Ketika kau berpikir sudah berbuat banyak dan dicaci, bahkan orang-orang memandang sinis akan upayamu. Kau merasa kerdil dan terdiskriminasikan hingga ingin pergi jauh saja.
Jauh sebelum itu terjadi pada dirimu, adalah ia sosok yang dahulu berperang demi kaum musrik dan mengalahkan kaum muslimin di Mekkah.
Kemudian ia hidayah menyapanya, ia pun menjadi komandan pasukan muslim, menggantikan 3 orang pemimpin sebelumnya yang telah syahid.
Ia memimpin pasukan muslim melawan para Nasrani dan Romawi di dekat daerah yang dinamakan Mut'ah.
Dengan gagah perkasa ia mengatur strategi agar bisa melawan para musrikin meski dalam keterbatasan jumlah pasukan. Tiga ribu prajurit melawan 200 ribu pasukan bukanlah hal yang sebanding.
Namun dengan kecerdasannya, ia mampu mengalahkan kaum musyrikin dan membuat kaum muslimin bersuka cita atas kemenangan tersebut.
Tiba di sana, ia bahkan dicemooh karena dianggap penakut. Mengapa tak dikejar saja pasukan yang telah mereka kalahkan?
Mereka tidak tahu, kalau saja ia mengejar, mungkin ia akan strateginya akan ketahuan oleh para musuh. Parahnya lagi, kelemahan mereka akan segera tertangkap. Boleh jadi mereka masih berada dalam jumlah yang banyak dan dapat menghabisi pasukan muslimin.
Demi itu semua, Khalid Bin Walid menanggung cemoohan dari sebagian penduduk Madinah kala itu. Syukurlah sabda Rasulullah meluruskan segalanya, bahwa ia bukanlah orang yang lari dari Medan perang, akan tetapi tujuannya adalah semat mengatur strategi.
Mereka yang mencemooh, bukanlah orang yang paham akan maksud Khalid Bin Walid. Wajar kalau merendahkan dan menghina.
Namun, hal itu tidak menjadikan Khalid Bin Walid merasa patah arang, apalagi keluar dari barisan pasukan Rasulullah.