Mohon tunggu...
Ria Fachria
Ria Fachria Mohon Tunggu... Novelis - Menulis, menghargai diri dalam kata

Seorang penulis yang masih belajar mengeja kata baik sebagai Content Writer, Ghost writer, dan penulis novel anak dan dewasa. Penulis menyukai budaya, alam dan segala senti ciptaan Tuhan di jagad raya yang terbentang luas ini.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Buanglah Marah Pada Tempatnya

12 Januari 2021   09:02 Diperbarui: 12 Januari 2021   09:05 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada kisah tentang seorang anak yang pemarah. Ayahnya prihatin dengan ulah anaknya yang suka merusak benda-benda ketika marahnya kumat.

Sang ayah berpikir keras, bagaimana menyembuhkan sang anak dari wataknya tersebut. 

Hingga suatu ketika, sang ayah meminta sang anak memukulkan paku pada tembok belakang rumahnya ketika marah. Dan dalam sebulan, tembok itupun sudah dipenuhi dengan paku. 

Sang ayah pun meminta si anak agar mencabut paku itu satu persatu. Setelah paku tersebut bersih, sang ayah memperlihatkan dinding yang penuh lubang paku kepada si anak. 

"Kamu lihatkan bekas paku di dinding tersebut? Apakah dia tampak indah? " tanyanya pada si anak. 

"Tentu saja tidak ayah, " jawab si anak dengan sedih. 

"Bagaimana kalau kita tambal kembali dindingnya? "ajak ayah pula. 

Merekapun sibuk menambal lumbang dinding dengan adukan semen dan pasir. 

Ketika sudah selesai, sang ayah memperlihatkan kembali dinding tersebut pada sia anak. "Bagaimana menurutmu?  Apakah tampak indah? "

Si anak nampak termenung dan menyadari bahwa dinding tersebut sudah tak seindah semula, saat belum ada bekas paku. 

Memang kalau lagi emosi. Sangat enak sekali langsung mengumbarnya tanpa mempedulikan hasilnya. Tinggal marah saja, apanya yang susah. Setelah itu hati kita jadi lega. 

Tapi ingatkah kita? Di tempat yang telah kita tancapkan paku amarah tadi, ada hati yang berlubang. Mungkin bisa memaafkan. Tapi tak bisa melupakan begitu saja. Butuh waktu untuk menambal lubang tersebut walaupun hasilnya tak indah dan menampakkan bekas. 

Entah kenapa orang-orang sering mengaitkan emosi dengan amarah, padahal emosi itu  menurut Richard G. Warga dalam bukunya Personal Awareness: A Psychology of Adjustment , yaitu senang, sedih, cinta, takut, dan marah.

Sangat normal jika memiliki kelima emosi tersebut, karena kita adalah manusia. Namun yang salah adalah menempatkan rasa marah yang kurang tepat. 

Dulu saya punya teman yang marah sama saya, padahal yang bikin dia marah perkataan teman yang lain. 

Anak saya juga pernah, sepulang sekolah, marah sama saya tanpa sebab. Saat dia mulai tenang, dia mulai cerita, kalau dia kesal sama temannya yang tidak mengembalikan bukunya. 

See. Seringkali bahkan kita jadinya menyakiti orang yang tak ada sangkut pautnya dengan masalah kita, hanya karena dia mau mendengar.

Di kantor ada masalah, pulangnya istri jadi sasaran kemarahan. Istri sedang kesal karena uang belanjanya tidak cukup lagi, akhirnya anak yang jadi korban. 

Yup, betapa mudahnya ketika rasa itu datang kita mengorbankan orang-orang yang kita sayang. 

Padahal jika marah itu di tempatkan pada tempatnya, marah juga bermanfaat. Marah ketika melihat agamanya diganggu seperti yang dicontohkan para sahabat nabi. 

Marah ketika negaranya dijajah, seperti yang dicontohkan para pahlawan, sehingga Negeri ini merdeka. Jauh banget ya membayangkan, kalau begitu bayangkan saja, kalau kita ditindas tapi hanya diam saja. Mungkin kita akan mati terbunuh. Tapi ketika kita marah dan melawan maka kita bisa selamat. Bukankah orang yang cerdas adalah orang yang bisa mempertahankan haknya? Maka marahlah demi menjaga hak diri sendiri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun