai bantuan dari dalam maupun luar negeri berdatangan hingga mereka mendapatkan kesempatan untuk berkembang.

Tak hanya untuk orang tua, masa anak-anak pun diwarnai dengan pengembangan kerajinan batik dengan memasukkan pelatihan membatik di dalam kurikulum di sekolah-sekolah yang ada di kecamatan Gedangsari. Anak di bangku SD hingga SMP dibekali dengan prinsip dasar membatik serta pengembangannya, tak terkecuali SDN Tegalrejo. Jika ingin memperkuat skill-nya, mereka diarahkan untuk melanjutkan sekolah di SMK 2 Gedangsari, jurusan Tata Busana.

SMK 2 Gedangsari jurusan Tata Busana (Dokumentasi pribadi)
SMK 2 Gedangsari jurusan Tata Busana (Dokumentasi pribadi)
Nah, gedung SMK 2 Gedangsari ini ceritanya merupakan bantuan CSR dari perusahaan ASTRA yang bertujuan untuk meningkatkan SDM masyarakat yang ada di desa ini. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat tak lantas menjadi alasan untuk tak bisa meningkatkan derajat perekonomian masyarakatnya.

Oleh karenanya, dimasukanlah kurikulum membatik mulai kelas 3 SD lalu dibangunlah SMK 2 Tata Busana dengan tujuan untuk memaksimal potensi batik lokal. Harapannya, masyarakat kelak tak hanya menjual batik dalam wujud kain lembaran, namun bisa memasarkannya dalam rupa pakaian jadi sehingga meningkatkan nilai dari karya seni tersebut.

Batik Kalimosodho, Saksi Perjuangan Sang Buruh hingga menjadi Pengusaha Sukses

Pengembangan batik tulis di Kecamatan Gedangsari ini memang berprogres dari waktu ke waktu. Tujuan dari berbagai CSR yang masuk sebenarnya bagus, yaitu memanfaatkan potensi SDM masyarakatnya untuk mengubah mental 'buruh' menjadi mental 'pengusaha'. Diceritakan bahwa masyarakat desa ini kurang memiliki greget untuk membangun bisnis sendiri.  

Tak dapat dipungkiri, masyarakat dengan kategori menengah ke bawah memang butuh uang. Jika menjadi buruh, gaji bisa diterima per hari atau per minggu, alias langsung dapat uang. Namun jika menjadi pengusaha, tentu di awal harus menginvestasikan segenap tenaga, waktu dan biaya untuk sebuah usaha dan hasilnya pun tak langsung dapat diterima dengan cepat. Namun, secara perekonomian, tentu seorang pengusaha memiliki masa depan yang lebih menjanjikan.

Batik Kalimosodho milik Surono (Dok.Pri)
Batik Kalimosodho milik Surono (Dok.Pri)
Beruntungnya saya bisa menyambangi sentra batik populer di Dusun Trembono, Tegalrejo, Gedangsari, Gunung Kidul. Batik Kalimosodho, salah satu hasil karya seseorang yang tak kenal menyerah dalam mengembangkan diri. Surono, Sang Owner, menceritakan pengalaman hidupnya mulai dari nol hingga ia memiliki beberapa usaha yang hampir semuanya bersinggungan dengan pelestarian budaya.

Sebuah lembaga yang dididirikan Jepang untuk membantu negara berkembang masuk ke area Tegalrejo pasca gempa Jogja 2006, rupanya telah memberi perubahan pada dirinya. Ia yang sebelumnya bekerja sebagai buruh batik, usai menerima bantuan alat-alat produksi membatik, akhirnya memberanikan diri untuk membuat usaha batik sendiri.

Penampakan Batik warna alam (Dok.Pri)
Penampakan Batik warna alam (Dok.Pri)
Kini usaha batik tulisnya sudah berkembang dan telah memenuhi pesanan dari berbagai kalangan. Para pelanggan diakuinya lebih tertarik dengan batik tulisnya, walau tak dipungkiri yang memesan batik cap juga ada, atau kombinasi keduanya.

Surono mempercantik produk batiknya dengan polesan warna alam, warna yang kebanyakan berwarna kalem dengan bahan daun indigo, buah jelawe serta kulit kayu dari tingi, tegeran, jambal dan secang. Selain membatik, laki-laki yang juga piawai menjadi dalang hajatan ini juga memproduksi topeng lukis serta gamelan yang sering dipesan oleh pihak-pihak tertentu.

Wayang Kulit sebagai pelestarian budaya bangsa (Dok.Pri)
Wayang Kulit sebagai pelestarian budaya bangsa (Dok.Pri)
Wah, keren juga ya kisah perjalanan bisnis Suroto. Boleh dong menduplikasi semangatnya :)

Prestasi Perkembangan Batik Masyarakat Kecamatan Gedangsari 

Nah, saatnya berbagi kisah tentang hasil perjuangan masyarakat Gedangsari yang sejak dulu berusaha melestarikan budaya membatik secara turun temurun hingga berbuah manis. Apa saja itu?

1. Memiliki Motif Khas Batik Gedangsari: Pisang & Srikaya 

Ada yang pernah mendengar tentang Batik Walang? Nah, batik ini sempat dipatenkan sebagai batik khas Gunung Kidul yang digunakan oleh para petugas pemerintahan tingkat kabupaten serta anak-anak yang bersekolah di area Gunung Kidul.

Dalam hal ini, Kalimosodho dulunya merupakan produsen terbesar yang mengerjakan proyek ini dengan total produksi puluhan ribu meter kain batik. Beruntungnya saya karena sempat mendapatkan oleh-oleh batik bermotif walang (belalang) ini dari kegiatan bersama blogger di Gunung Kidul.

Contoh motif batik walang khas Gunung Kidul (Dok.Pri)
Contoh motif batik walang khas Gunung Kidul (Dok.Pri)
Nah, ada yang menarik lagi nih. Tahu gak, di Kecamatan Gedangsari ini, juga sedang dikembangkan dua motif unik yang tujuannya mengulang kesuksesan batik walang loh. Yuk kenalan sama Batik Gedang dan Batik Srikaya. Kok, kasih namanya kayak nama buah sih?

Nah, ceritanya, Batik Gedang sendiri mengambil sebagian nama dari 'gedangsari' yang berarti pisang. Sedangkan batik lainnya dinamakan Batik Srikaya lantaran beberapa area di Gedangsari sendiri menghasilkan buah srikaya secara rutin. Wih, menarik juga ya sejarah penamaannya. Doakan yuk biar makin populer :D

2. Memecahkan 2 Rekor Muri Sekaligus 

Sebagai ajang memamerkan kekayaan batik di Desa Tegalrejo, Kecamatan Gedangsari ini, akhir Agustus 2017 lalu diadakan peragaan busana oleh para mdoel cantik dengan motif buah-buahan. Ya, motif pisang & srikaya membalut penampilan para model dengan sangat anggun di Wanajati. Pagelaran Busana di hutan jati ini membuat desa ini sabet Rekor Muri.

Tak hanya itu, Rekor Muri ke-2 juga diterima karena desa ini sukses mengadakan even membatik pertama lintas generasi. Jumlah total sekitar 123 orang pembatik, mulai dari anak-anak hingga lanjut usia turut memeriahkan acara ini. Wow, keren yaaa... Terbukti banget kan anak-anak di desa ini sudah lihai membatik tulis.

Penerimaan Piagam rekor Muri 2017 (sumber: kabarhandayani.com)
Penerimaan Piagam rekor Muri 2017 (sumber: kabarhandayani.com)
3. Gedangsari menjadi Destinasi Kunjungan JIBB 2018

Even Jogja International Batik Biennalle (JIBB) sebagai ajang untuk mempertahankan predikat "Kota Batik Dunia" oleh World Craft Council (WCC) telah digelar pada 2-6 Oktober 2018 lalu. Selain untuk memamerkan batik kepada dunia, even ini juga bertujuan untuk mengangkat potensi para pengrajin batik daerah agar lebih berani berkiprah di kancah dunia.

Nah, apa hubungannya dengan Gedangsari? Ternyata, desa ini menjadi destinasi Heritage Tour (hari ke-4) untuk memberi pemahaman kepada peserta bahwa Jogja juga memiliki sentra batik tulis warna alam dengan motif Sekarjagad dan Wayang.

Tak hanya itu, SMK 2 Tegalrejo jurusan Tata Busana juga tak luput dari peninjauan mereka untuk menguak lebih jauh tentang karya batik bernilai seni tinggi ini. Nah, gimana, sudah percaya kalau desa ini berprestasi bukan?

***

Penampakan Batik Setengah Jadi di Batik Kalimosodho (Dokumentasi pribadi)
Penampakan Batik Setengah Jadi di Batik Kalimosodho (Dokumentasi pribadi)
Itulah oleh-oleh perjalanan saya selama seharian bersua dengan masyarakatnya serta menguak potensi yang ada di Desa Tegalrejo, Kecamatan Gedangsari, Gunung Kidul. Tak sia-sia saya memilih tempat ini sebagai salah satu desa yang mampu menyebar inspirasi kepada desa-desa lain yang kini sedang mengembangkan diri.

Dengan bermodal yakin dan semangat untuk maju, tentu setiap desa bisa berkembang, terutama demi meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Anak kelas 3 SD sudah bisa pegang canting? Sekarang sih saya percaya :)

(foto dokumentasi anak-anak yang sedang membatik akan diposting menyusul dikarenakan sekolah libur pada saat saya berkunjung kesana).

Riana Dewie

Sumber referensi:

Observasi & wawancara langsung dengan Bapak Sugiyanto (Sekretaris Desa Tegalrejo), Bapak Surono (Owner Batik Kalimosodho) dan Bapak Tri Wahyudi (Guru Olahraga SDN Tegalrejo) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun