Mohon tunggu...
INDRIAN SAFKA FAUZI (Aa Rian)
INDRIAN SAFKA FAUZI (Aa Rian) Mohon Tunggu... Penulis - Sang pemerhati abadi. Pemimpin bagi dirinya sendiri.

Hamba Allah dan Umat Muhammad Saw. 🌏 Semakin besar harapan kepada Allah melebihi harapan kepada makhluk-Nya, semakin besar pula potensi dan kekuatan yang kita miliki 🌏 Link Akun Pertama: https://www.kompasiana.com/integrityrian 🌏 Surel: indsafka@gmail.com 🌏

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tentang Bagaimana Cara Meretas Nasib Berdasar Petunjuk Kitab Suci Umat Beragama

11 Juni 2023   04:00 Diperbarui: 11 Juni 2023   11:10 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Nasib (pexels.com, keyword: Fate)

Izinkan saya memaparkan cara meretas nasib melalui pendekatan kitab suci, yakni Veda dan Al-Qur'an.

Meretas Nasib dengan pendekatan pengetahuan Veda

Dalam Veda, terdapat pengetahuan tentang hukum kasualitas yang disebut Karmaphala. Bahwa setiap perbuatan menghasilkan hasil. Perbuatan baik menghasilkan nasib mujur, sementara perbuatan buruk menghasilkan nasib malang, ini disebabkan perbuatan baik dicintai para dewa/malaikat sehingga dewa/malaikat menaungi pikiran seorang agar terjaga dalam sifat-sifat kebaikan. Sementara perbuatan buruk disukai oleh Iblis dan Setan yang terus mengikat seorang dalam kubangan dosa, karena seorang dalam pengaruh bisikan iblis dan setan terutama di zaman Kaliyuga saat ini.

Dalam Veda dijelaskan bahwa dalam karma, perbuatan dibagi menjadi tiga jenis:

  • Perbuatan melalui pikiran
  • Perbuatan melalui perkataan
  • Perbuatan melalui tingkah laku

Dalam Bhagavad Gita Sloka 2.47 dijelaskan:

Sumber: Bhagavad Gita Menurut Aslinya
Sumber: Bhagavad Gita Menurut Aslinya

Penjelasan:

Tugas-tugas kewajiban manusia yang telah ditetapkan oleh Kitab Suci, terdiri dari tiga bagian, yaitu:

  • Pekerjaan biasa.
  • Pekerjaan darurat.
  • Pekerjaan didasari oleh keinginan duniawi. 

Pekerjaan biasa dan pekerjaan darurat yang dilakukan sebagai kewajiban berdasarkan peraturan Kitab Suci tanpa keinginan sang diri untuk menikmati hasil adalah perbuatan dalam sifat kebaikan. 

Contoh: seorang prajurit melaksanakan tugasnya sebagai alat negara untuk melindungi rakyat dari invasi bangsa lain. Maka ia melaksanakan pekerjaan atas dasar apa yang menjadi kebaikannya, bukan berdasarkan keinginan pribadi semata, jika ia gugur dalam tugas maka kehidupan setelah kematian bersifat kebaikan (memperoleh kebaikan di akhirat), dan apabila ia berhasil dalam tugasnya maka ia memperoleh kebaikan pula di alam dunia.

Pekerjaan berasal dari keinginan duniawi membawa hasil yang menyebabkan ikatan. Oleh karena itu, pekerjaan jenis demikian itu tidaklah menguntungkan. Karena semakin mengikat seorang dengan kesibukan dunia yang fana.

Contoh: seorang melakukan pekerjaan untuk angan-angan materi yang ia citakan, seperti bekerja giat untuk dapat membeli mobil dengan mencicil per bulannya. Maka ia semakin terikat dengan cicilan, jika ia tidak sibuk dalam pekerjaan yang dapat melunasi hutangnya, dapat menimbulkan permasalahan baru yang semakin mengikatnya dalam kesibukan dunia.

Semua orang mempunyai hak milik atas tugas-tugas kewajiban yang sudah ditetapkan, tetapi sebaiknya seorang bertindak tanpa ikatan terhadap hasil. Tugas-tugas kewajiban tanpa mementingkan diri sendiri seperti itu tentu saja membawa seseorang ke jalan pembebasan (mukti).

Meretas nasib dengan pendekatan pengetahuan Al-Qur'an

Al-Qur'an menjelaskan hal yang jelas tentang nasib manusia perihal orang-orang yang bernasib beruntung, juga yang bernasib malang. Orang-orang yang beruntung telah disebutkan dalam surah Al-Mu'minun ayat 1-5 dengan keterangan yang jelas, yang berbunyi:

Sumber: kalam.sindonews.com
Sumber: kalam.sindonews.com

Jadi yang menjadikan seorang beruntung berdasar pengetahuan Al-Qur'an adalah:

  • Keimanan yang mantap dan diterima Allah (Rukun Iman seluruhnya diimani).
  • Kekhusyukan saat menjalankan ibadah salat, yang mana salat adalah sarana mengingat Allah sebagaimana yang diterangkan Al-Qur'an surah Taha ayat 14.
  • Menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tiada berguna, karena perkataan yang terucap dan tertulis dapat mempengaruhi nasib seorang, sedikit dan banyak yang menjadi saksi atas perkataan tersebut dan itu menjadi penilaian tersendiri dari yang menyaksikan atas diri kita.
  • Menunaikan kewajiban zakat, dalam artian dalam keseharian pun selalu mengaplikasikan kegiatan derma dan kasih sayang, hal ini mempengaruhi nasib kita karena para malaikat yang menyaksikan menjadi saksi kuat atas kebaikan kita.
  • Memelihara kemaluan (terutama tidak zina) sangat mempengaruhi nasib seorang kedepannya, karena dirinya telah menjaga amanah tubuh dalam kesucian.

Sementara orang yang bernasib malang telah disebutkan dalam surah Asy-Syura ayat 30, yang berbunyi:

Sumber: kalam.sindonews.com
Sumber: kalam.sindonews.com

Sebagai penjelas, perbuatan seorang dimulai dari kata-katanya, dan apa yang ia tulis dan ucap menjadi kata, tentu bersumber dari kualitas pikirannya. Sehingga ditemukan benang merah ... bahwa musibah yang seorang terima disebabkan dari kualitas pikirannya terlebih dahulu. Kualitas pikiran yang buruk dapat terjadi karena seorang yang beragama muslim, telah melanggar ketetapan yang sudah dijelaskan dalam surah Al-Mu'minun ayat 1-5 diatas, dan itu sudah menjadi ketetapan Allah bahwa kebalikan dari keberuntungan adalah kemalangan.

Artinya seorang muslim yang tidak menunaikan keterangan surah Al-Mu'minun ayat 1-5, jelas memiliki nasib yang berkebalikan dari keberuntungan. Jadi bisa dikatakan ia telah:

  • Mengaku muslim namun lenyap keimanannya terhadap Rukun Iman yang enam.
  • Tidak khusyuk dalam salatnya, atau bahkan lebih celaka lagi ... yakni meninggalkan salat dengan sengaja.
  • Selalu membiasakan berkata yang tiada berguna, sehingga orang-orang yang menyaksikan merasa risih dan membuat sugesti negatif kepada dirinya yang berbuat demikian, yang berdampak pada nasibnya seperti apa yang ia telah ucapkan.
  • Tidak menunaikan kewajiban zakat (bagi yang terkena kewajiban), dan dalam keseharian menjauhkan diri dari perbuatan derma dan kasih sayang, sehingga membuat hatinya mengeras dan berdampak pada sifat belas kasihnya yang makin hari makin mati.
  • Tidak memelihara kemaluan dengan melakukan perbuatan zina.

Apabila segolongan manusia (terutama muslim) secara kesadaran kolektif (yaitu sekelompok masyarakat) melanggar ketentuan ini secara serempak, dapat dipastikan musibah menimpa sekelompok masyarakat tersebut, dapat berupa bencana alam, wabah penyakit, dan degradasi moral masyarakat seperti merajanya aksi kriminalitas. Karena malaikat Allah yang bertugas dalam pemeliharaan, telah berpaling dari masyarakat tersebut, sehingga masyarakat jatuh terus menerus dalam perbuatan dosa, dan mengakibatkan setan dan iblis merajai pikiran manusia didalam lingkungan tersebut yang menjerumuskan dalam lembah kebinasaan. Pergaulan masyarakat yang dominan, dapat menjadi faktor eksternal yang mempengaruhi kondisi mental seseorang dalam berkebiasaan.

Sebagai wasana kata

Kesadaran untuk meraih keberuntungan dan menghindari kemalangan, dimulai dari kualitas pikiran manusianya itu sendiri. Dengan mengamalkan surah Al-Mu'minun ayat 1-5 dan menyadari pengetahuan tentang Karma, kita mampu meretas nasib kita di dunia hingga kelak di kehidupan akhirat.

Cimahi, 11 Juni 2023.

Aa Rian untuk Kompasiana dan Warganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun