Mohon tunggu...
Nalar Keropos
Nalar Keropos Mohon Tunggu... Penulis - Dianggap Introvert tapi sering merasa Ekstrovert

Suci yang tidak bersih adalah kertas tanpa coretan kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Stop untuk Bersikap Remeh-temeh!

5 Desember 2020   13:45 Diperbarui: 5 Desember 2020   13:48 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Merupakan sebuah keniscayaan, segala hal yang ada di alam semesta ini memiliki nilainya masing-masing. Bahkan sekecil dan seremeh temeh apapun hal itu, pasti ada nilai yang dikandungnya. Justru seringkali kita tidak menduga beberapa hal yang kita anggap sangat remeh saat mengabaikannya bisa berakibat fatal bagi kita.

Misalnya, buang sampah pada tempatnya. Salah satu hal yang sangat sering kita sepelekan dan sangat berat untuk kita lakukan. Sialnya, dampak dari menyepelekannya tidak sesederhana pelaksanaannya. Artinya, jika kita tidak buang sampah pada tempatnya, maka ada bencana yang sangat besar sedang menanti.

Kita sudah sangat sering mendengar/menyaksikan bencana alam seperti banjir, yang salah satu penyebabnya karena adanya sejumlah warga yang tidak peduli (meremehkan) dengan kebersihan lingkungan. Akibatnya, membuang sampah di sembarang tempat (seperti di sungai, selokan, aliran irigasi, dan tempat-tempat lainnya yang tidak layak untuk dijadikan sebagai tempat sampah) dengan lancang mereka lakukan. 

Dan banjir pun datang sebagai tamu yang tak mereka duga, seolah ingin mengingatkan mereka dengan sebuah pesan "wahai sekalian para manusia yang tidak tahu bersyukur dan hanya bisa mengeluh. Buanglah sampah pada tempatnya. Jika tidak, maka saya sebagai tamu yang selamanya mustahil untuk kalian sambut tidak akan pernah membiarkan kalian tertidur pulas."

Makan tepat waktu juga termasuk salah satu hal yang paling sering kita sepelekan. Kita merasa aman-aman saja dan baik-baik saja saat telat makan, seolah tak ada ancaman yang sedang mengintai. Padahal nyatanya tidak demikian mas dan mba brooo. 

Berdasarkan pada hasil penelitian membuktikan kebiasaan telat makan bisa berakibat pada terjadinya gangguan sistem pencernaan. Para ahli menyebutnya "Irritable Bowel Syndrome". 

Penjelasan sederhananya, telat makan bisa membikin lambung kita jadi "distress". Saat itu terjadi, perut kita akan mengalami kram dan nyeri, diare, dan kembung. Hal tersebut bisa terjadi karena adanya iritasi pada usus yang berakar dari pola makan yang tidak teratur.

Dan tentunya masih banyak lagi hal-hal yang sering kita sepelekan dan bisa berakibat buruk bagi kita jika mengabaikannya. 

Saya kemudian teringat dengan pernyataan seorang ustad (yang saat ini sudah saya lupa namanya) di kampung dulu. Entah saat itu lagi bahas apa, namun yang pasti beberapa poin penting dari perkataannya masih ada yang bisa untuk saya ingat. Barangkali karena bertalian dengan pembahasan yang ada di dalam tulisan ini. 

Menurutnya, kebiasaan menyepelekan sejatinya berpangkal dari adanya paradigma yang timpang dalam menilai segala sesuatu. Sebagian dari kita menganggap sesuatu (apapun itu) akan sangat bernilai jika dan hanya jika darinya ada "kelezatan duniawi" yang bisa dirasakan.

Jika dipikir-pikir pernyataan ustad tersebut ada benarnya juga. Tak perlu repot-repot untuk membuktikan kesahihannya. Sederhana saja, kita hanya cukup dengan melihat di sekitar kita atau kepada diri kita sendiri. Di mana saat kita dihadapkan pada sesuatu yang menjanjikan "kelezatan duniawi" (seperti yang diistilahkan ustad tersebut), bisa dipastikan banyak di antara kita yang akan mustahil untuk tidak menerimanya.

Contoh sederhananya seperti uang. Tentunya tidak ada satupun di antara kita yang tidak menginginkannya. Terlebih lagi jika jumlah yang disodorkannya lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan nafsu duniawi kita. Saya berani untuk mengatakan bahwa "hanya orang-orang yang kebal betul imannya yang bisa lolos dari tantangan ini."

Maka dari itu, tidak sepatutnya kita merasa heran jika kita sering menyaksikan di banyak media pemberitaan tentang ditangkapnya satu per satu pejabat kita (padahal mereka sudah berlimpahan harta loh!) oleh komisi KPK karena sudah mengkorup uang negara. 

Dan tak perlu pula terkaget-kaget saat melihat aksi pencopetan uang oleh para "budak-budak dunia" yang sering terjadi di tempat-tempat umum. 

Semuanya mereka lakukan karena demi uang. Ya, hanya demi uang. Mereka rela mengorbankan nilai kemanusiaan mereka karena uang menjanjikan "kelezatan duniawi" yang tiada tara.

Dalam hal ini tentunya masih banyak lagi hal-hal yang lain selain uang. Pokoknya, selama sesuatu itu kaya akan sisi keduniawian, selama itu pula kita akan berjuang mati-matian untuk memilikinya. Dan sebaliknya, jika sesuatu itu tidak menjanjikan kenikmatan duniawi sama sekali, maka bagi kita lebih baik dibuang saja deh!

Namun tentu saja paradigma yang timpang seperti itu tidak layak untuk kita rawat. Kita harus buang jauh-jauh. Sejauh mungkin tanpa pernah berkeinginan kembali untuk memilikinya.

Karena sejatinya tidak ada satupun di dunia ini yang benar-benar layak untuk kita sepelekan. Semuanya memiliki nilai masing-masing. Bahkan sesederhana apapun sesuatu itu. 

Lagi pula bernilai atau tidaknya sesuatu tidak terletak pada sebesar apa kenikmatan duniawi yang bisa diberikannya. Sebab betapa banyak hal-hal yang kita anggap sangat bernilai, namun ternyata justru malah memberikan kemudharatan yang sangat besar bagi kita. Dan sebaliknya tidak sedikit pula sesuatu yang kita anggap sangat kecil, rupanya malah memberikan manfaat yang jauh lebih besar. 

Saya teringat dengan perkataan Leo Buscaglia, seorang penulis dan pembicara asal Amerika Serikat "Terlalu sering kita meremehkan kekuatan sentuhan, senyuman, kata kata yang ramah, telinga yang mau mendengar, pujian yang jujur, atau tindakan kecil dari kepedulian, yang semuanya memiliki potensi untuk mengubah kehidupan di sekitar."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun