*Kasus posisi*
Membahas prihal pernihan dini banyak di perbincangkan bahkan harus menjadi masalah bagi sebagian golongan, penting kita mengetahui asal muasal atau sejarah isu sosial di masyarakat dapat membuat kita lebih bijak dalam menghadapi isu tersebut, apalagi isu pernikahan dini memang sarat dengan pro dan kontra di masyaraka.Â
Sejarah pernikahan dini di dunia memang bermacam-macam titik dari mulai bangsa Yunani kuno, Romawi kuno, Mesir kuno dan pernikahan dini di Cina. Di mana pernikahan di masa dini saat masa Yunani kuno bersifat seperti pertunangan zaman sekarang.
Jadi, seorang anak perempuan usia 5 tahun sudah ditentukan jodohnya oleh orang tua dan dinikahkan pada usia 14 sampai 15 tahun. Usia 14 sampai 15 tahun memanglah terbilang masih sangat muda dan rentan terkena masalah kesehatan reproduksi.
sementara itu di masa Romawi kuno, usia wanita untuk legal menikah atau dinikahkan adalah kisaran 10 hingga 14 tahun. Penentuan umur pelegalan itu tidak mempertimbangkan apakah wanita belia itu sudah akil balig atau belum, jadi faktor kesehatan sekali lagi di samping kan. Sementara itu untuk pernikahan dini di Mesir kuno mencatat bahwa usia menikah seorang gadis rata-rata 12 hingga 13 tahun sementara usia pria rata-rata 14 tahun.Â
Usia untuk menikah di sejarah bangsa Cina berbeda-beda tiap dinastinya. Dinasti Han menetapkan usia pernikahan adalah 15 tahun, dinasti tang 25 tahun dan dinasti Qing 16 tahun titik pada pertengahan dinasti ching, suku Lolo bahkan menikahkan anaknya pada usia 4 hingga 5 tahun. Dari sejarah yang sudah digambarkan di atas itu sudah tidak lagi digunakan di zaman sekarang karena sudah terbentuknya undang-undang yang mengatur tentang pernikahan dengan ketentuan usia tertentu.
*Isu hukum*
Bagai mana pendapat hukum tentang pernikahan dini ?Â
Apakah dampak yang akan terjadi dalam pernikahan dini secara hukum ?
*Dasar hukum*
Undang undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan
Undang-undang nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Pasal 6 ayat 2 undang-undang perkawinan
Penjelasan pasal 7 ayat (2) undang-undang 16/ 2019
Pasal 7 ayat (3) undang-undang 16/2019
*Analisis*
Analisis yang dapat saya berikan terhadap perkawinan dini yakni perkawinan dini masih saja dianggap hal biasa oleh masyarakat awam dimana walaupun sudah dibentuk undang-undang yang sah yang mana terbentuknya undang-undang itu untuk diikuti namun karena minimnya pengetahuan dari orang-orang awam undang-undang tentang perkawinan sudah menjadi hal biasa sehingga dari kejadian tersebut masih banyak kejadian pernikahan di masa dini di mana undang-undang yang sudah dibentuk oleh pihak berwenang itu seakan-akan menjadi undang-undang yang sia-sia, salah satu undang-undang yang terdapat yakni undang-undang nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas undang-undang 1 tahun 1974 tentang perkawinan ini memiliki sebuah latar belakang yakni sehubungan mahkamah konstitusi republik Indonesia telah mengeluarkan putusan mahkamah konstitusi nomor 22/PUU-XV/2017 yang salah satu pertimbangan mahkamah konstitusi dalam putusan tersebut yaitu "namun tatkala perbedaan perlakuan antara pria dan wanita itu berdampak pada atau mengalami pemenuhan hak-hak dasar atau hak konstitusional warga negara baik yang termasuk ke dalam kelompok hak sipil dan politik maupun ekonomi, pendidikan, sosial, dan kebudayaan yang seharusnya tidak boleh dibedakan semata-mata berdasarkan alasan jenis kelamin, maka pembedaan demikian jelas merupakan diskriminasi."
Juga dapat diketahui dalam pasal 28B ayat (1) UUD 1942 menjamin bahwasanya peraturan batas usia minimal perkawinan yang berbeda antara pria dan wanita tidak hanya menimbulkan diskriminasi dalam konteks pelaksanaan hak untuk membentuk keluarga, melainkan juga telah menimbulkan diskriminasi terhadap perlindungan dan pemenuhan hak anak sebagaimana dijamin dalam pasal 28B ayat (2) UUD 1945.
Dapat diketahui oleh kita penjelasan umum UU perubahan UU perkawinan.
Dalam ketentuan pasal 28b undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945, dicantumkan bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah serta menjamin hak atas kelangsungan hidup tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 7 ayat 1 undang-undang nomor 1 tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pihak pria mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai 16 tahun ketentuan tersebut memungkinkan terjadinya perkawinan dalam usia anak pada anak wanita karena dalam pasal 1 angka 1 undang-undang tentang perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak didefinisikan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.
*Ketentuan pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut;*
Pada 7
1. Perkawinan tidak diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.
2. Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umum sebagaimana dimaksud pada ayat 1, orang tua pihak pria dan orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.
3. Pemberian dispensasi oleh pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 wajib mendengarkan pendapat kedua belah calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan.
4. Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan seseorang atau kedua orangtua calon mempelai sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat 3 dan ayat 4 berlaku juga ketentuan mengenai permintaan dispensasi sebagai dimaksud pada ayat 2 dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat 6.Â
*Kesimpulan*
pernikahan dini adalah pernikahan yang terjadi pada zaman Romawi kuno di mana zaman tersebut masih belum ada undang-undang yang ditetapkan namun hanya menjadi sebuah kesepakatan yang dilaksanakan oleh orang tua saja terhadap anak-anak mereka dan di masa sekarang sudah terdapat undang-undang khususnya di negara Indonesia yakni undang-undang nomor 1 tahun 1974 adalah undang-undang pertama namun undang-undang tersebut dirasa masih kurang cukup untuk diterapkan karena dipandang umur yang ditetapkan bagi wanita yang 16 tahun masih termasuk sebagai seorang anak di mana ditentukan dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak di definisikan bahwa anak yang masih berusia 18 tahun itu termasuk anak yang masih dalam kandungan maka dari itu dilakukan lah sebuah perubahan undang-undang yakni perubahan undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang salah satunya terdapat pada pasal 7 bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita mencapai umur 19 tahun yang kedua dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud ayat 1 orang tua boleh melakukan dispensasi atau meminta dispensasi kepada pengadilan dengan alasan dan bukti yang cukup pemberian dispensasi oleh pengadilan juga harus wajib didengarkan dimana terdapat pada ayat 2 memberikan perbolehan terhadap calon mempelai untuk melaksanakan kawin ketentuan-ketentuan mengenai keadaan seorang yang atau kedua orang tua calon mempelai sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat 3 dan ayat 4 berlaku juga ketentuan mengenai permintaan dispensasi sebagai dimaksud pada ayat 2 dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 6 ayat 6.
*Saran*
Pernikahan merupakan sebuah hal yang sangat penting bahkan harus dilaksanakan oleh setiap insan pria dan wanita, sehingga sebuah pernikahan dapat dan harus dijadikan kewajiban bagi setiap insan karena dengan pernikahan dapat melanjutkan atau memberikan regenarasi lanjut yang hal itu merupakan harapan setiap orang bahkan negara, maka dari itu mengenai peristiwa yang terjadi pada saat ini di mana masih saja banyak masyarakat masyarakat awam yang melanggar undang-undang dan melaksanakan pernikahan dini, itu bukan disebabkan oleh unsur kesengajaan, namun memang disebabkan oleh faktor alam yakni keawaman atau tertinggalnya sebuah informasi sehingga masyarakat tidak mengetahui dan tidak mematuhi undang-undang yang sudah ditetapkan dan tetap melaksanakan pernikahan dini saran yang dapat saya berikan jika memang pernikahan dini dapat mengakibatkan sebuah unsur negatif yang itu bersifat sangat urgent ataupun penting maka ada sebuah tindak lanjut dari pihak pemerintah untuk memberitahukan secara langsung terhadap masyarakat tentang undang-undang yang sudah ditetapkan atau menerapkan sebuah cara bagaimana undang-undang itu dapat benar-benar diterapkan, Dan harapan lain dari saya ya perihal undang-undang yang sudah ditetapkan itu dapat memiliki sebuah komitmen yang dapat di bijaki secara sebenar benarnya dengan melakukan sebuah pertimbangan terhadap sebuah masalah masalah yg terjadi dalam hal perkawinan dan juga dapat menjelaskan hal hal negatif apa saja yg akan terjadi jika pernikahan dini dilangsungkan terhadap pihak mempelai dan pihak orang tua, juga dapat melakukan perehapan undang undang kembali yg sekiranya dapat di patuhi oleh semua masyarakat.
Oleh : Rhoma unika Rahman ( S20193115)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H