Hal yang muncul kedua ialah tentang harapan ke depan. Pertama, dengan gerakan ini, paling kurang secara tidak langsung bisa membantu menahan air. Selain itu, gerakan ini dapat menambah produksi oksigen serta memberikan kesejukan pun suasana hijau. Di masa yang akan datang, tindakan penghijauan ini pun datang bisa membantu memberikan wajah yang lebih segar bagi wilayah istirahat terakhir (pekuburan) mereka yang dimakamkan di sana. Pekuburan juga perlu dihijaukan sehingga yang meninggal bisa beristirahat dalam keteduhan alam. Apalagi itu akan menjadi rumah masa depan bagi banyak orang.
Hal kedua ialah gerakan ini tidak boleh menjadi gerakan mubazir atau sekedar selebrasi untuk sekedar selfie atau mencari nilai. Oleh karena itu, untuk mengawal keberhasilan program ini, para mahasiswa STPM dan AMC telah membuat pembagian kelompok untuk mengecek perkembangan bibit pohon yang telah ditanam.
Di tengah darai tawa karena kelakar-kelakar yang terlempar di tengah kegiatan, tentu terselip harapan di hati para aktor muda penghijauan ini, kalau pohon-pohon ini akan tumbuh dengan subur. Jika demikian, hal ini akan menjadikan kawasan Aebambu dan sekitarnya menjadi lebih hijau di masa yang akan datang.Â
Namun yang juga tidak kalah pentingnya ialah menenam pohon itu dapat disamakan seperti menanam masa depan. Banjir mungkin hanya jadi wacana pemantik. Tetapi  masa depan generasi muda akan sangat bergantung pada kelestarain alam, salah satunya adalah ketersediaan tumbuhan hijau. Merawat alam berarti merawat masa depan. Dan, tidak perlu mengunggu orang lain, melakukannya. Kaum muda harus bisa mulai bergerak sendiri dari tempat ini dan masa kini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H