Mohon tunggu...
Ria Agustina
Ria Agustina Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat sayur lodeh dan gereh

Kompasianer pemula 🤗

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Jalan Pagi Jelajah Desa Ketenger: Serunya Berwisata Alam, Sejarah, Budaya dan Kuliner

26 Oktober 2024   11:29 Diperbarui: 30 Oktober 2024   20:08 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gapura Desa Wisata Ketenger di lereng Gunung Slamet. (Dok.pribadi)

Aktivitas jalan kaki memiliki banyak manfaat. Meningkatkan metabolisme, imunitas, kesehatan organ dan fungsi tubuh. Berjalan kaki di alam terbuka saat pagi hari, selain menyehatkan raga, juga menyegarkan jiwa. Panca indera menjadi relaks. Efek segar, semangat, dan bahagia bisa dirasakan setelahnya.

Desa Ketenger merupakan salah satu desa wisata yang terletak di Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas. Letak geografis yang berada di lereng Gunung Slamet, membuat desa ini memiliki pemandangan alam yang elok. Suhu sejuk dan udara segar bisa dirasakan saat berada di sana.

Desa ketenger menjadi salah satu lokasi rekomendasi untuk berolahraga jalan kaki di pagi hari. Bagi para pecinta hiking, Anda akan menemui lintasan yang asyik dan seru.

Selain pemandangan alam sebagai daya tarik wisatanya, hal lain seperti: sejarah, budaya, dan kuliner juga menarik dan bisa ditemui ketika berada di lokasi.

Wisata Alam

Sebutan "desa curug" melekat kepada desa ini. Curug atau air terjun banyak didapati dikarenakan kontur alam lereng gunung. Ada vegetasi hutan alami, lekukan, sungai dan bebatuan.

Delapan curug berada di desa ini. Curug Bayan, Curug Muntu, Curug Pengantin, Curug Kembar, Curug Gede, Curug Pitu, Curug Telu dan Curug Jenggala.

Perjalanan melintasi indahnya alam lereng Gunung Slamet menuju objek wisata curug, bisa menjadi pengalaman yang seru dan menyenangkan. Suara alam akan menemani sepanjang perjalanan. Kicau burung, nyanyian katak dan tonggeret, bersahutan menyemarakkan suasana.

Desa Ketenger telah ditetapkan secara resmi menjadi kawasan wisata. Sarana dan prasarana pendukung telah tersedia dan terus diperbaiki, seperti jalur-jalur baru dan fasilitas umum yang memadai.

Walau ada wisata curug yang telah lama dibuka dan terakomodasi baik, seperti Curug Pitu dan Curug Telu, beberapa curug masih memiliki jalur yang sangat menantang. Letak yang tersembunyi menjadikannya sulit dijangkau orang awam atau pendatang. Curug Jenggala merupakan salah satunya.

Curug Jenggala sendiri dibuka sebagai objek wisata tahun 2016. Hingga saat ini, masih terus berlanjut pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana di area wisatanya.

Pada bulan Juli 2024, bersama seorang sahabat bernama mbak Nuni Munaris, saya berkesempatan menjelajah alam Desa Ketenger. Mbak Nuni sebagai warga Baturraden, mengenal cukup baik wilayah tempat tinggalnya. Dan sebagai pehobi hiking, ia mengenali rute-rute wisata hiking, termasuk rute menuju Curug Jenggala.

Kami mengawali perjalanan pada pukul 08.00 WIB. Titik start adalah pertigaan dekat Curug Bayan. Estimasi perjalanan dengan berjalan kaki santai 1,5 jam menuju tujuan yaitu Curug Jenggala.

Jalan aspal di samping area Curug Bayan bisa dilalui kendaraan mobil dan motor. Tersedia tempat parkir mobil, yaitu di halaman rumah penduduk yang dekat dengan lokasi pipa. Tempat parkir motor bisa di halaman rumah penduduk, atau di area glamping, atau terus naik hingga parkiran Curug Jenggala.

Jalan aspal di samping area Curug Bayan. (Dok.pribadi)
Jalan aspal di samping area Curug Bayan. (Dok.pribadi)

Kami melewati penanda Curug Bayan. Berada di sisi kanan, curug ini ramai viral beberapa waktu lalu karena kemiripan pemandangannya dengan pemandangan alam Negara Swiss di Benua Eropa.

Yuk Teman-teman, kami ajak jalan pagi berwisata jelajah Desa Ketenger... siaap yaa...

Wisata Sejarah

Yang membuat Desa Ketenger ini unik dan berbeda, salah satunya adalah wisata sejarahnya. Terdapat rangkaian pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang dibangun oleh pemerintah Belanda pada tahun 1935 hingga 1939.

Awal pembangunannya dahulu untuk keperluan pengairan dan pasokan listrik perkebunan. Hingga kini, PLTA Ketenger ini masih beroperasi. Masih berfungsi baik serta memberi manfaat yang luas. Sebagai penyedia pasokan listrik, irigasi pertanian, cagar budaya, dan objek wisata.

PLTA Ketenger mengolah dan mengambil manfaat dari alam dengan tetap menjaga kelestariannya. Vegetasi hutan dan ekosistem yang berada di sekitarnya tetap alami dan terawat.

Kebermanfaatan dari fungsi PLTA secara luas berkelanjutan hingga puluhan bahkan bisa ratusan tahun nantinya. Keberadaannya pun menghadirkan nilai tambah, yakni sebagai wisata sejarah.

Dalam rute perjalanan menuju Curug Jenggala, kita akan menemui pipa-pipa berukuran raksasa atau yang disebut sebagai pipa pesat. Kita akan temui juga kolam tampungan atau tando harian. Pipa dan kolam tando merupakan bagian dari rangkaian PLTA Ketenger.

Bagian lain dari rangkaian PLTA, yaitu gardu induk (turbin dan generator) tidak akan kita temui pada rute ini karena berada pada rute yang berlawanan. Gardu induk berada di Desa Melung, Kec. Kedungbanteng. InsyaAllah ada kesempatan, kita kunjungi bersama ya!

Pipa Pesat

Keberadaan pipa pesat ini sangat menarik. Dibuat dari material baja, penyusunan konstruksinya unik. Sebagian diletakkan di atas tanah dengan penyokong dan angker blok, sebagian lagi ditanam di dalam tanah sehingga tidak terlihat.

Yang lebih unik, ada peletakan horisontal (mendatar) dan ada yang diposisikan miring naik turun hampir vertikal. Sehingga kontur perjalanan saat menyusur jalur pipa pesat adalah mendatar, naik, turun, mendatar lagi, kemudian mendaki naik lagi.

Pipa pesat PLTA Ketenger. Posisi pipa di atas tanah. (Dok.pribadi)
Pipa pesat PLTA Ketenger. Posisi pipa di atas tanah. (Dok.pribadi)

Awalnya saya mengira bagian pipa yang naik turun ini karena mengikuti kontur tanah pegunungan semata. Ternyata, sangat mungkin sengaja dibuat demikian. Seolah membentuk gelombang.

Menyusur jalur pipa pesat. Posisi pipa di bawah tanah. (Dok.pribadi)
Menyusur jalur pipa pesat. Posisi pipa di bawah tanah. (Dok.pribadi)

Jalur pipa naik, area glamping dan parkiran motor. (Dok.pribadi)
Jalur pipa naik, area glamping dan parkiran motor. (Dok.pribadi)

Berada di puncak pipa pesat berlatar pemandangan Gunung Slamet (Dok.pribadi)
Berada di puncak pipa pesat berlatar pemandangan Gunung Slamet (Dok.pribadi)
Dalam suatu rangkaian PLTA, pipa pesat berfungsi mengalirkan air dari kolam tando menuju turbin. Walau posisi turbin lebih rendah dari kolam tando, ada jarak yang jauh harus ditempuh oleh aliran air. Ya, pipa pesat ini panjangnya sekitar 3 Km dari kolam tando ke turbin (hasil cek via googlemap).

Adanya sisi naik turun pada pipa pesat, dapat menciptakan momentum yang menambah daya gerak air. Sehingga di ujung rangkaian, daya ini mampu menggerakkan roda turbin dengan lebih kuat dan lebih cepat.

Kolam Tando

Setelah melalui kontur naik turun yang menantang, tibalah kita di area kolam tando. Area di sekitarnya terawat dengan sangat baik. Jalur pejalan tersedia berupa tatanan batu templek yang disemen. Kita bisa memilih menapakinya atau menapaki tanah rumput saja. Bagi saya dan mbak Nuni, tanah rumput terasa lebih empuk dan nyaman.

Kita istirahat sejenak, mengatur nafas sembari menikmati suasana.. menghirup-hirup udara pagi yang sangat segar.

Jalur pejalan di samping kolam tando. (Dok.pribadi)
Jalur pejalan di samping kolam tando. (Dok.pribadi)

Kolam tando dipagari tinggi dengan papan peringatan. Pada tepi area kolam, ada jalur yang berfungsi sebagai saringan, agar air yang akan masuk ke pipa pesat, telah bebas dari sampah daun maupun ranting.

Kolam tando (Dok.pribadi)
Kolam tando (Dok.pribadi)

Penyaring sampah daun dan ranting (Dok.pribadi)
Penyaring sampah daun dan ranting (Dok.pribadi)

Jembatan air

Ada jembatan yang berfungsi mengalirkan air dari sumber mata air ke kolam tando. Sebelum tahun 2016, jembatan air ini digunakan juga oleh pengunjung yang ingin menyeberangi dua bukit untuk menuju Curug Jenggala. Meniti rangkaian besi baja yang tak lebar-lebar amat, pun letaknya di ketinggian, menjadi tantangan yang ekstrem.

Saat ini pada kedua sisi jembatan air, telah diberi palang dan penanda. Jembatan dikhususkan bagi air saja. Sementara bagi pengunjung, telah disediakan jembatan yang nyaman dan aman untuk menyeberangi dua bukit dan melanjutkan perjalanan menuju curug.

Jembatan air (Dok.pribadi)
Jembatan air (Dok.pribadi)

Curug Jenggala

Perjalanan lanjut sebentar dan.. sampailah kita di tujuan yaitu area Curug Jenggala!

Sebagai penanda pintu masuknya, ada tulisan besar dengan gapura sederhana, juga bangunan loket tiket yang dijaga petugas.

Gapura sebagai pintu masuk Wisata Alam Curug Jenggala. (Dok.pribadi)
Gapura sebagai pintu masuk Wisata Alam Curug Jenggala. (Dok.pribadi)

Setelah membayar sebesar Rp15.000,- per orang, kita lanjut memasuki area. Harga tiket ini sudah termasuk lokasi wisata Curug Pengantin yang berada di area tersebut.

Loket tiket. (Dok.pribadi)
Loket tiket. (Dok.pribadi)

Area menuju Curug Jenggala telah ditata dan dirawat dengan apik. Sarana pendukung seperti jalur pejalan, saung tempat duduk untuk beristirahat, mushola, toilet, hingga tempat sampah, mudah dijumpai.

Ada lokasi populer untuk berswafoto. Berlatar pemandangan air terjun Curug Jenggala, papan kayu berbentuk hati menjadi ikon favorit pengunjung untuk mengabadikan momen.

Lokasi baru dengan rancangan yang sama, sedang dikerjakan oleh para pekerja. Berlatar pemandangan kolam tando, tentunya juga akan menjadi lokasi swafoto favorit saat berada di sini.

Tempat swafoto baru sedang dikerjakan oleh pekerja. (Dok.pribadi)
Tempat swafoto baru sedang dikerjakan oleh pekerja. (Dok.pribadi)

Senang sekali bisa turut berpartisipasi dan mengambil peran dalam memajukan tempat wisata lokal.

Sebagai pengunjung, untuk menuju ke tujuan cukup mengikuti petunjuk arah saja. Sejak awal mudah ditemui dan diikuti. Pun di area ini. Mari turun mengikuti petunjuk untuk mendekat ke curug.

Curug Jenggala (Dok.pribadi)
Curug Jenggala (Dok.pribadi)

Jenggala artinya kesatria. Di atas curug ini, ada pertemuan aliran Sungai Banjaran dengan Sungai Mertelu. Pertemuan keduanya membentuk curug dengan tiga aliran berjajar, satu paling besar berada di tengah.

Melihat jernihnya air mengalir di antara bebatuan, menikmati aroma vegetasi hutan, mendengar suaranya, merasakannya pada semua indera. Di sini kita bisa berkontemplasi sejenak. Merasakan kehadiran dan keterhubungan dengan alam, juga kedekatan dengan sang pencipta.

Kita melintas ke sisi seberang, yuk! Wow, ada hujan embun yang lembut dan sejuk. Cipratan titik-titik air dari aliran curug rupanya sampai ke area jembatan ini.

Wisata Budaya

Penduduk pada sebuah desa wisata, bisa berperan sebagai agen atau duta wisata. Seperti halnya warga setempat yang kita temui di area ini, dengan budaya dan kearifan lokalnya, serta dalam fungsi dan tugas mereka masing-masing.

Karakter warga Banyumas yang cablak, jujur, dan apa adanya, tampil dan ramah menyambut para pengunjung. Budaya tepo seliro yang dianut menciptakan kesantunan, penghormatan, juga keringanan hati dalam berinteraksi memberikan informasi atau bantuan kepada para pengunjung.

Wisata Kuliner

Keseruan jalan pagi menjadi lengkap dengan paket wisata kulinernya. Kita bisa menikmati sajian khas yang dijual oleh penduduk setempat pada jalur jelajah. Air badeg, kelapa muda, cimplung, dan pecel bunga kecombrang.

Kuliner: air badeg, kelapa muda, pecel bunga kecombrang, dan mendoan. (Dok.pribadi)
Kuliner: air badeg, kelapa muda, pecel bunga kecombrang, dan mendoan. (Dok.pribadi)

Air badeg. Minuman segar ini diambil dari air sari pohon kolang kaling. Setelah ditiris, didiamkan semalaman di dalam wadah bambu. Rasanya manis, ringan dan segar. Efeknya cepat menghidrasi dan mengembalikan energi. Hanya dengan Rp5.000,- satu gelasnya, kita bisa menikmati kesegarannya.

Pecel bunga kecombrang. Dalam sensasi rasa dan aroma yang unik, pecel ini lezat sekaligus menyehatkan. Paduan sayuran: bayam, sawi pahit, kol, pepaya muda, kecambah, dan tentunya bunga kecombrang, disiram bumbu kacang di atasnya. 

Tak ketinggalan hadirnya mendoan kebul-kebul yang baru saja diangkat dari penggorengan. Satu kata dari kami warga Banyumas, Nylekamin! Yang artinya sangat sangat enak!

Desa yang dibuka menjadi desa wisata, memiliki daya saing dan daya gerak yang baru. Pembangunan sarana dan prasarana, edukasi, motivasi, sosial budaya dan perekonomian terus digerakkan menjadi lebih maju. 

Peran aktif dan kesiapan semua pihak menjadi penentu. Pun warga setempat yang secara langsung berinteraksi dengan pengunjung, menjadi tuan rumah yang ramah, nyaman dan aman. Sebuah paket komplit dari wisata alam, sejarah, budaya, dan kuliner lokal yang berpadu di Desa Ketenger, siap menyambut para pengunjung.

Terlampir video pendek berdurasi 3 menit 50 detik.


Terima kasih telah membersamai jalan pagi kami di Desa Ketenger.

Salam sehat, salam alam lestari.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun