Menangkap kecemasan cucunya, mantan tentara itu mengusap kepalanya. "Kamu itu keturunan darah Petarangan, kudu tangguh le!".
Satya semakin kebingungan, "keturunan Petarangan?" gumamnya dalam hati.
Menyadari kebingungan cucunya, Zainal menyiapkan energi untuk berkisah. Diseruputnya kopi di hadapannya, buatan Mira, Ibu Satya. Cerita dimulai dari silsilah keluarga. Kakek buyut Satya berasal dari lereng Gunung Sumbing, Temanggung. Dirincikan olehnya nama-nama bukit di sekitar wilayah kaki gunung itu.
"Keturunan Petarangan harus mewarisi kekuatan ayam. Ayam moyang kita mampu memenangkan pertempuran dengan ular"
Satya mempertanyakan ucapannya tersebut. Sulit dicerna logika anak muda itu, meragukan keniscayaan kekuatan ayam. Cina melambangkan kekuatan hewan dengan naga, Thailand memilih gajah. Kali pertama bagi Satya mendengar ayam dipilih sebagai sumber filosofi kekuatan wilayah.
Serius Zainal menceritakan asal usul Desa Petarangan, tempat kelahirannya dan nenek moyangnya. Desa itu takkan ada bila ayam peliharaan Kiai Tari, pendakwah islam mampu mengalahkan ular besar peliharaan Pak Dalman Moksa. Sang ayam, sang pemenang kembali ke petarangan atau sangkar, maka nama desa itu dinamakan Desa Petarangan sebagai simbol kekuatan dan kemenangan. Diperkirakan bahwa Zainal keturunan Kiai Tari ketujuh.
"warisilah kekuatan ayam moyangmu"
"Tak mungkin ayam bisa kalahkan ular kek!"
"Kalau mitos ini dari Eropa kau akan percaya bukan?"
Zainal menyayangkan bagaimana generasi muda mengikis mitos yang sebenarnya kaya akan filosofis. Mungkin benar pemikiran Satya, dalam siklus rantai makanan ayam adalah salah satu mangsa ular, tetapi kemenangan ayam itu sebagai simbol bahwa ular yang memiliki konotasi hewan berbahaya dan tak terkalahkan mampu dikalahkan oleh seekor ayam, hewan peliharaan yang tidak memiliki riwayat pembunuh.
"Bila kamu mau mewarisi kekuatan ayam itu, kamu bisa mengalahkannya, ketakutanmu" pesan sang kakek kepada cucunya dalam menghadapi perundungan. Meski bahu bapak empat anak itu tak lagi kekar, otot telah menggelambir namun ketangguhan jiwa tak luntur.