Mohon tunggu...
Humaniora

Kualitas Pelayanan Perpustakaan dalam Ilmu Manajemen Moderen

10 Desember 2017   14:15 Diperbarui: 14 Desember 2017   16:19 2281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagaimana kita ketahui, ilmu manajemen terus berkembang. Berbagai penelitian terus dilakukan, baik dengan menyertakan bidang ilmu yang lain seperti psikologi, ekonomi, sosial bahkan politik. Perpustakaan modern juga harus mengadaptasi ilmu manajemen sekarang jika tidak mau ketinggalan dalam mutu pelayanannya, misalnya. Tidak hanya itu, perpustakaan juga harus mampu mengembangkan diri menjadi agent of change dalam dunia yang berkembang sangat cepat ini.

Perpustakaan adalah merupakan organisasi publik yang memiliki peran strategis dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Perkembangan perpustakaan mencerminkan kebutuhan sosial, kultural dan  pendidikan suatu masayarakat, sehingga perkembangan perpustakaan tidak terlepas dari perkembangan masyarakat itu sendiri. Hal tersebut berarti, bahwa perkembangan perpustakaan akan dipengaruhi oleh perkembangan kebutuhan dan keinginan dari pemustakanya, sehingga perpustakaan harus mengupayakan pemenuhan terhadap keinginan dan kebutuhan pemustaka tersebut.

Didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 tahun 2007, tentang perpustakaan,  pemustaka adalah pengguna perpustakaan yang terdiri dari peseorangan, kelompok orang, masyarakat atau lembaga yang memanfaatkan  fasilitas layanan perpustakaan. Dengan demikian untuk merekalah perpustakaan dibangun dan  dikembangkan sesuai dengan tuntutannya. Dengan demikian kepuasan pemustaka perlu secara berkelanjutan diupayakan dengan tujuan agar mereka terus memanfaatkan perpustakaan.

Kompetensi Perpustakaan dan Pustakawan

Bentuk perpustakaan ideal selalu berubah dari masa ke masa. Bila dulu indikator perpustakaan ideal dilihat dari besar koleksi dan gedung, maka sekarang sudah berubah menjadi sejauh apa perpustakaan mampu memenuhi kebutuhan pembelajaran komunitas pemakainya. Termasuk didalam kebutuhan pembelajaran antara lain: belajar, pemenuhan kebutuhan informasi, rekreasi, pendidikan, penelitian, interaksi dengan orang lain, fasilitas untuk berbagi pengetahuan dan kebutuhan untuk melakukan inovasi dan kreatifitas. Selama perpustakaan terlalu berkonsentrasi pada manajemen informasi, padahal tuntutan pemakai ingin agar perpustakaan berubah menjadi pusat pembelajaran komunitas pemakainya.

Perpustakaan saat ini dituntut mampu berubah mengikuti perubahan sosial pemakainya. Perkembangan TI telah banyak mengubah karakter sosial pemakainya. Perubahan dalam kebutuhan informasi, dalam berinteraksi dengan orang lain, dalam berkompetisi, dan lain-lain. Pada banyak institusi bisnis, para profesional informasi mulai dituntut untuk mampu mengikuti perubahan lingkungan bisnis dan membantu manajemen dalam pengambilankeputusan bisnis.

Kebutuhan pembelajaran juga tidak harus dilihat sebagai sesuatu yang serius melulu. Membaca komik pun bisa dianggap sebagai suatu pembelajaran. Pada akhirnya semua itu berujung pada tuntutan pemakai agar perpustakaan tidak hanya sekedar tempat mencari buku atau membaca majalah, tetapi menjadi semacam one-stop station bagi mereka. Suatu lingkungan dimana pemakai bisa:

  • Berinteraksi dengan orang lain.
  • Mencari informasi yang dibutuhkan.
  • Berbagi pengetahuan
  • Merasa termotivasi untuk melakukan inovasi dan kreatifitas.

Kepuasan pemustaka akan tercipta apabila jasa layanan perpustakaan yang diterima oleh pemustaka paling tidak sebanding dengan jasa yang diberikan oleh perpustakaan. Kemudian Khaerunnas dan Assauri (2011: 1) menyatakan, bahwa  perceived quality (persepsi kualitas) merupakan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan terkait dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Hal tersebut jika di perpustakaan, berarti bahwa poersepsi kualitas meruapakan perpsepsi pemustaka terhadap keseluruhan kualitas jasa pelayanan perpustakaan yang berhubungan dengan layanan perpustakaan yang diharapkan oleh pemustaka.

Pemusataka sering disebut sebagai pelanggan yang merupakan nyawa atau kehidupan dalam perusahaan. Pelanggan terutama pelanggan yang loyal, harus tetap dijaga agar tidak berpaling ke perusahaan lain. Sama halnya dengan usaha konvensional, pemustaka sebagai pelanggan  perpustakaan perlu terus diperhatikan dan dilayani dengan sebaik-baiknya (Achmad).

Menurut Sutardji dan Maulidiyah dalam Achmad, bahwa kepuasan merupakan suatu keadaan dalam diri seseorang atau sekelompok orang yang telah berhasil mendapatkan sesuatu yang dibutuhkan dan diinginkan. Kepuasan pengguna informasi merupakan kesepadanan antara kebutuhan yang ingin dipenuhi dengan kenyataan yang diterimanya.

Jadi kualitas pelayanan perpustakaan, dapat dilihat jika pemustaka puas dengan pelayanan yang diberikan oleh perpustakaan, maka sudah tentu pelayanan perpustakaan akan dianggap berkualitas.

Kualitas menurut ISO 9000 adalah : "degree to which a set of inherent characteristics fulfils requirement" (derajat yang dicapai oleh karakteristik yang inheren dalam memenuhi persyaratan) seperti dinyatakan oleh Lupiyoadi dan Hamdani (2006: 175). Persyaratan dalam hal tersebut adalah kebutuhan atau harapan yang dinyatakan, biasanya tersirat atau wajib. Dengan demikian kualitas seperti yang diinterpretasikan oleh ISO 9000 tersebut merupakan perpaduan antara sifat dan karakteristik yang menentukan sejauh mana ouput dapat memenuhi persyaratan  kebutuhan pelanggan.

Lupiyoadi dan Hamdani (2006: 175) menyatakan, bahwa pada dasarnya konsep kualitas bersifat relatif, yang bergantung pada perspektif yang digunakan untuk menentukan ciri-ciri dan spesifikasi. Terdapat tiga orientasi kualitas yang seharusnya konsisten satu sama lain (1) persepsi konsumen; (2) produk (jasa); (3) proses. Perpustakaan adalah merupakan organisasi yang memproduksi jasa, disini diperlukan konsistensi untuk ketiga orientasi tersebut agar dapat memberikan pelayanan yang berkualitas.

Manajemen Bisnis untuk Perpustakaan

Didalam dunia bisnis, konsep kepuasan pelanggan masih bersifat abstrak. Kepuasan pelanggan adalah merupakan evaluasi purnabeli yang merupakan pemilihan alternatif yang dipilih paling tidak memberikan hasil  yang sama atau melebihi harapan. Namun akan terjadi hal yang sebaliknya, yaitu ketidakpuasan akan terjadi apabila hasil  yang didapatkan tidak dapat memenuhi harapan dari pelanggan.

Untuk mengetahui kualitas pelayanan dapat dilakukan dengan cara membandingkan persepsi dari para pemustaka atas pelayanan yang nyata-nyata mereka terima dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka harapkan terhadap atribut-atribut pelayanan suatu perpustakaan.

Penilaian pemustaka terhadap kualitas jasa perpustakaan akan terjadi selama proses penyampaian pelayanan. Setiap kontak yang terjadai antara pihak perpustakaan dengan pengguna merupakan gambaran mengenai suatu moment of truth, yaitu suatu peluang untuk memuaskan atau tidak memuaskan pemustaka.

Pelayanan  didefinisikan sebagai setiap tindakan atau kegiatan yang dapat dapat ditawarkan oleh suatu  pihak kepada pihak lain, hal tersebut pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik. Pelayanan merupakan perilaku produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen demi tercapainya kepuasan pada konsumen. 

Dengan demikian, jika dalam kenyataannya atau pelayanan yang diberikan melebihi dari yang diharapkan oleh para pemustaka, mereka akan merasa sangat puas. Namun jika  pelayanan yang diberikan perpustakaan sama dengan yang diharapkan mereka akan puas. Sebaliknya jika layanan yang diberikan tidak sesuai atau bahkan dibawah harapanya, maka mereka akan merasa tidak puas atau bahkan sangat tidak puas.

Dewasa ini masyarakat semakin membutuhkan pelayanan yang efisien responsif, dan berkualitas. Kotler dalam Jafar menyatakan bahwa kualitas akan dimulai dari penerima layanan dan akan berakhir pada persepsi penerima layanan, dalam hal ini adalah pemustaka atau pengguna perpustakaan. Dengan demikian, citra kualitas pelayanan perpustakaan yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang dari pihak perpustakaan, melainkan berdasarkan sudut pandang pemustaka.

Hal tersebut berarti bahwa seharusnya  perpustakaan mampu merespon dengan menyediakan layanan yang terbaik untuk pemustaka,  sehingga  pustakawan ditutuntut untuk dapat melayani dengan sebaik-baiknya untuk mendapatkan hasil yang otptimal. Dewasa ini terjadi perubahan trend dalam hal perilaku pemustaka, sehingga diperlukan perubahan untuk meningkatkan kualitas pelayanan perpustakaan yang berorientasi kepada pemustaka.

Untuk menciptakan kepuasan pemustaka, perpustakaan harus dapat memenuhi harapan dari pemustaka tersebut. Seperti dinyatakan oleh Tjiptono, bahwa :

Harapan pelanggan merupakan  perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan ditemimanya bila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk. Sedangkan kinerja yang dirasakan adalah persepsi pelanggan terhadap apa yang ia terima seteleh menkonsumsi apa yang ia beli.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi harapan pelanggan, seperti pengalaman berbelanja di masa lalu, opini teman dan kerabat, serta informasi dan janji-janji perusahaan dan para pesaing.

Dengan melihat pernyataan tersebut perpustakaan harus dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan terhadap pemustaka, sehingga perpustakaan akan mendapat opini yang baik. Kelengkapan informasi di perpustakaan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, karena perpustakaan juga mendapat pesaing dalam dunia penyediaan informasi oleh badan-badan informasi lainnya dan internet.

Dengan demikian untuk dapat memberikan kepuasan kepada pemustaka, maka perpustakaan perlu terus mengikuti dan mengembangan teknologi komunikasi dan informasi, guna memberikan pelayanan kepada pemustaka kapan saja dan dimana saja. Jika perpustakaan dapat melakukan hal tersebut maka kepuasan pemustaka akan terpenuhi, yang kemudian akan berdampak pada kualitas pelayanan perpustakaan.

Perpustakaan sebagai  Knowledge Management Center

Pada prinsipnya manfaat dari konsep manajemen pengetahuan adalah untuk meningkatkan kinerja perpustakaan. Manajemen pengetahuan dapat dijadikan sebagai pemicu agar pustakawan lebih inovatif dan kreatif dalam menyiasati cakupan muatan elektronik yang harus dicakup dalam konsep perpustakaan elektronik/digital yang telah dikembangkannya selama ini. Masih banyak muatan pengetahuan eksplisit yang belum tersedia dalam bentuk elektronik yang sesungguhnya dibutuhkan oleh para pengguna perpustakaan. 

Pustakawan juga harus berupaya mengidentifikasi pengetahuan implisit dan mengembangkan sistem yang diperlukan untuk menanganinya. Walaupun hal yang disebutkan terakhir bukan pekerjaan yang mudah, tetapi prakarsa ke arah itu harus ditumbuhkan dan sedapat mungkin diimplementasikan.

Seperti telah disebutkan di atas, manajemen pengetahuan di lingkungan perpustakaan dapat dikembangkan dan diimplementasikan sebagai perluasan prakarsa perpustakaan elektronik. Bagi perpustakaan yang telah mengembangkan perpustakaan elektronik selama ini, yang diperlukan adalah mengintegrasikan konsep manajemen pengetahuan dalam hal pemerolehan, pengorganisasian, pemeliharaan, dan pendistribusian pengetahuan termasuk pengetahuan informal, tidak terstruktur, dan eksternal yang menyangkut lembaga induknya. Perpustakaan yang belum memiliki perpustakaan elektronik harus mulai mengembangkannya kalau masih tetap ingin dipandang sebagai penyedia informasi dan pengetahuan yang utama.

Untuk itu, berbagai perangkat pendukung yang diperlukan harus dipersiapkan termasuk organisasi dan kebijakan yang harus ditetapkan pada tingkat institusi induk perpustakaan. Didalam organisasi perpustakaan harus terdapat satu bagian atau satu tim yang menangani pengorganisasian dan penyediaan pelayanan manajemen pengetahuan. Bagian atau tim ini sebaiknya diintegrasikan dengan pelayanan perpustakaan elektronik dengan cakupan muatan yang lebih luas tidak hanya terbatas pada proses pendigitalisasian dokumen cetak yang diterima oleh perpustakaan. 

Dengan suatu kebijakan organisasi induk, sejumlah naskah elektronik dari berbagai jenis dokumen, yang selama ini tergolong kelabu, dapat mengalir ke perpustakaan dan dapat segera dimuat pada situs web seperti yang telah dilakukan oleh sejumlah perpustakaan selama ini. Sebagai cara untuk meningkatkan kualitas perpustakaan, maka pustakawan sudah selayaknya menguasai pengetahuan sistematis (eksplisit) maupun pengetahuan yang tidak terstruktur (tacit).

Selain itu, perpustakaan harus aktif mengidentifikasi berbagai pengetahuan yang diciptakan di lingkungannya baik yang merupakan karya perorangan/kelompok maupun karya institusional. Dilingkungan organisasi perpustakaan karya perorangan/kelompok termasuk antara lain: disertasi dan tesis, makalah, baik yang dipresentasikan dalam suatu pertemuan ilmiah maupun yang ditulis untuk didokumentasikan di perpustakaan; handout; artikel jurnal yang diterbitkan di perpustakaan sendiri; laporan penelitian; laporan pengabdian kepada masyarakat; artikel surat kabar, bulletin dan laporan berkala internal; monograf dan proposal penelitian

Manajemen Bisnis untuk Perpustakaan

Manajemen perpustakaan yang dikelola secara bisnis. Mengapa tidak? Monetazion adalah topik yang belum banyak dibahas para pustakawan. Siapa tahu bisa menjadi penyemangat.

Ada dua istilah penting perpustakaan yang dikelola secara bisnis. Pertama yaitu pemenuhan kebutuhan untuk internal perpustakaan seperti menjual supply untuk kebutuhan perpustakaan yang misalnya pengadaan, dan kedua yaitu pemanfaatan perpustakaan untuk demands eksternal misalnya perpustakaan yang dapat menghasilkan terbitan riset industri atau bahkan industry outlook dari sumber internal yang mereka miliki untuk dijual ke industri tertentu.

Pustakawan yang akan mengelola perpustakaan berbasis bisnis ini akan berfungsi seperti di bawah ini;

1. Menjadi key player di pengadaan sarana-prasarana (infrastructure)

Syarat utama agar perpustakaan digemari masyarakat adalah kenyamanan dan kelengkapan fasilitasnya. Menjadi penyedia sarana prasarana perpustakaan bisa dimulai dengan mendata kebutuhan sarana perpustakaan dasar dan teknologi baru.

Kebutuhan sarana dasar perpustakaan mencakup meja, kursi, rak buku, lemari, loker penitipan, dan bisa ditambahkan karpet dan humidifier. Kemudian peralatan hardware seperti barcode scanner, komputer, dan alat-alat kantor lainnya.

2. Menjadi key player di pemberdayaan sumber daya manusia (human resources development)

Prioritas selanjutnya adalah mengurus sumber daya manusia di perpustakaan. Karena SDM yang berkualitas memungkinkan untuk membuat perpustakaan seperti layanan hotel bintang lima. Ini adalah potensi penting di perpustakaan yang bisa menjadi lahan bisnis. Saya banyak menemukan di lapangan bahwa siapapun dapat memasuki ranah pustakawan dengan kompetensi yang di bawah standar sehingga pelayanan amat buruk.

Pemberdayaan SDM di perpustakaan bisa dilakukan melalui sentralisasi perekrutan oleh vendor SDM yang benar-benar menyeleksi pustakawan dari berlatar belakang ilmu perpustakaan dan sejenisnya sehingga mengerti substansi ilmunya.

3. Menjadi key player di penyuplai sumber konten (resources supplier)

Buku adalah kebutuhan mendasar bagi perpustakaan pada umumnya. Buku mungkin sudah mainsream jika dibahas disini karena saya rasa mayoritas sudah mengetahui potensinya. Apa hal lain yang lebih menarik selain buku?

4. Menjadi key player di pengembangan teknologi informasi (IT development)

Jika ada yang minat dalam bidang IT, hal yang bisa ditawarkan kepada proses perpustakaan adalah software sistem otomasi perpustakaan untuk kataloging dan retrieval. Entah mau dibuatkan di jaringan local atau internet. Ya, sesederhana itu. Nilai proyek ini relatif dari jumlah bahan yang akan dimasukkan ke dalam sistem (jumlah bahan*biaya input) dan kostumisasi sistem.

5. Menjadi key player di pemasaran perpustakaan (library marketing)

Tantangan selanjutnya bagi perpustakaan adalah masalah promosi atau self-branding. Kita bisa menciptakan peluang sebagai konsultan marketing perpustakaan dengan pendekatan-pendekatan baru. Bukan hanya strategi media sosial, namun juga bisa menghost event-event kreatif dan kolaboratif kepada komunitas sekitar.

Penulis: Retno Hermawati

AKHIRUL KALAM

Perpustakaan dengan manajemen modern harus mampu berperan sebagai organisator dalam komunikasi pengetahuan yang diciptakan dan dikemas diluar perpustakaan. Perpustakaan harus menjadi pengumpul, pengelola dan penyebaran ilmu pengetahuan di masyarakat.

Pertama, pustakawan berperan sebagai fasilitator utama dalam berbagai pengetahuan, dengan menciptakan budaya dan memelihara infrastruktur yang diperlukan untuk mengoperasikan manajemen pengetahuan.

Kedua, pustakawan berperan dalam mengambil manfaat dari konsep manajemen pengetahuan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja perpustakaan. Manajemen pengetahuan dapat dijadikan sebagai pemicu agar pustakawan lebih inovatif dan kreatif dalam menyiasati sakupan elektronik yang harus dicakup dalam konsep perpustakaan elektronik yang telah dikembangkannya selama ini. Masih banyak muatan pengetahuan eksplisit yang belum tersedia dalam bentuk elektronik yang sesungguhnya dibutuhkan oleh para pengguna perpustakaan.

Ketiga, pustakawan juga harus berupaya mengidentifikasi pengetahuan eksplisit dan mengembangkan sistem yang diperlukan untuk menanganinya dengan mengembangkan pengetahuan tak terstruktur (tacit)

Keempat, pustakawan harus segera mengambil prakarsa untuk mengeksplorasi potensi informasi dan pengetahuan yang terdapat dilingkungannya masing-masing dan mengembangkan system untuk penanganannya, termasuk penyiapan sumber daya manusia, organisasi, infrastruktur teknologi informasi, dan infrastruktur hukum yang diperlukan untuk itu.

Penulis: Retno Hermawati

DAFTAR PUSTAKA

Pendit, Putu Laxman. "Makna Informasi: lanjutan dari sebuah perdebatan", Kepustakawanan Indonesia: potensi dan tantangan, Jakarta: Kesaint Blanc, 1992

Powell, Mike. Information Management for Development Organizations, Oxford: Oxfam GB, 2003

Rosenfeld, Louis; Morville, Peter. Information Architecture for the World Wide Web, Cambridge: O'reilly, 2002

Sudarsono, Blasius. "Pendekatan Untuk Memahami Kepustakawanan", Kepustakawanan Indonesia: potensi dan tantangan, Jakarta: Kesaint Blanc, 1992

Achmad, Menuju Kepuasan Pemustaka (Towards Library Users Satisfaction),  fisip.unair.ac.id/image/pdf/achmad.pdf, diakses tanggal 7 Januari 2012, Jam 12.10 WIB.

Fandy Tjiptono,  2008. Strategi Bisnis. Yogyakarta : Andi.

Farida Jafar, 2005.  Manajemen  Jasa : Pendekatan Terpadu. Jakarta:  Ghalia Indonesia.

Khairunnas, dan Sofjan Assauri, Analisis Pengaruh Brand Identity Design Terhadap Proses Pembentukan Brand Awareness : studi kasus : Nordhenbasic. Manajemen Usahawan Indonesia, Vol. 41 No. 1 Januari-Februari, 2011, hlm. 1.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun