Mohon tunggu...
Ria Riesdasariah
Ria Riesdasariah Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Ibu rumahtangga. Menyukai jalan-jalan, fotografi dan tulis menulis.\r\nKata-kata yang disukai: tangguh dan lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bencana Tohoku: Diguncang Gempa 9.0 SR, Terseret Tsunami dan Selamat

5 April 2011   07:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:06 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya ikuti gelombang pejalan kaki. Ketika tiba di perempatan, masing-masing mengambil arahnya. Saya tegak sendirian di tengah-tengah.

Ekor mata saya menangkap seorang ibu cantik sedang berpisah dengan temannya. Langsung saja saya mendekat dengan bahasa terpatah-patah namun kami sepakat berjalan bersama mencari police station.

Namanya Mikako San. Perawakannya tinggi semampai, pakaiannya chic sekali, bersepatu tertutup dengan hak 7 cm. Langkahnya cepat sekali sementara saya terseok di sampingnya. Gerimis makin sering. Saya berniat membeli payung untuk kami berdua. Oh, payung masih dengan harga normalnya Y 500.

Sambil mengimbanginya berjalan dan menahan dingin, saya perhatikan aparat bertindak cepat. Polisi mulai tampak di mana-mana dan menjawab berbagai pertanyaan para pejalan kaki. Jalan lintasan kereta yang berhubungan dengan jalan kendaraan segera ditutup palang kereta. Aliran listrik terganggu mungkin ada kekhawatiran kereta melintas tiba-tiba. Mobil-mobil pribadi berputar arah.  Tidak terdengar sumpah serapah kejengkelan.

Melihat banyaknya mobil berputar, saya utarakan niat saya ingin cepat sampai di rumah dan ikut mobil yang lewat itu dengan membayar berapa saja, namun Mikako San tidak sependapat. "Bahaya,'' katanya dengan senyum manis.

Setelah hampir satu jam berjalan kaki, di sebuah perempatan Mikako San menanyakan sesuatu kepada polisi. Polisi itu melihat ke arah saya. Dengan menangkap beberapa katanya,  polisi ini mengatakan bila jalan kaki bisa 5 jam sampai rumah. Air mata saya menitik deras. Sore semakin gelap rasanya. Namun ada bus ke jurusan Gotanda masih setengah jam dari sini, imbuh polisi tadi. Saya terkesiap, "Haik. Dae jyou bu desu. Watashi no uchi not far from there." (Ya. Tidak apa-apa. Rumah saya tidak jauh dari sana)

Ah. Gotanda. Gotanda. Berarti  hanya sepuluh menit berjalan kaki ke rumah atau ke kedutaan. Rumah dan kedutaan Indonesia letaknya berhadapan. Saya berjalan penuh semangat. Dingin semakin menggigit dan butiran gemuk gerimis sudah tidak masalah.

Kami menjadi lebih sering mengobrol dengan tiga bahasa, bahasa Inggris, Jepang dan isyarat. Oh, indahnya. Kami berdua saling menemani. Saling mengantar.  Setelah hampir satu setengah jam kami berjalan, Mikako San berhenti dan menunjuk papan penunjuk bus. Alhamdullilah. Tertulis Gotanda St.

Rumah saya tidak jauh lagi, cuma sepuluh menit dari sini, katanya. Saya mengangguk-angguk dan membungkuk berterimakasih. Saya katakan, silakan perjalanannya diteruskan karena gerimis semakin deras. Mikako San menggeleng bertahan ingin menemani saya.

Secercah harapan tadi menjadi semakin besar. Di depan saya sudah jalan raya. Betul-betul jalan raya. Mobil hilir mudik, namun tidak terlihat taksi atau bus.

Ah! Duapuluh meter di sebelah kanan saya tiba-tiba datang bus dan betul-betul berhenti di depan mata menurunkan penumpang. Penuh sesak. Namun saya masih bisa antri ke dalam. Air mata saya mengiringi ucapan  terimakasih tak terhingga untuk Mikako San yang cantik dan lembut hati itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun