Mohon tunggu...
Riana Dewie
Riana Dewie Mohon Tunggu... Freelancer - Content Creator

Simple, Faithful dan Candid

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Rangkul UMKM, "Oleh-oleh Competition" Siratkan Pesan, Jangan Remehkan Makanan Indonesia

1 Februari 2018   10:58 Diperbarui: 1 Februari 2018   17:32 894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peserta lain membuat 'Topo Map Cake' (Dokumentasi Pribadi)

"Makanan khas Indonesia itu harus dilestarikan. Sampai tua juga gak bakal ngebosenin, pokoknya selalu ngangenin...", demikian ungkap Haryanto Makmoer, seorang baker sekaligus Dewan Chef Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA). Menarik, ia adalah satu chef yang terjun langsung memberikan sosialisasi dan edukasi kepada pelaku UMKM dan pengusaha bakery agar berani asah kreativitas. Dalam "Kompetisi Oleh-oleh" with U.S. Ingredients ini, mereka ditantang untuk membuat makanan khas Indonesia tapi dengan bahan baku kentang, kismis dan kacang dari Amerika. Gimana ya hasilnya? :D

Acara ini digawangi oleh IPA (Indonesia Pastry Alliance),asosiasi yang menaungi berbagai praktisi pastry dan bakery di seluruh Indonesia. Diadakan di tiga kota besar, yaitu Yogyakarta, Surabaya dan Bali, acara ini sukses menarik perhatian banyak kalangan. Tak hanya pelaku UMKM dan pengusaha bakery saja yang kecantol, namun masyarakat yang tidak punya basicbisnis kue pun tertarik untuk mengikuti kompetisi ini.  

Haryanto Makmoer, seorang chef yang sejak dulu berkampanye untuk melestarikan jajanan khas Indonesia. Tak jauh dari pekerjaannya, ia memang berkecimpung di bidang kue dan pastry. Tak jarang ia berkeliling dunia untuk mengembangkan bakat dan kreativitasnya, disamping berbagi ilmu tentang baking, tak terkecuali pada kompetisi ini.

Haryanto Makmoer, chef yang mendampingi para peserta selama berkompetisi (Dokumentasi Pribadi)
Haryanto Makmoer, chef yang mendampingi para peserta selama berkompetisi (Dokumentasi Pribadi)
Jangan Remehkan Makanan Indonesia

Saat ditemui beberapa rekan pers, Ia sempat ungkap keprihatinannya, "Orang Indonesia itu pinter dan kreatif jika membuat kue, sayangnya mereka takut menjualnya." Fenomena ini memang terjadi pada masyarakat kita---ide yang dikeluarkan selalu cemerlang namun sulit untuk merealisasikan, apalagi mempublikasikan. Ada beberapa perasaan negatif  yang sering dihadapi, yaitu takut gak laku, takut gak enak di lidah, takut gak diterima masyarakat dan semuanya. Lucunya, mereka seakan mundur sebelum berperang :D

Ada pula persepsi lucu lainnya dari masyarakat, yaitu tentang grade bahan makanan yang berasal dari Indonesia. Saat kita icip kue, lidah dan bibir bisa mengatakan, "kue ini enak ya...". Tapi saat diberi tahu, itu bahannya murah meriah loh, dari ketela loh, beberapa penikmat langsung menurunkan ekspektasinya. Hihihi... Endingnya, mereka anggap makanan ini menjadi tak menarik lagi lah, harga turun drastis lah, dan perlakuan gak mengenakkan lainnya. Tapi jika kita makan camilan impor, bagaimana pun rasanya, bagaimana pun bentuk dan proses pengolahannya, banyak orang bakal memberikan ekspektasi dan penghargaan yang  lebih tinggi. Iya apa iya?? :D

Nah, semua itu adalah budaya dan tak ada yang patut disalahkan. Setiap negara memiliki hasil bumi yang tak sama sehingga harga yang dipathok pun tak sama. Dan inilah biang dari 'persepsi' tersebut. hihihi...  Mengamati berbagai fenomena unik ini, diadakanlah 'Oleh-Oleh Competition' oleh beberapa pihak, yang bertujuan untuk menetralisir semua persepsi negatif tentang makanan Indonesia.

Beberapa produk impor yang berkolaborasi dengan tim event kompetisi oleh-oleh (Dokumentasi Pribadi)
Beberapa produk impor yang berkolaborasi dengan tim event kompetisi oleh-oleh (Dokumentasi Pribadi)
Tantangan Membuat Oleh-oleh khas Indonesia dengan bahan Import Berkualitas

Ada tantangan gila saat peserta mengikuti kompetisi ini. Para peserta diarahkan untuk membuat makanan khas Indonesia dari bahan lokal namun harus dikolaborasikan dengan bahan-bahan berkualitas dari Amerika, yaitu kentang, kismis dan kacang-kacangan. Dalam proses kompetisi, mereka menerima pendampingan khusus selama proses pengolahan makanan.

Peserta juga dibekali ilmu tentang efisiensi dan efektivitas pengolahan bahan makanan sehingga menghasilkan produk berkualitas namun dapat menekan biaya. Misalnya produk bakpia. Bakpia identik dengan isi kacang ijo bukan? Mengapa tidak diganti dengan bahan lainnya, misal kacang polong? Chef  Haryanto Makmoer menuturkan bahwa di akhir tahun 2017 kemarin, harga 1 kg kacang ijo adalah sekitar Rp. 18.000,- sedangkan kacang polong hanya sekitar Rp. 12.500,-. Untuk rasa, sama-sama gurih dan enak juga kok. Kesimpulannya, memproduksi bakpia dengan kacang polong dapat menekan biaya.

Salah stau peserta membuat produk 'poYang' atau Potato Ampyang (Dokumentasi Pribadi)
Salah stau peserta membuat produk 'poYang' atau Potato Ampyang (Dokumentasi Pribadi)
Pernah icip nastar? Nah, camilan yang sering menghias meja di kala hari raya ini selalu dibubuhi dengan selai nanas sehingga dinamakan Nastar (ananastar). Mengapa toping nanas ini tidak diganti dengan kismis (raisin)? Chef Haryanto Makmoer menurutkan bahwa akan ada banyak benefit yang kita rasakan saat mengganti kismis sebagai toping kue yang bernama raistar ini. Pertama, kue bakal lebih renyah dibanding toping nanas yang (cenderung) basah. Kedua, menekan biaya karena selai nanas butuh banyak gula saat pengolahannya sedangkan kismis sudah manis dari pohonnya. Ketiga, bagi lansia atau penderita diabetes, kismis lebih menyehatkan karena low sugar. Masuk akal bukan?

Kembali lagi ke kompetisi. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa harus dikolaborasikan dengan bahan impor? Bahan impor, seperti polong, kismis atau kentang bukankah selalu lebih mahal? Ya, dari segi harga yang tertera memang tampak lebih mahal namun dari segi efektivitas dan efisiensi, bahan impor bisa jadi pemenangnya. Coba bayangkan, ada kalanya saat butuh kentang lokal sebesar 1 kg, ini bisa digantikan hanya dengan menyediakan 0,5 kg kentang impor. Kenapa? Karena kentang impor biasanya lebih stabil, kadar airnya pas dan juga bisa tumbuh di berbagai musim. Itu satu contoh kecilnya.

Peserta 'Alif's bakery & Cookies' dengan produk Hongkong Puff Potatoes (Dokumentasi Pribadi)
Peserta 'Alif's bakery & Cookies' dengan produk Hongkong Puff Potatoes (Dokumentasi Pribadi)
Faktor Penilaian Pemenang 'Oleh-Oleh Competition'

Kompetisi ini diikuti oleh puluhan peserta dari tiga kota besar di Indonesia. Dari masing-masing kota, diadakan babak penyisihan hingga per kota tersisa 4 peserta dan berkesempatan untuk berjuang ke babak final di Jakarta. Dalam kompetisi ini, dipastikan tidak ada yang namanya manipulasi atau kecurangan peserta karena saat mereka terpilih sebagai 12 besar, mereka wajib mendemonstrasikan proses pengolahan produk jagoan masing-masing secara live di depan juri dalam waktu 8 jam.

Dari 12 peserta, dipilihlah satu peserta sebagai pemenangnya, dan 'BODJO' adalah peserta yang beruntung. BODJO digarap oleh sepasang suami istri yang berdomisili di Jogja. Mereka memproduksi cakeyang merupakan kombinasi bahan pisang dan coklat, lalu sukses menerima tantangan juri untuk dikolaborasikan dengan produk U.S. Ingredients, yaitu kentang, kismis dan kacang-kacangan. Bagaimana taste-nya? Luar biasa.

'BODJO' dengan produknya Banana Potato Raisin dan Banana Raisin Chickpa Brownies (Dokumentasi Pribadi)
'BODJO' dengan produknya Banana Potato Raisin dan Banana Raisin Chickpa Brownies (Dokumentasi Pribadi)
Untuk penyerahan awards-nya sendiri diadakan beberapa waktu lalu di kota Jogja (22/01/18). Sekitar enam peserta, termasuk pemenang, hadir dengan membawa produk jagoan masing-masing, tak terkecuali 'BODJO' dengan produknya Banana Potato Raisin dan Banana Raisin Chickpa Brownies. Beberapa peserta lainnya adalah produk 'poYang' atau Potato Ampyang, 'Alif's bakery & Cookies' dengan produk Hongkong Puff Potatoes, 'Topo Map Cake' lalu 'Zain' dengan produknya Red Bean Pie dan yang terakhir 'TOM-TOM' dengan produknya Supo Gimbal Raisine Khase Boyolalikies: Hongkong Puff Potatoes.

Dalam proses penilaiannya sendiri, juri memegang empat komponen utama sebagai dasarnya. Pertama, aspek originalitas, yaitu apakah tiga produk import tersebut dimanfaatkan semua ataukah tidak. Kedua, legalitas, sudahkah produknya memiliki nomor yang terdaftar di Dinkes. Ketiga, rasa dan bentuk makanan, apakah bahan impor ini cocok dikolaborasikan dengan jenis makanan yang diolah. Dan yang terakhir dari segi packaging, apakah variasi warna dan bentuk sesuai dengan produk yang dijual.

Peserta 'Zain' dengan produknya Red Bean Pie (Dokumentasi Pribadi)
Peserta 'Zain' dengan produknya Red Bean Pie (Dokumentasi Pribadi)
Peserta 'TOM-TOM' dengan produknya Supo Gimbal Raisine Khase Boyolalikies: Hongkong Puff Potatoes (Dokumentasi Pribadi)
Peserta 'TOM-TOM' dengan produknya Supo Gimbal Raisine Khase Boyolalikies: Hongkong Puff Potatoes (Dokumentasi Pribadi)
Peserta lain membuat 'Topo Map Cake' (Dokumentasi Pribadi)
Peserta lain membuat 'Topo Map Cake' (Dokumentasi Pribadi)
Tujuan Diadakannya'Oleh-Oleh Competition'

Kegiatan edukatif ini terbukti memberikan pengalaman baru bagi para peserta. Sekalipun hanya dipilih satu pemenang utama, para peserta justru tampak guyub dan saling supportuntuk pengembangan produk masing-masing. Nah, tujuan dari diadakannya kompetisi ini adalah:

  1. Memberikan edukasi tentang bisnis olahan makanan Indonesia kepada para pengusaha pemula atau pelaku UMKM, terutama menstimulus rasa percaya diri peserta saat memulai bisnis. Selain itu, kompetisi ini juga memberi wadah untuk belajar bisnis bakery bersama, mulai dari teknik pengolahan, cara penyajiannya hingga cara menjualnya.
  2. Mempertahankan kualitas sebuah produk oleh-oleh yang khas. Di zaman sekarang, daya beli masyarakat untuk produk makanan memang meningkat. Terbukti dari banyaknya selebriti yang memanfaatkan moment ini dengan membuka bisnis kue. Packing dan harga memang bagus, namun apakah rasanya selalu sesuai ekspektasi? Nah, event in sekaligus mengedukasi peserta untuk bisa mengolah makanan namun tetap memperhatkan kualitas rasa. Karena 'rasa' akan membuat masyarakat ketagihan dan membuatnya ingin beli dan beli lagi.

Hiruk-pikuk peserta yang hadir dalam oleh-oleh awards (Dokumentasi Pribadi)
Hiruk-pikuk peserta yang hadir dalam oleh-oleh awards (Dokumentasi Pribadi)
Penyerahan hadiah kepada BODJO, pemenang utama (Dokumentasi Pribadi)
Penyerahan hadiah kepada BODJO, pemenang utama (Dokumentasi Pribadi)
Itulah hiruk pikuk event kompetisi oleh-oleh yang berlangsung sekitar 3 bulan ini. Harapannya, setelah ini mereka bisa membawa 'nama' Indonesia dengan memproduksi makanan (oleh-oleh) yang lebih berkualitas. Semoga produk yang mereka hasilkan ini juga dapat mentralisir persepsi masyarakat yang sebelumnya sempat meremehkan makanan Indonesia. Diolah dari bahan pilihan tentu berpotensi menghasilkan rasa yang lebih nendang bukan? :D 

Satu pesan bagus nih. Jangan bangga saat membawa oleh-oleh coklat dari Eropa karena kebun cocoanya kan ada di Indonesia.. hihihi.., namun banggalah saat produk Anda ditenteng oleh bule-bule yang sedang liburan di Indonesia untuk dibawa ke negara mereka... karena itu artinya kita sukses berkarya :D  

Riana Dewie

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun