Dulu aku kurang peduli soal asuransi kesehatan, termasuk program JKN-KIS. Maklum, selain karena aku orangnya cuek, aku juga jarang sakit. Setidaknya, tidak pernah sakit serius. Hanya penyakit remeh macam demam, batuk, dan itu bisa sembuh dengan beli obat warung.
Suatu hari, oleh perusahaan tempat almarhum ayahku dulu bekerja, aku dibuatkan kartu KIS. Mumpung gratis, ya diiyakan sajalah. Siapa yang tak suka gratis?
Lalu tiba suatu saat ketika aku menggunakan KIS untuk pertama kali. Jadi ceritanya, dulu waktu kuliah pernah nambal gigi. Oleh dokter puskesmas diminta untuk datang lagi setelah setahun, yang sayangnya, tidak kulakukan. Selain karena aku sudah kembali ke kota asal, aku juga malas. Jadinya setelah dua setengah tahun sejak penambalan itu dilakukan, giginya bermasalah lagi. Lubang di gigi menganga tambah dalam. Rasanya sakit sekali, karena itu aku putuskan untuk ke klinik tempat KIS-ku terdaftar.
Rupanya penggunaan kartu BPJS di klinik itu sudah lumrah sekali. Bisa dibilang hampir semuanya pakai kartu BPJS. Karena klinik gigi baru buka setelah maghrib, sore itu aku hanya ambil antrean dan dapat nomor paling awal.
Rupanya sensasi takut ke dokter gigi masih kurasakan sampai waktu itu, hahaha. Terakhir kali berhadapan dengan dokter gigi ya waktu penambalan dua setengah tahun lalu dan rasanya gugup karena banyak alat-alat dokter yang aneh dan menyeramkan. Rupanya usia tidak menjamin rasa takut masa kecil benar-benar bisa hilang.
Singkat cerita, dokternya datang telat. Hahaha. Menunggu itu tidak enak biasanya, apalagi dalam kondisi sakit begitu. Hari itu saja sudah aku tunggu-tunggu selama tiga hari. Hari itu Senin, dan Sabtu sebelumnya aku sudah berencana periksa, tapi ternyata Sabtu dan Minggu poli gigi tutup. Jadilah selama beberapa waktu itu aku menahan sakit plus sulit tidur, nangis-nangis seperti anak kecil.
Setelah diperiksa si dokter, sampailah pada kesimpulan gigiku tidak bisa ditambal lagi dan harus dicabut. Dan sungguh itu kedengaran lebih horor daripada harus menambal gigi dan berhadapan dengan alat-alat menakutkan itu lagi. Kenapa bisa kusimpulkan begitu? Sebab dulu waktu kecil ada gigi taring yang tumbuh 'liar' dan harus dicabut. Karena dicabut paksa maka jadinya lebih sakit daripada mencabut gigi yang sudah goyang. Nah, aku membayangkan seperti itu, bahkan lebih menakutkan. Sebab kali ini yang harus dicabut gigi geraham yang lebih besar daripada gigi taring.
Tapi perkataan dokternya bikin aku lebih tenang. Sebab walau sempat ada perkataan "Ini operasi, tapi termasuk operasi kecil." tapi dokternya juga bilang kalau bakalan dibius jadi tidak sakit. Oleh dokternya diresepkan obat dan disuruh datang lagi tiga hari kemudian.
Semua proses gratis. Walau obat yang didapat lebih sedikit daripada pasien umum tapi itu tidak masalah, toh obatnya cukup. Jadi setelah minum obat itu aku tidak merasa sakit lagi. Tiga hari kemudian setelah obat habis aku kembali ke klinik.
Ditanya-tanya dokter tentang perkembangan gigi. Ditanya apa sudah siap dirujuk ke rumah sakit, aku jawab sudah. Aku minta surat rujukan ke bagian administrasi, dan setelah jadi dan minta tanda tangan dokter, aku diberi obat lagi. Gratis. Jaga-jaga kalau selama menanti waktu cabut gigi berasa sakit lagi.
Masa berlaku surat rujukan sebulan. Aku tidak langsung ke rumah sakit keesokannya. Info saja, rumah sakit rujukan ini super dekat dari rumah. Tinggal keluar kompleks dan di situlah rumah sakit berdiri.
Suatu hari setelah selesai menjaga kerabat yang dirawat inap di rumah sakit tersebut, aku berniat sekalian daftar poli gigi. Oleh resepsionis, ternyata untuk pasien BPJS diharuskan daftar pagi-pagi sekali (waktu itu sudah hampir siang). Oleh mereka aku ditunjukkan ruang dimana pasien BPJS harus mendaftar.
Aku yang cuek lagi-lagi tak perhatian banyak pada frasa 'pagi-pagi sekali'. Memang masih termasuk pagi, tapi waktu aku datang ternyata ruangan sudah penuh! Aku dapat antrian nomor tiga ratus enam puluhan, dan waktu aku datang masih urutan sekitar nomor kelimapuluh. Alamak mati kebosanan nih aku. Tapi untung aku sudah jaga-jaga bawa buku bacaan biar kebosanan bisa agak teredam.
Awal-awal aku berdiri lama karena kursi penuh. Yang bikin sebal, ada saja orang baru datang yang menyerobot kursi yang baru kosong. Mbok ya menyilakan yang sudah lebih lama berdiri gitu lho (mentang-mentang ibu-ibu yeeee selalu benar). Jadilah aku akhirnya tidak mau kalah berburu kursi kosong juga. Lha wong aku datang lebih dulu harusnya aku yang lebih berhak dapat kursi kosong duluan, dong. Hahaha! Ini Indonesia, janganlah berharap banyak pada hal seperti ini.
Setelah berabad-abad melalui kebosanan akut, akhirnya nomorku dipanggil. Prosesnya tidak begitu lama, hanya karena aku baru terdaftar di rumah sakit itu maka harus buat keanggotaan dulu. Tapi tetap prosesnya tidak lama kok. Singkat cerita aku akhirnya pergi ke poli gigi. Fyuuuhh, ini masih baru tahap pertama ya, tapi untuk melaluinya butuh waktu berjam-jam. Aku berusaha sabar, sebab beginilah BPJS. Aku menghibur diri paling tidak aku tidak perlu keluar uang sedikitpun untuk berobat. Yah, paling cuma keluar uang buat parkir doang.
Rasa grogi dengan poli gigi masih ada dooong, hahaha. Oleh si dokter disuruh pergi ke ruang radiologi untuk di-rontgen giginya. Dari hasil foto itu bisa dilihat apa memang perlu giginya dicabut atau masih bisa dipertahankan. Dan untuk proses yang ini tidak lama-lama banget nunggunya dan yang terpenting gratis hahaha. Padahal aku sudah menghitung-hitung kira-kira biaya berapa yang kukeluarkan seandainya aku tidak pakai KIS. Tentunya aku jadi lebih bersyukur dong ya.
Dari hasil foto bisa dilihat kalau akar gigi yang bermasalah sudah pendek dibanding gigi-gigi tetangganya yang panjang-panjang dan dalam. Dengan hasil itu, diputuskan kalau gigiku baiknya dicabut untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Dokter segera cari jadwal kosong untuk bisa cabut gigiku dan itu lumayan lama, lebih dari dua minggu kemudian. Dan sebelum aku pergi, dokternya pesan agar datang lebih pagi di hari pencabutan. Yah, dokternya seperti tak tahu saja antrean BPJS seperti apa, tapi ya aku coba untuk datang lebih pagi.
Setelah itu menebus obat juga lama sekali. Tapi lagi-lagi hanya berusaha maklum dan sabar hahaha.
Untung saja sejak aku pertama datang ke faskes pertama hingga hari H pencabutan gigiku tidak pernah sakit lagi. Tapi obat dari rumah sakit tetap harus diminum paling tidak tiga hari sebelum cabut gigi.
On the big day, aku datang sekitar jam enam. Itu sudah pagi menurutku hahaha. Sampai sana tidak begitu ramai jika dibanding sebelumnya. Aku dapat antrean nomor seratus lima puluh sekian. Lumayanlah, dan setidaknya aku juga bisa cepat dapat tempat duduk.
Karena sudah pernah berjuang di medan perang sebelumnya, maka masaku menunggu kali ini tidak seberat sebelumnya. Jam setengah sembilan sudah selesai. Namun begitu sampai di poli gigi, dokternya sudah langsung memberondongku dengan pertanyaan, "Kenapa siangan?" Hahaha ampun deh. Resepsionis poli gigi juga on the way telepon HP-ku ketika aku membuka pintu poli.
Aku sebenarnya sudah berusaha tenang, tapi dokter yang harusnya jadi penguat penenang malah melakukan hal sebaliknya.
"Nyebut yang banyak ya, istighfar."
Tentu dong Bu Dokter, pastilah. Tapi karena dokternya ngomong langsung begitu, jadinya kok aku malah grogi gitu hahaha. Ngomongnya pakai nada agak tegang plus terburu-buru gitu, jadinya aku yang tadinya sudah santai jadi rada grogi lagi. Mana dokternya pakai topi pelindung lagi, hahaha. Topinya melindungi bagian wajah begitu, jadi aku membayangkan yang tidak-tidak yang mungkin saja bisa terjadi.
Jujur bagian paling sakit dari proses itu malah ketika aku dibius. Disuntik bius tiga kali di area gusi dan walau sebenarnya tidak sakit-sakit amat, tapi itulah proses yang paling sakit. Gusi serasa ditekan kuat-kuat dengan sensasi disuntik begitu, tapi rasanya agak beda dengan disuntik di kulit biasa. Setelah itu mulai mati rasa dan akhirnya peperangan dimulai.
Gigi digetok kuat-kuat seperti dipalu dan berusaha dicongkel. Selama proses itu aku merem terus jadi tidak lihat dokternya pakai alat yang seperti apa saja. Oh ya, dokter yang menangani ada dua. Mereka gantian melakukan macam-macam hal pada gigiku. Selama itu pula dokternya mengingatkanku untuk terus nyebut. Haduh, tambah bikin grogi aja hahaha. Pada akhirnya ketika kurasa gigi sudah tercabut, aku jadi lebih lega. Dokter akhirnya menyuruhku meludah. Takut-takut aku membuka mata dan agak lega ketika darah yang keluar cuma sedikit.
Setelah itu gigi disumpal pakai sesuatu seperti biasanya kalau habis cabut gigi, yang putih-putih padat seperti buntalan kapas itu. Habis itu dituliskan resep obat dan diberi wanti-wanti penanganan selanjutnya. Dan jika cabutan bermasalah dalam tiga bulan selanjutnya disuruh kembali lagi. Selama dibilangi itu kalau aku nggak ngangguk-ngangguk, ya ngomong yang kedengarannya seperti kumur-kumur.
Setelah menerima resep, mulutku rasanya penuh. Aku mengambil tisu dan memutuskan meludah di situ. Kenapa? Karena seperti firasatku, yang keluar memang ludah bercampur darah. Langsung deh aku ambil tisu banyak buat persediaan. Proses keluar ludah campur darah ini cukup lama, hingga lewat siang hari masih berlangsung.
Antre obat tidak pakai nunggu lama karena lagi sepi sekali. Para pasien masih pada sibuk di poli-poli, belum selesai diperiksa. Singkat cerita aku pulang. Daerah habis dicabut, termasuk pipi, masih mati rasa. Sambil jalan ke parkiran, aku berpikir, bagaimana ya seandainya kalau tidak dibius? Pasti sakit sekali. Dan tentunya aku juga mikir, kalau saja tidak ada KIS, berapa uang yang harus kukeluarkan, sementara pekerjaan saja masih belum tetap?
Terlepas dari banyaknya keluhan dari masyarakat, pada dasarnya program JKN-KIS berupaya untuk memberikan yang terbaik buat masyarakat. Aku, atau tepatnya kami, berharap untuk ke depannya BPJS makin berbenah diri untuk membuat masyarakat Indonesia lebih sehat dan lebih peduli pada kesehatan. Salah satu hal positif di penghujung tahun 2018 ini adalah aku sudah lebih peduli pada kesehatan. Alhamdulillah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H