Dengan kondisi yang beranekaragam suku, ras dan budaya maka sangat dimungkinkan perda- perda yang bernuansa syariah tersebut muncul, akan tetapi hal itu semua harus tunduk pada peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi. Sehingga data yang diperoleh bahwa perda syariah dan perda injil tidak mencerminkan nilai kebangsaan yang plural perlu dikaji kembali oleh Grace Natalie beserta dengan PSI, karena jika dilihat dari sudut pandang hukum peraturan perundang- undangan apabila bertentangan suatu perda, maka perda tersebut dapat dibatalkan.
Negara Religius
Fenomena yang berkaitan dengan statmen PSI tersebut mengingatkan kembali kepada kita sebagai bangsa Indonesia bahwa sebagai negara hukum Indonesia tidak lepas dari keberagaman dan keberagamaan. Hal ini dapat ditelusiri dari risalah sidang BPUPKI yang menempatkan ketuhanan sebagai sila pertama dari Pancasila.
Artinya Pancasila difahami sebagai landasan filosofi "hierarki piramidal" dalam merumuskan hukum (Mahfud MD;2012). Maka dalam praktiknya, nuansa religius ini dimasukkan ke dalam  alenia ketiga pembukaan UUD NRI 1945.
Bukan hanya UUD saja setiap peraturan perundang-undangan baik itu setingkat UU sampai Perda bahkan Perdes sekalipun terdapat irah- irah yang merefleksikan bahwa pembuatan nuansa religius yaitu Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa. Di luar itu, putusan pengadilan yang notabenenya adalah produk dari lembaga peradilan juga menggunakan frase "Demi Keadilan dan Ketuhanan Yang Maha Esa."
Inilah gambaran dari refleksi bahwa nuansa religiusitas tidak dapat dipisahkan dalam setiap kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dapat dipisahkan dengan nuansa persatuan, kebangsaan yang religius. Namun ada perlu digarisbawahi yaitu, sebagai negara Indonesia tidak pernah melatakkan agama sebagai dasar negara.
Hal ini ditegaskan di dalam Pasal 1 ayat 3 UUD NRI yang menegaskan bahwa Indonesia sebagai negara Hukum. Sehingga masihkah statmen yang menolak perda syariah dan perda injil ini atau bahkan perda- perda yang bernuansa religius?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H