Mohon tunggu...
Erin Rahmawati
Erin Rahmawati Mohon Tunggu... Lainnya - Erin

Love, food.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Kabut Asap, Tantangan Baru yang Dihadapi Masyarkat Indonesia

1 Mei 2020   18:16 Diperbarui: 1 Mei 2020   18:33 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebakaran hutan di Indonesia menjadi permasalahan yang tak kunjung mendapat solusi sehingga dampak yang ditimbulkan semakin meluas.  Tahun 2019, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat data kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang terjadi di Indonesia dalam kurun waktu 2018 hingga 2019 seluas 530. 915, 89 hektare (Ha). Artinya jika dibandingkan dengan luas wilayah DKI Jakarta yang seluas sekitar 66.150 hektare, maka dalam dua tahun saja kebakaran hutan dan lahan tersebut semakin meluas setidaknya 8 kali lipat lebih besar dari wilayah DKI Jakarta.

Kebakaran lahan khususnya di Riau banyak terjadi di kawasan lahan gambut dengan total luas sebesar 40.553 hektare dan di kawasan lahan mineral sebesar 8.713 hektare. Sedangkan di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) kebakaran mayoritas menjalar di kawasan lahan mineral yang mencapai 108.368 hektare. Berdasarkan data yang diperoleh dari SiPongi, Karhutla Monitoring System, Direktorat PKHL Kementrian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan RI sepanjang tahun 2019 tercatat ada lebih dari 1,5  juta hektare lahan yang mengalami kebakaran. Karhutla terjadi hampir seluruh provinsi yang ada di Indonesia kecuali DKI Jakarta. Karhutla terluas terjadi di provinsi Sumatera Selatan dengan luas 336.798,00 hektare disusul dengan provinsi Kalimantan Tengah seluas 317.749,00 hektare

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)  mencatat adanya peningkatan titik panas atau hotspot yang menandakan indikasi karhutla. Pantauan satelit Modis (Terra Aqua), Suomi NPP dan NOAA-20 pada tanggal 8 hingga 14 Oktober 2019 dideteksi adanya 1.547 titik panas atau hotspot di sebagian daerah Indonesia. Peningkatan jumlah titik panas atau hotspot terjadi di Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Jambi dan Kalimantan Timur.

Karhutla ini menyebabkan pekatnya kabut asap di beberapa wilayah khususnya Sumatera dan Kalimantan. Bahkan kabut asap mulai menyelubungi negara tetangga yaitu Malaysia, Singapura, Filipina bahkan Thailand Selatan. Ada 21 orang warga Malaysia yang mendesak pemerintah untuk menggugat Indonesia akibat kabut asap dari wilayah Indonesia telah merugikan warga Malaysia. Dalam pernyataan tersebut, gugatan yang dilayangkan dianggap langkah yang tepat guna mengurangi kebakaran yang terus terjadi yang berdampak bagi banyak orang tak hanya warga Indonesia namun warga negara lain yang berdekatan dengan lokasi karhutla.

Dampak kebakaran hutan dan lahan bagi kesehatan masyarakat

Kabut asap akibat karhutla tidak hanya berdampak kepada hilangnya ekosistem flora dan fauna, namun dampak yang diakibatkan lebih luas hingga dapat mengancam kesehatan manusia. Kabut asap mengandung partikel kimia yang berbahaya bagi kesehatan apabila dihirup dalam waktu yang lama. Kabut asap memiliki kandungan berbahaya seperti karbondioksida (CO2) yang tinggi. Selain itu, kabut asap juga mengandung partikel kimia dan berbahaya lain seperti karbonmonoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), sulfur oksida (SO2) dan kandungan partikel kimia lain seperti ozon (03), formaldehid, akrelein, serta benzen.

Selain senyawa yang berbahaya, kabut asap membawa partikel debu dan pasir yang dapat memperparah dampak buruk bagi kesehatan manusia. Dikutip dari depkes.go.id, berikut adalah dampak buruk kabut asap bagi kesehatan manusia.

Menyebabkan infeksi saluran pernapasan

Asap dari hasil pembakaran benda akan menyebabkan sensasi tidak nyaman dan kesulitan bernapas. Hal tersebut dirasakan oleh masyarakat yang terpapar kabut asap ketika karhutla terjadi. Kabut asap yang pekat dan mengandung banyak senyawa berbahaya akan mengganggu saluran pernapasan karena kadar oksigen di udara menipis. Ditambah dengan partikel debu dan pasir yang memperparah dampak bagi saluran pernapasan.

Menghirup kabut asap secara terus-menerus akan menyebabkan beberapa masalah kesehatan, diantaranya Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA). ISPA disebabkan oleh infeksi virus, bukan dari kabut asap. Namun kondisi udara yang terkontaminasi partikel kimia yang berbahaya ditambah dengan sistem kekebalan tubuh yang menurun dapat menyebabkan ISPA mudah menjangkit manusia. Mirisnya, lansia dan anak-anak bahkan bayi rentan terjangkit ISPA.

Berdasarkan data yang diperoleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada September 2019, penderita ISPA meningkat pesat hingga mencapai 919.516 pasien. Penderita ISPA tersebut berasal dari enam provinsi yang terkena dampak karhutla paling parah antara lain provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Sumatera Selatan memiliki jumlah pengidap ISPA terbanyak yaitu terdapat 291.807 pasien. Selanjutnya ada Riau dengan jumlah pengidap ISPA sebanyak 275.793 pasien dan Jambi sebanyak 63.554 pasien.

Menyebabkan iritasi tenggorokan dan mata

Kabut asap juga dapat mengiritasi tenggorokan dengan menimbulkan gejala batuk-batuk. Gejala tersebut akan semakin memburuk apabila terus-menerus menghirup kabut asap terutama bagi pekerja yang diharuskan untuk bekerja di luar ruangan. Partikel debu dan pasir juga dapat menyebabkan iritasi mata sehingga masyarakat dihimbau untuk memakai obat tetes mata apabila mata terasa perih dan diharapkan tidak menggosok mata jika terasa gatal karena partikel debu dan pasir dapat melukai mata.

Menyebabkan penyakit paru-paru dan jantung

Paparan kabut asap dapat menyebabkan infeksi paru-paru, penyakit paru obstruktif kronis hingg paling parah dapat menyebabkan kanker paru. Kabut asap juga akan memperburuk kondisi paru-paru apabila pasien telah mengidap masalah paru-paru sebelumnya. Penderita akan mengalami masalah asma dan penyakit paru lainnya.

Partikel dari kabut asap yang membahayakan juga dapat menyerang jantung. Partikel tersebut dapat memasuki aliran darah dan menyebabkan kondisi pembuluh darah serta jantung memburuk hingga meningkatkan resiko penyakit jantung koroner dan aterosklerosis yang dapat memicu penyakit stroke dan serangan jantung.

Siapa yang akan menanggung dampak yang ditimbulkan dari karhutla?

Jika mencari siapa yang akan menanggung dampak dari kahutla, jawaban yang muncul adalah masyarakat. Benar, bagaimanapun dampak buruk dari karhutla akan dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Polusi udara yang semakin parah menyebabkan berbagai penyakit dan menghambat aktivitas masyarakat. Belum lagi jika memikirkan dampak kepada ekosistem hayati dimana terdapat hutan beserta flora dan fauna yang harus merelakan habitatnya digantikan oleh perkebunan kelapa sawit. Praktek konversi hutan menjadi perkebunan sawit menyebabkan potensi bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Pada musim kemarau, akan mengalami kekeringan karena satu pohon sawit dalam sehari dapat menyerap 12 liter air dan unsur hara yang terkandung di dalam tanah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun