Hai Sahabat Pembaca!
Ajaran Islam dengan begitu tegasnya melarang kaum muslimin-muslimat melakukan Tajassus atau mencari-cari kejelekan saudara kemanusiaan dengan maksud mempermalukannya.
Selain menyebabkan pertengkaran, juga dapat menghancurkan reputasi dan kepercayaan yang melakukan perilaku buruk tersebut.
Apalagi jika kita memosting tulisan di medsos yang membongkar aib sesamanya dengan tujuan mempermalukannya. Adapun seni tata bahasa seakan samar antara peduli dan menjatuhkan kepada sang korban yang hendak dipermalukan, padahal terdapat niat jahat terselubung yang bermaksud menyerang karakter sang korban.
Membongkar aib sesama, yang diawali memata-matai kesalahan dan keburukan sasaran yang hendak ia permalukan, jika benar tuduhan yang dilontarkannya maka disebutlah seorang tersebut sedang menggunjing sesamanya. Dan jika tuduhan yang dilontarkan kepada sesamanya ternyata tidaklah benar dan tidak sesuai realitas, maka ia sudah memfitnah saudara dalam kemanusiaan.
Seperti kita ketahui, bahwa fitnah lebih keji daripada pembunuhan. Sementara menggunjing sama seperti memakan bangkai sauudaranya sendiri. Apakah rasa memakan bangkai? Apalagi bangkai saudara sendiri? Apa kita tidak merasa jijik dengan perbuatan dari menggunjing?
Senang mencari-cari kesalahan dan keburukan orang, hanya akan berdampak fatal di kemudian hari.
Sampai saat ini, banyak orang yang sudah mendapati kehilangan kepercayaan dari publik disebabkan karena menggunjing dan memfitnah saudara kemanusiaan di media sosial.
Menggunjing dan memfitnah saudara kemanusiaan di media sosial sama dengan menggali kuburan sendiri di alam dunia ini. Apalagi dikemudian hari ternyata fakta-fakta yang ternyata terungkap dimasa depan, dapat mematahkan tuduhan dari tulisan-tulisan gunjingan dan fitnah dari akun media sosial seorang. Yang tadinya berniat mempermalukan saudara dalam kemanusiaan, ia malah terjebak dengan kata-kata sendiri yang ia tulis di sosial media, sungguh blunder yang sangat fatal dan pedih.
Kita sudah lihat banyak orang berjatuhan terkurung dalam jeruji besi karena diawali dengan perilaku Tajassus ini. Apalagi rekam jejak digital itu sangat sulit untuk dihapus, dan yang paling parah kalau sudah ada yang mengabadikannya berupa jepretan screenshot yang viral kemudian hari.
Jadi.
Masih senangkah diri memata-matai dan mencari-cari kesalahan dan keburukan saudara dalam kemanusiaan dengan tujuan mempermalukan sesama?
Ingat!
Jika kita masih suka melihat kesalahan dan keburukan sesama yang didasari rasa dengki dan permusuhan, itulah cermin pribadi kita yang juga penuh kesalahan dan keburukan.
Sesama manusia adalah cerminan bagi sesamanya. Kalau kita selalu melihat kebaikan sekecil apapun dalam diri sesama kita, maka diri kita pun kelak akan dinilai baik oleh sesama kita. Namun jika kita selalu melihat kejelekan sekecil apapun dalam diri sesama kita, maka kita pun kelak akan dinilai jelek oleh sesama kita.
Pilihan ada di tangan kita.
Pesan terakhir saya di artikel ini. Janganlah termasuk orang-orang merugi disebabkan perbuatan sendiri.
Tertanda.
Aa Rian (Indrian Safka Fauzi)
Cimahi, 26 Desember 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H