Suatu hari setelah selesai menjaga kerabat yang dirawat inap di rumah sakit tersebut, aku berniat sekalian daftar poli gigi. Oleh resepsionis, ternyata untuk pasien BPJS diharuskan daftar pagi-pagi sekali (waktu itu sudah hampir siang). Oleh mereka aku ditunjukkan ruang dimana pasien BPJS harus mendaftar.
Aku yang cuek lagi-lagi tak perhatian banyak pada frasa 'pagi-pagi sekali'. Memang masih termasuk pagi, tapi waktu aku datang ternyata ruangan sudah penuh! Aku dapat antrian nomor tiga ratus enam puluhan, dan waktu aku datang masih urutan sekitar nomor kelimapuluh. Alamak mati kebosanan nih aku. Tapi untung aku sudah jaga-jaga bawa buku bacaan biar kebosanan bisa agak teredam.
Awal-awal aku berdiri lama karena kursi penuh. Yang bikin sebal, ada saja orang baru datang yang menyerobot kursi yang baru kosong. Mbok ya menyilakan yang sudah lebih lama berdiri gitu lho (mentang-mentang ibu-ibu yeeee selalu benar). Jadilah aku akhirnya tidak mau kalah berburu kursi kosong juga. Lha wong aku datang lebih dulu harusnya aku yang lebih berhak dapat kursi kosong duluan, dong. Hahaha! Ini Indonesia, janganlah berharap banyak pada hal seperti ini.
Setelah berabad-abad melalui kebosanan akut, akhirnya nomorku dipanggil. Prosesnya tidak begitu lama, hanya karena aku baru terdaftar di rumah sakit itu maka harus buat keanggotaan dulu. Tapi tetap prosesnya tidak lama kok. Singkat cerita aku akhirnya pergi ke poli gigi. Fyuuuhh, ini masih baru tahap pertama ya, tapi untuk melaluinya butuh waktu berjam-jam. Aku berusaha sabar, sebab beginilah BPJS. Aku menghibur diri paling tidak aku tidak perlu keluar uang sedikitpun untuk berobat. Yah, paling cuma keluar uang buat parkir doang.
Rasa grogi dengan poli gigi masih ada dooong, hahaha. Oleh si dokter disuruh pergi ke ruang radiologi untuk di-rontgen giginya. Dari hasil foto itu bisa dilihat apa memang perlu giginya dicabut atau masih bisa dipertahankan. Dan untuk proses yang ini tidak lama-lama banget nunggunya dan yang terpenting gratis hahaha. Padahal aku sudah menghitung-hitung kira-kira biaya berapa yang kukeluarkan seandainya aku tidak pakai KIS. Tentunya aku jadi lebih bersyukur dong ya.
Dari hasil foto bisa dilihat kalau akar gigi yang bermasalah sudah pendek dibanding gigi-gigi tetangganya yang panjang-panjang dan dalam. Dengan hasil itu, diputuskan kalau gigiku baiknya dicabut untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Dokter segera cari jadwal kosong untuk bisa cabut gigiku dan itu lumayan lama, lebih dari dua minggu kemudian. Dan sebelum aku pergi, dokternya pesan agar datang lebih pagi di hari pencabutan. Yah, dokternya seperti tak tahu saja antrean BPJS seperti apa, tapi ya aku coba untuk datang lebih pagi.
Setelah itu menebus obat juga lama sekali. Tapi lagi-lagi hanya berusaha maklum dan sabar hahaha.
Untung saja sejak aku pertama datang ke faskes pertama hingga hari H pencabutan gigiku tidak pernah sakit lagi. Tapi obat dari rumah sakit tetap harus diminum paling tidak tiga hari sebelum cabut gigi.
On the big day, aku datang sekitar jam enam. Itu sudah pagi menurutku hahaha. Sampai sana tidak begitu ramai jika dibanding sebelumnya. Aku dapat antrean nomor seratus lima puluh sekian. Lumayanlah, dan setidaknya aku juga bisa cepat dapat tempat duduk.
Karena sudah pernah berjuang di medan perang sebelumnya, maka masaku menunggu kali ini tidak seberat sebelumnya. Jam setengah sembilan sudah selesai. Namun begitu sampai di poli gigi, dokternya sudah langsung memberondongku dengan pertanyaan, "Kenapa siangan?" Hahaha ampun deh. Resepsionis poli gigi juga on the way telepon HP-ku ketika aku membuka pintu poli.
Aku sebenarnya sudah berusaha tenang, tapi dokter yang harusnya jadi penguat penenang malah melakukan hal sebaliknya.