Data dari Association For the Educational Achievement (IAEA), Â mencatat bahwa pada 1992 Finlandia dan Jepang sudah termasuk negara dengan tingkat membaca tertinggi di dunia. Sementara itu, dari 30 negara, Indonesia masuk pada peringkat dua terbawah.
Pada era globalisasi seperti sekarang ini telah terjadi kemajuan yang sangat pesat pada bidang teknologi informasi. Kemajuan itu menuntut dukungan budaya baca tulis, yaitu perwujudan perilaku yang mencakup kemampuan, kebiasaan, kegemaran, dan kebutuhan baca tulis. Namun hingga saat ini budaya baca tulis belum sepenuhnya berkembang di masyarakat Indonesia. Karena itu jika bangsa Indonesia ingin berhasil dalam pembangunan dimasa depan, pengembangan budaya baca tulis mutlak diperlukan.
Kapan kemampuan membaca dan menulis mulai bisa diajarkan? Jawaban pertanyaan itu sebenarnya masih berupa polemik. Sebagian ahli mengatakan membaca dan menulis baru dapat diajarkan setelah anak masuk SD sebagaimana kebijakan kurikulum Taman Kanak-kanak (TK) sekarang ini. Namun ada banyak ahli yang mengatakan bahwa membaca dan menulis harus "diajarkan" sejak dini. Kata "diajarkan" diberi tanda kutip, karena proses belajar atau aktivitas belajar memiliki berbagai bentuk. Proses belajar di masa kanak-kanak (TK) tentu memiliki bentuk "bermain".
Beberapa ahli anak dan pendidikan telah mengadakan penelitian tentang pengaruh membaca dini pada anak-anak. Dia menyimpulkan bahwa tidak ada efek negatif pada anak-anak yang diajar membaca dini. Steinberg (dalam Nurbiana Dhieni, 2005 : 5.2) Â juga mengemukakan bahwa anak-anak yang mendapatkan pelajaran membaca dini umumnya lebih maju di sekolah. Hal tersebut masih diperkuat oleh pendapat Moleong (dalam Nurbiana Dhieni, 2005 : 5.3) yang mengatakan salah satu aspek yang harus dikembangkan pada anak TK adalah kemampuan membaca dan menulis.
Jadi pengembangan kemampuan membaca dan menulis di masa TK dapat dilaksanakan selama  masih dalam batas-batas aturan praskolastik dan sesuai dengan karakteristi kanak, yakni belajar sambil bermain dan bermain sambil belajar.
Literasi
Literasi bukanlah kata yang baru bagi kita. Sejak zaman dahulu literasi sudah menjadi bagian dari kehidupan dan perkembangan manusia, bahkan sejak jaman pra sejarah hingga zaman moderen.
Pada zaman manusia purba sudah ada yang aktivitas membaca dan menulis, tetapi aktivitas itu tidak sama dari zaman pra sejarah ke zaman sejarah. Pada zaman pra sejarah mereka hanya "membaca" tanda-tanda alam untuk berburu dan mempertahankan diri. Kemudian mereka mengembangkan kemampuan untuk menulis simbol-simbol atau gambar buruannya pada dinding gua. Satu simbol mewakili satu benda atau satu ide. Selanjutnya berkembang pula pemikiran untuk membuat kode-kode dengan angka dan huruf yang bukan simbol. Kode atau huruf (juga angka) ini dapat disusun untuk menggambarkan (mewakili) satu benda atau ide.
Munculnya huruf sangat mempengaruhi perkembangan peradaban manusia. Sebagaimana ditemukannya roda, ditemukannya huruf telah membuat lompatan kemajuan peradaban manusia. Transfer ilmu pengetahuan dari satu tempat ke tempat lain menjadi sangat cepat, berkat adanya huruf-huruf ini yang disusun menjadi kata, lalu kata-kata disusun menjadi kalimat, kemudian kalimat-kalimat disusun menjadi sebuah informasi atau ilmu pengetahuan.
Literasi juga sering disebut keberaksaraan, yaitu kemampuan menulis dan membaca. Budaya literasi dimaksudkan untuk mewujudkan tradisi berfikir yang didahului oleh proses membaca dan menulis yang pada akhirnya menumbuhkan proses menciptakan berbagai karya. Membudayakan atau membiasakan untuk membaca, menulis itu perlu proses jika ditujukan kepada suatu kelompok masyarakat yang belum memiliki tradisi itu.
Secara Umum ada tiga kategori besar masyarakat Indonesia, yakni praliterasi, literasi dan posliterasi.
- Masyarakat praliterasi yang hidup dalam tradisi lisan dan sulit mengakses media seperti buku, TV, internet dan lain-lain. Kalaupun mereka dapat mengakses tetapi tidak bisa mencernanya dengan mudah.
- Masyarakat literasi yang memiliki akses terhadap buku, tidak berarti tradisi baca-tulis dapat tumbuh dengan suburu di kalangan ini.
- Masyarakat posliterasi yang memiliki akses buku dan teknologi informasi dan audio visual.