Hai Sahabat Pembaca!
Sebagaimana pandangan visioner leluhur kita akan kehadiran sosok Ratu Adil ataupun Satrio Piningit yang kedunungan wahyu guna menyelamatkan bangsa ini dari kemelut krisis pastilah terjadi karena ditandai dengan berbagai gejolak alam seperti gempa bumi.
Mari kita buka lembaran Al-Quran tentang peristiwa dahysat Banjir Nabi Nuh. Allah telah menunjuk Nuh sebagai pemimpin muka bumi sekaligus seorang Nabi, dengan ketabahannya Nuh mengajak kaumnya untuk mau mengikutinya. Apadaya bahkan Istri dan Anaknya bernama Kan'an termasuk orang-orang yang mendustakan petunjuk Allah melalui seorang suami sekaligus ayah.
Bukan cocoklogi sekadar mencocok-cocokan perisitiwa. Jika Allah berkehendak menunjuk seorang pemimpin sekaligus seorang yang mewarisi sifat kenabian yakni Amanah, Tabligh, Fathanah dan Shiddiq ataupun menurut leluhur kita yakni Bener, Jejeg dan Lurus teruntuk bangsa Indonesia ini. Maka... barangsiapa yang mengingkarinya dan memiliki sifat yang berlawanan dengan sang pemimpin tersebut, maka binasalah ia dan lenyap dari peradaban dunia.
Oleh karenanya di masa kepemimpinan seorang yang telah Allah tunjuk untuk memimpin bangsa Indonesia ini, Sang Pemimpin wajib mengikuti petunjuk Allah dengan senantiasa mendekatkan diri pada-Nya, karena jika tidak Rakyat Murka. Namun jika Sang Pemimpin tidak beritikad untuk penyelamatan rakyatnya secara lahir dan bathin, maka Allah Murka padanya.
Dengan demikian beliau akan mendekati penyampaiannya kepada Rakyat sebagaimana yang disampaikan Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq R.A dan Khalifah Umar bin Khattab R.A saat ditunjuk menjadi Khalifah di zamannya:
"Wahai rakyatku ikutilah aku dan taatilah aku jika Aku mengikuti Petunjuk Allah dan Ketetapan-Nya, dan sampaikanlah kritik membangun untuk mengingatkanku, jika aku menyimpang dari Petunjuk Allah dan Ketetapan-Nya."
Maka dapat kita simpulkan, agar kita selamat dari proses sortir kemanusiaan untuk melanjutkan peradaban bangsa yang luhur, kita mesti mengikuti kewajiban yang disampaikan firman Allah yakni, "Iqra!" yang berarti "Bacalah!" maka kita diwajibkan untuk membaca ilmu pengetahuan dan memahaminya kemudian mengaplikasikannya. Lalu menjauhi bacaan-bacaan penuh dusta yang dikenal Hoaks yang menyesatkan diri dan orang banyak.
Apabila kita cenderung mudah menerima berita hoaks, maka dipertanyakanlah kejujuran kita semasa hidup di alam dunia ini. Orang jujur cenderung mendapati berita yang terpercaya. Sementara orang-orang yang tidak lepas dari kebohongan-kebohongan maka ia mudah termakan berita bohong, karena tak pernah ber-tabayyun atau mengkroscek berita yang didapatinya.
Orang-orang yang mudah termakan berita bohonglah apalagi yang membuat dan menyebarkannya, yang kemudian akan mengalami kebinasaan saat proses sortir kemanusiaan yang ditandai gejolak alam. Begitupun orang-orang anti cinta-kasih juga keimanannya kepada Allah tidak dirasakan oleh Hati dan diketahui realitas kebenarannya oleh akal, juga orang-orang yang menyalahgunakan ilmu pengetahuan untuk mengeksploitasi fisik, mental dan harta yang dimiliki sesamanya.
Maka bertaubatlah sebelum terlambat dan segera lakukan perbaikan diri, dan jika mengakibatkan kerugian pada sesama, gantilah kerugian itu secara adil (tidak menyebabkan perselisihan).
Nah.
Termasuk golongan manakah saya?
Jawaban ada dalam nurani masing-masing.
Tertanda.
Aa Rian (Indrian Safka Fauzi)
Cimahi, 28 Desember 2022.
Aa Rian untuk Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H