3. Menjunjung Tinggi Pepatah "Golong Gilig Traju Manggala"
Ada yang tahu makna pepatah 'Golong gilig traju manggala'? Ini adalah sebuah nasihat agar seluruh lapisan masyarakat bersatu padu untuk menciptakan tatanan kehidupan yang adil dan makmur.
Nah, ini mengingatkan kita pada keharmonisan masyarakat di masa lalu yang belum ada diskriminasi terhadap kaum difabel karena semua berpedoman pada Bhinekka Tunggal Ika.
Masyarakat Jawa, baik yang difabel maupun yang tidak, dalam kesehariannya bersatu padu membentuk kehidupan yang penuh kasih dan gotong-royong. Diferensiasi ini terjadi setelah ada penjajahan dan setelah UNESCO atau PBB menggalang bantuan khusus korban perang kaum difabel.
4. Pergaulan Difabel dan yang bukan Difabel semua tersurat melalui Pewayangan
Nah, satu hal ini yang mungkin jarang kita ketahui. Untuk memahami bagaimana interkasi sosial masyarakat secara umum, baik itu difabel maupun yang bukan, semua bisa kita nikmati melalui pewayangan.Â
Tata krama pergaulan, strategi perang Mahabarata, atau Kyai Petruk sebagai penyandang difabel yang terus diremehkan namun ia tak gentar menghadapi Puntadewa, ada dalam cerita pewayangan. Siapa yang suka juga menikmati salah satu budaya Jawa ini? :DÂ
Penghargaan maupun penghormatan kepada kaum Polowijan diangkat dengan baik. Nah, pernah mendengar tentang tokoh Punakawan? Menurut cerita, mereka ternyata difabel juga. Badan Petruk yang terlalu tinggi atau Bagong yang bermata besar dan pendek, adalah salah satu ciri yang dapat dilihat.
Jika di Indonesia difabel dihargai di masa lalu, tidak dengan negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika. Sejarah difabel di Amerika sangat menyedihkan karena begitu terlahir sebagai difabel, ia harus masuk ke ruang pembakaran karena dianggap evolusi (produk) gagal.Â
Di Amerika, para difabel tidak bisa bebas berjalan-jalan di ruang publik karena mereka pasti kena bidikan sniper. Kesadaran untuk melindungi difabel baru diusahakan setelah Perang Dunia ke-2 di tahun 1970-an. Menyedihkan ya :(