Meski kami sangat kehilangan sosok ayah, tapi kami tak kan lupakan ajaran luhur dari beliau yaitu, selalu mengalah dalam segala urusan terutama harta, selalu salat, penuh kasih pada sesama, tidak pelit terhadap rejeki yang kita peroleh untuk orang lain. Meski belum sepenuhnya bisa melakukan, kami semua tetap berusaha.
Ternyata pesan ayah juga wasiatnya minta dimakamkan di belakang rumah, sekarang saya rasakan begitu mengandung ikatan batin. Selain tempatnya tidak jauh, rasanya kami kalau melewati belakang rumah selalu ingin bertanya, bagaimana kabarmu di alam barzakh ayah?Â
Pertanyaan itu yang membuat kami selalu ingin mendoakan ayah, juga mengingat pesan tentang kematian yang tak dapat ditolak maupun diminta. Mengenangnya adalah sebuah keindahan dalam doa doa.
Tentang Penulis
Riami, tinggal di Malang. Pernah menulis di Malang Post, penulis buku " Catatan Harian Belajar di Bukit  Nuris", "Pelangi Krinduan", " Kisah Romansa di Negeri Awan", dan "Serpihan-serpihan Kisah Kita",  aktif menulis di kompasiana.com, aktif di Group Sahabat Guru Super Indonesia, sedang mendalami haiku di Group Kelas Puisi Alit (KEPUL) yang di ampu oleh penyair Mohamad Iskandar. Mendalami Puisi bebas di Kelas AIS( Asqalani Imagination Schol) diampu oleh Muhammad Asqalani eNeSTe,  Mengajar di SMPN 2 Pakisaji Kab. Malang.
Instagram: Riami7482, Facebook: Ria Mi
Blog kepenulisan pribadi: riaminuris.blogspot.co.id
No. WA: 085100054846
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H