Contoh: seorang melakukan pekerjaan untuk angan-angan materi yang ia citakan, seperti bekerja giat untuk dapat membeli mobil dengan mencicil per bulannya. Maka ia semakin terikat dengan cicilan, jika ia tidak sibuk dalam pekerjaan yang dapat melunasi hutangnya, dapat menimbulkan permasalahan baru yang semakin mengikatnya dalam kesibukan dunia.
Semua orang mempunyai hak milik atas tugas-tugas kewajiban yang sudah ditetapkan, tetapi sebaiknya seorang bertindak tanpa ikatan terhadap hasil. Tugas-tugas kewajiban tanpa mementingkan diri sendiri seperti itu tentu saja membawa seseorang ke jalan pembebasan (mukti).
Meretas nasib dengan pendekatan pengetahuan Al-Qur'an
Al-Qur'an menjelaskan hal yang jelas tentang nasib manusia perihal orang-orang yang bernasib beruntung, juga yang bernasib malang. Orang-orang yang beruntung telah disebutkan dalam surah Al-Mu'minun ayat 1-5 dengan keterangan yang jelas, yang berbunyi:
Jadi yang menjadikan seorang beruntung berdasar pengetahuan Al-Qur'an adalah:
- Keimanan yang mantap dan diterima Allah (Rukun Iman seluruhnya diimani).
- Kekhusyukan saat menjalankan ibadah salat, yang mana salat adalah sarana mengingat Allah sebagaimana yang diterangkan Al-Qur'an surah Taha ayat 14.
- Menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tiada berguna, karena perkataan yang terucap dan tertulis dapat mempengaruhi nasib seorang, sedikit dan banyak yang menjadi saksi atas perkataan tersebut dan itu menjadi penilaian tersendiri dari yang menyaksikan atas diri kita.
- Menunaikan kewajiban zakat, dalam artian dalam keseharian pun selalu mengaplikasikan kegiatan derma dan kasih sayang, hal ini mempengaruhi nasib kita karena para malaikat yang menyaksikan menjadi saksi kuat atas kebaikan kita.
- Memelihara kemaluan (terutama tidak zina) sangat mempengaruhi nasib seorang kedepannya, karena dirinya telah menjaga amanah tubuh dalam kesucian.
Sementara orang yang bernasib malang telah disebutkan dalam surah Asy-Syura ayat 30, yang berbunyi:
Sebagai penjelas, perbuatan seorang dimulai dari kata-katanya, dan apa yang ia tulis dan ucap menjadi kata, tentu bersumber dari kualitas pikirannya. Sehingga ditemukan benang merah ... bahwa musibah yang seorang terima disebabkan dari kualitas pikirannya terlebih dahulu. Kualitas pikiran yang buruk dapat terjadi karena seorang yang beragama muslim, telah melanggar ketetapan yang sudah dijelaskan dalam surah Al-Mu'minun ayat 1-5 diatas, dan itu sudah menjadi ketetapan Allah bahwa kebalikan dari keberuntungan adalah kemalangan.
Artinya seorang muslim yang tidak menunaikan keterangan surah Al-Mu'minun ayat 1-5, jelas memiliki nasib yang berkebalikan dari keberuntungan. Jadi bisa dikatakan ia telah:
- Mengaku muslim namun lenyap keimanannya terhadap Rukun Iman yang enam.
- Tidak khusyuk dalam salatnya, atau bahkan lebih celaka lagi ... yakni meninggalkan salat dengan sengaja.
- Selalu membiasakan berkata yang tiada berguna, sehingga orang-orang yang menyaksikan merasa risih dan membuat sugesti negatif kepada dirinya yang berbuat demikian, yang berdampak pada nasibnya seperti apa yang ia telah ucapkan.
- Tidak menunaikan kewajiban zakat (bagi yang terkena kewajiban), dan dalam keseharian menjauhkan diri dari perbuatan derma dan kasih sayang, sehingga membuat hatinya mengeras dan berdampak pada sifat belas kasihnya yang makin hari makin mati.
- Tidak memelihara kemaluan dengan melakukan perbuatan zina.
Apabila segolongan manusia (terutama muslim) secara kesadaran kolektif (yaitu sekelompok masyarakat) melanggar ketentuan ini secara serempak, dapat dipastikan musibah menimpa sekelompok masyarakat tersebut, dapat berupa bencana alam, wabah penyakit, dan degradasi moral masyarakat seperti merajanya aksi kriminalitas. Karena malaikat Allah yang bertugas dalam pemeliharaan, telah berpaling dari masyarakat tersebut, sehingga masyarakat jatuh terus menerus dalam perbuatan dosa, dan mengakibatkan setan dan iblis merajai pikiran manusia didalam lingkungan tersebut yang menjerumuskan dalam lembah kebinasaan. Pergaulan masyarakat yang dominan, dapat menjadi faktor eksternal yang mempengaruhi kondisi mental seseorang dalam berkebiasaan.
Sebagai wasana kata
Kesadaran untuk meraih keberuntungan dan menghindari kemalangan, dimulai dari kualitas pikiran manusianya itu sendiri. Dengan mengamalkan surah Al-Mu'minun ayat 1-5 dan menyadari pengetahuan tentang Karma, kita mampu meretas nasib kita di dunia hingga kelak di kehidupan akhirat.