Mohon tunggu...
Riana Dewie
Riana Dewie Mohon Tunggu... Freelancer - Content Creator

Simple, Faithful dan Candid

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Filosofi Menthog : "Enak-enak Ngorok, Ora Nyambut Gawe”

10 Agustus 2015   21:11 Diperbarui: 5 September 2015   22:04 2130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Menthog (goodpixgallery.com)"][/caption]

 

Mungkin Anda masih ingat dengan lirik lagu di bawah ini : 

“…Menthok, menthok tak kandhani

Mung rupamu angisin isini

Mbok ya aja ngetok ana kandhang wae

Enak enak ngorok, ora nyambut gawe

Menthok, menthok mung lakumu

Megal megol gawe guyu….”

Ini adalah lirik lagu tradisional Jawa yang berjudul “Menthok-Menthok” yang bila diubah ke dalam Bahasia Indonesia, kira-kira artinya seperti ini :

“…Menthok, menthok saya beri tahu

Wajahmu itu memalukan

Jangan memperlihatkan diri di kandang saja

Enak enak tidur nyenyak, tidak bekerja

Menthok, menthok jalanmu itu

Megal megol (pantat kekanan kekiri ) bikin ketawa…”

Ini adalah salah satu warisan budaya bangsa yang berasal dari tanah Jawa. Biasanya lagu ini digunakan untuk mengiringi permainan tradisional anak-anak di desa. Ada pula yang mengaransemen ulang lagu ini untuk mengiringi tarian Jawa, baik klasik ataupun modern. Menthog sendiri bisa diartikan sebagai entog atau hewan yang masih satu ras dengan bebek. Dibalik asal lagu tersebut, ternyata lagu menthog menthog ini mengandung filosofi yang sangat dalam, yaitu mengajarkan masyarakat untuk membentuk sebuah karakter kuat agar saat dewasa kelak dapat bekerja keras mencari nafkah.

Dari lirik diatas terdapat barisan kata “Enak enak ngorok, ora nyambut gawe” yang artinya enak-enak tidur, tidak bekerja atau bisa disebut sebagai pemalas. Ya memang, orang yang berumur produktif, sehat jiwa dan raga, sehari-harinya hanya berdiam di rumah bahkan tak mau mencari kerja sangatlah wajar jika dikatakan sebagai pemalas. Padahal jika disadari, sifat malas sebenarnya hanya sebuah ego yang akan menarik kita dalam kesusahan & kemiskinan.

Ada yang mengatakan bahwa kaya dan miskin adalah takdir Tuhan. Tapi manusia bisa mengubah takdir itu dengan cara berusaha keras untuk mengubah nasib menjadi lebih baik. Tak usah jauh-jauh, masih ingat almarhum Bob Sadino, dulunya dia hanyalah supir taxi dan kuli bangunan hingga akhirnya bisa masuk sebagai jajaran orang kaya di Indonesia karena ia mau bekerja keras. Ada pula Tukul Arwana, dulu dia pun hanyalah supir angkutan dan penyiar radio humor dengan bayaran sangat kecil namun nasibnya mujur karena dia mau bekerja keras di bidang entertainment. Masih banyak orang yang sekarang kita kenal sebagai orang sukses dimana dulunya hidup miskin & penuh keprihatinan.

Kembali memaknai lagu Menthog-menthog, setiap orang bisa sukses asal dia mau mempersiapkan diri, menjalankan rencananya dan pantang menyerah saat ditembak hambatan. Saya sangat bersyukur hidup dari keluarga sederhana dimana saya menyadari bahwa saya harus mandiri dan hidup dari hasil keringat sendiri. Bagaimanapun juga, masa depan saya hanyalah saya penentu utamanya. Mereka, keluarga saya hanya supporter yang akan selalu memotivasi saya untuk berani dan maju melawati hambatan dan masalah hidup. Sedangkan suami, saya anggap sebagai partner kerja yang bisa menggandeng saya kemanapun melangkah (Hihihihii rada lebay dikit).

Saya memiliki sebuah teman yang menurut saya sangat menginspirasi. Seorang teman laki-laki, sebut saja Rudi. Dia adalah teman satu komunitas saat dulu saya masih kuliah. Saya sangat paham bahwa dia berasal dari keluarga yang kurang mampu, telihat dari gaya hidup dan kesederhanaannya. Walaupun begitu, dia tak pernah merasa minder karena anaknya memang aktif sehingga memiliki banyak teman. Bahkan wajahnya yang lucu kadang bisa membuat orang lain terhibur ditambah dengan tingkah lakunya yang super kocak. Suatu ketika, kami satu teman komunitas makan di sebuah warung soto. Disana hampir semua teman saya memesan soto pisah, sedangkan Rudi memesan soto campur (harga soto campur lebih murah karena porsi lebih sedikit). Lalu, saat ditanya mau minum apa, saya dan teman-teman lainnya ada yang memesan es teh, es jeruk, kopi susu dll. Sedangkan Rudi hanya memesan air putih. Dari situ saya mulai menyadari betapa berat dia mengeluarkan uang hanya untuk sekedar makan soto yang pada saat itu mungkin jika ditotal, soto dan es teh hanya berkisar Rp.7.000,-. Dan di pertemuan kami selanjutnya, makin banyak hal yang saya lihat tentang kesederhanaannya. Pernah suatu ketika saking ibanya, saya bilang kalau saya yang akan mentraktir makan dia, tapi dia langsung menolak dan bilang tidak usah. Dia bilang masih punya uang.

Hari demi hari telah kami lalui hingga akhirnya kami berpisah karena tinggal di beda kota setelah lulus kuliah. Akhirnya dia diterima sebagai karyawan di sebuah perusahaan milik BUMN terkemuka. Mungkin ini rezeki yang telah Tuhan persiapkan atas segala kondisi menyedihkan & kekuatannya yang masih mampu berdiri dalam kondisi ekonomi keluarga yang serba terbatas. Beberapa tahun lamanya, akhirnya dia menduduki jabatan tinggi di perusahaannya. Lebih dari itu, fasilitas untuk jalan-jalan ke luar negeri telah ia kecap dan tentunya gajinya sudah melambung tinggi. Kini dia sudah bisa mengangkat derajat keluarganya dengan membangunkan rumah bagus untuk kedua orang tuanya dan hidup serba berkecukupan.

Itulah sedikit pengalaman nyata seorang teman saya bahwa kerja keras adalah kunci untuk sukses. Ibarat pepatah mengatakan, “Maju Terus, Pantang Mundur” atau “Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”. Saat menghadapi hambatan, kita bayangkan kembali untuk tujuan apa dan untuk siapa kita bekerja keras, apakah untuk membahagiakan keluarga, orang tua, adik, kakak, suami dan semua orang yang kita cintai? Bayangkan jika perjuangan kita terhenti hanya gara-gara menyerah terhadap hambatan? Kita takkan bisa membahagiakan mereka.

Filosofi hebat dibalik lagu menthog-menthog ada baiknya kita tanamkan di dalam kehidupan. Buang kemalasan, kencangkan ikat pinggang untuk berjuang dan rasakan kesuksesan suau hari nanti. Jika ada yang tanya, bukankah kemalasan itu wajar sebagai akibat kejenuhan? Betul, orang jenuh pasti bawaannya malas dan ini tidak dilarang. Tapi, semua ada waktunya dan jangan berlama-lama terbawa arus kemalasan agar tidak merugikan Anda sendiri.

Saya yakin Anda adalah calon orang sukses di masa yang akan datang, asal tidak mencontoh perilaku menthog. Hehehe salam.

Riana Dewie

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun