Menurut  "Keynesian", kondisi stabil, dan sebagai konsekuensinya, output potensial, adalah semacam kondisi asimtotik dan ekonomi biasanya berfluktuasi di sekitarnya. Oleh karena itu, analisis kesenjangan output mencerminkan fluktuasi siklus bisnis di sekitar keseimbangan jangka panjang.
Dalam dunia "moneter", perekonomian seharusnya secara konstan berada pada kondisi steady state (keseimbangan), oleh karena itu, pada output potensialnya. Hanya guncangan yang dapat menghasilkan fluktuasi di sekitarnya. Oleh karena itu, guncangan jangka panjang menentukan output potensial dan guncangan sementara memasuki kesenjangan output.
Identifikasi dapat dilakukan dengan dua cara yang berbeda dalam melihat fluktuasi ekonomi yaitu interpretasi "deviasi tren" terhadap perubahan produksi secara keseluruhan, dan pandangan bagaimana "penutupan kesenjangan" terhadap fenomena siklus yang ada (Chagny dan Dpke, 2001). Dalam hal ini, menunjukkan bahwa pendekatan jangka menengah, konsep output potensial cenderung diasimilasikan dengan konsep tren dan kesenjangan output dengan deviasi dari tren. Sebagai alternatif, apabila terdapat fokus pada jangka pendek, evolusi kesenjangan output sesuai dengan fluktuasi ekonomi, terutama terkait dengan komponen siklus dalam perekonomian. Â Jika dianalisis melalui sudut pandang siklus, analisis kesenjangan output dapat mengidentifikasi fase siklus bisnis (akselerasi/perlambatan). Sebaliknya, dari sudut pandang tren, kesenjangan output mengidentifikasi penyimpangan tren dan analisis gabungan antara output potensial dan kesenjangan output (komponen siklus/tren) memungkinkan untuk mendeteksi titik-titik pemulihan/resesi. Untuk menghindari kebingungan, perlu ditegaskan bahwa konsep siklus bisnis dan tren adalah murni statistik, sementara output potensial dan kesenjangan output berasal dari teori ekonomi. Meskipun fitur-fitur dari siklus bisa sangat mirip, konsekuensinya dalam hal dampak dari kebijakan stabilisasi adalah signifikan.
Sebaliknya, output gap yang positif mengindikasikan bahwa nilai output lebih tinggi dari output optimum. Output gap yang positif biasanya ditandai dengan adanya kelebihan permintaan, sehingga tingkat harga cenderung mengalami kenaikan yang signifikan atau tingkat inflasi yang relatif tinggi. Pertumbuhan ekonomi yang melebihi optimumnya juga menyebabkan meningkatnya permintaan barang impor, sehingga neraca perdagangan menjadi defisit atau neraca transaksi berjalan mengalami defisit yang pada akhirnya dapat memicu sentimen negatif terhadap perekonomian secara keseluruhan, terutama terhadap nilai tukar rupiah. Kondisi perekonomian dengan output gap yang positif biasanya disebut dengan overheating. Ketika output gap positif, pemerintah dapat melakukan kebijakan fiskal kontraktif untuk memperlambat pertumbuhan ekonomi agar tidak overheating. Kebijakan tersebut antara lain dengan menaikkan pajak, termasuk menaikkan pajak impor bahan baku dan bahan penolong, mengurangi pengeluaran pemerintah, menaikkan harga BBM bersubsidi, dan beberapa kebijakan lain yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.
"Trend deviation" merupakan kebijakan stabilisasi yang hanya dapat mengurangi variabilitas data yang diamati di sekitar tren tanpa adanya  kemungkinan untuk mempengaruhi pertumbuhan. Pada realitanya, pandangan ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ditentukan oleh faktor-faktor lain, yang dapat diasumsikan bersifat eksogen. Ini adalah skenario umum dari kebijakan stabilisasi yang optimal dan kinerjanya diukur dalam bentuk fungsi kerugian kuadratik yang dihitung berdasarkan variabel-variabel yang didefinisikan sebagai deviasi dari jalur keseimbangan. Dalam kasus "penutupan kesenjangan" menunjukkan bahwa kebijakan stabilisasi juga berpengaruh pada komponen pertumbuhan karena tren dan fluktuasi siklus tidak independen. Dalam pandangan ini, salah satu topik penting diwakili oleh definisi jenis fluktuasi mana yang harus dikaitkan dengan output potensial dan kesenjangan output. Sebuah kasus ekstrim diwakili oleh teori siklus bisnis riil yang mengasumsikan bahwa semua fluktuasi harus dikaitkan dengan output potensial, sehingga kesenjangan output hanya diwakili oleh faktor acak.
Dari sisi kebijakan moneter, bank sentral dapat mempertimbangkan untuk melakukan kebijakan moneter longgar seperti menurunkan suku bunga dan menambah jumlah uang beredar agar penyaluran kredit meningkat, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, relaksasi makroprudensial seperti peningkatan rasio loan-to-value (LTV) dan loan-to-deposit ratio juga dapat menjadi pilihan kebijakan untuk mendorong peningkatan aktivitas ekonomi dan beberapa kebijakan moneter lainnya. Dalam situasi yang sama, otoritas moneter juga dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan cara menaikkan suku bunga, memperlambat pertumbuhan jumlah uang beredar sehingga dapat memperlambat pertumbuhan kredit yang pada akhirnya akan memperlambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Selain itu, otoritas moneter juga dapat melakukan kebijakan makroprudensial dengan menurunkan loan-to-value ratio (LTV) atau loan-to-deposit ratio (LDR) dan lain-lain.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, hal tersebut menggambarkan tingkat urgensi estimasi output gap karena dapat menjadi indikator ringkas adanya excess demand dan excess supply dalam perekonomian. Dalam jangka pendek, kedua hal tersebut dapat menimbulkan tekanan inflasi atau deflasi yang pada akhirnya dapat direspon dengan kebijakan moneter dan fiskal yang tepat. Meskipun isu output gap sangat penting dalam perumusan kebijakan fiskal dan moneter, studi komprehensif mengenai hal ini di Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini dapat dimaklumi karena baik output potensial maupun output gap belum banyak dipahami.
METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah produk domestik bruto (PDB) Indonesia (PDB riil) yang bersumber dari Badan Pusat Statistik. Periode data yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2012 Q1 (kuartal 1) hingga 2022 Q4 (kuartal 4).Penurunan filter Hodrick-Prescoot mengikuti turunan dari filter King dan Rebelo (1993). Filter HP didasarkan pada asumsi bahwa proses deret waktu dapat dimodelkan sebagai penjumlahan dari komponen pertumbuhan dan komponen siklus. Dalam literatur siklus bisnis riil, komponen pertumbuhan sebaiknya dihilangkan, apakah itu tren stokastik atau deterministik, agar dapat mempelajari perilaku komponen siklis dan membandingkan perilaku tersebut di antara seri yang berbeda. Filter HP mencapai hal ini dengan mendefinisikan komponen siklus. Â
Metode ini digunakan untuk mendapatkan perkiraan komponen tren jangka panjang. Secara teknis, metode ini adalah filter linier mundur-maju yang digunakan untuk menghitung deret tren yang diperhalus (s) dari output (y) dengan meminimalkan fungsi kerugian (L) yang merupakan varians y di sekitar s dengan penalti tertentu. Â Parameter penalti mengontrol kehalusan deret st, semakin besar nilainya, semakin halus perkembangan st. Ketika mencapai tak terhingga, st mendekati pola tren linier. Hodrick dan Prescot merekomendasikan = 1600 untuk data kuartalan dan = 100 untuk data tahunan. Â Filter Hodrick dan Prescott adalah metode univariat yang paling dikenal dan paling umum digunakan untuk memperkirakan output potensial. Metode ini banyak digunakan dalam karya ilmiah dan juga oleh organisasi-organisasi internasional seperti IMF dan OECD. Di Uni Eropa, metode ini digunakan oleh Direktorat Urusan Ekonomi dan Keuangan dan Direktorat Ekonomi Bank Sentral Eropa.
HASIL DAN PEMBAHASAN