Mohon tunggu...
rheynalzhr
rheynalzhr Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Brawijaya

Salah satu mahasiswa dari Uniersitas Brawijaya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menghadapi Tantangan Penyandang Disabilitas Rungu di Masyarakat Indonesia.

11 Desember 2024   00:31 Diperbarui: 11 Desember 2024   00:29 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disabilitas rungu, atau gangguan pendengaran, merupakan salah satu bentuk disabilitas yang paling umum di seluruh dunia. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 466 juta orang di dunia mengalami gangguan pendengaran, dan angka ini diperkirakan akan meningkat seiring dengan bertambahnya populasi lanjut usia dan paparan terhadap kebisingan (WHO, 2021). Di Indonesia, tantangan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas rungu sangat kompleks, melibatkan aspek kesehatan, pendidikan, dan interaksi sosial. Artikel ini akan membahas berbagai aspek terkait disabilitas rungu, termasuk definisi, dampak sosial, hambatan dalam akses layanan kesehatan, serta upaya untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif.

Disabilitas rungu merupakan keadaan di mana orang kesulitan mendengar suara. Gangguan pendengaran ini dapat bervariasi dari ringan hingga berat dan dapat terjadi pada satu atau kedua telinga. Berbagai penyebab gangguan ini termasuk faktor genetik, infeksi telinga, dan paparan suara keras. Indonesia adalah salah satu dari empat negara Asia dengan prevalensi gangguan pendengaran yang sangat tinggi, yaitu 4,6%, dan ketulian pada semua kelompok usia di 7 provinsi adalah 0,4%. Ini menunjukkan bahwa gangguan pendengaran adalah masalah kesehatan masyarakat yang membutuhkan perhatian lebih besar (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2022).

Seseorang dengan gangguan pendengaran dapat dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan seberapa parah mereka. Mereka yang mengalami gangguan pendengaran sedang dapat mengalami kesulitan besar dalam berkomunikasi tanpa bantuan alat bantu dengar atau implan koklea, sedangkan gangguan pendengaran ringan biasanya hanya mengganggu kemampuan mendengar suara-suara lembut. Akibatnya, memahami jenis gangguan pendengaran sangat penting untuk memilih intervensi yang tepat.

Dalam kehidupan sehari-hari, penyandang disabilitas rungu sering menghadapi berbagai masalah. Dampak terbesar adalah masalah komunikasi. Komunikasi efektif sangat penting untuk interaksi sosial, pendidikan, dan akses ke layanan kesehatan. Ada kemungkinan bahwa ketidakmampuan mendengar menyebabkan isolasi sosial dan kesulitan untuk membangun hubungan interpersonal. Menurut penelitian, orang dengan gangguan pendengaran lebih cenderung merasa terasing dari lingkungan sosial mereka.

Kesulitan dalam berkomunikasi secara efektif tidak hanya berdampak pada hubungan pribadi tetapi juga pada partisipasi mereka dalam kegiatan masyarakat. Misalnya, penyandang disabilitas rungu sering kali merasa terpinggirkan dalam diskusi kelompok atau pertemuan publik karena mereka tidak dapat mengikuti percakapan dengan baik. Hal ini dapat mengurangi rasa percaya diri mereka dan membuat mereka enggan untuk berpartisipasi aktif di masyarakat.

Kurang informasi juga akan terjadi pada penyandang disabilitas rungu yang mengalami kesulitan berkomunikasi. Seperti yang ditunjukkan oleh hasil wawancara yang dilakukan oleh Cahyono dan Probokusumo (2016) dengan keluarga penyandang disabilitas, institusi terkait belum menyediakan berbagai jenis informasi yang dapat diakses oleh penyandang disabilitas. Misalnya, informasi tentang pendidikan, kesehatan, dan ketenagakerjaan belum tersedia dalam bentuk yang dapat diakses oleh orang yang tidak dapat mengaksesnya. Informasi publik tidak tersedia bagi penyandang disabilitas netra karena mereka harus membacanya dalam huruf braille atau dalam bahasa isyarat bagi penyandang rungu di media elektronik atau televisi. Akibatnya, informasi publik tidak dapat diterima dan dipahami oleh mereka.

Penyandang disabilitas rungu masih mengalami diskriminasi sosial yang signifikan. Banyak orang masih menganggap gangguan pendengaran negatif atau stereotip. Hal ini dapat mengubah berbagai aspek kehidupan manusia, seperti pendidikan dan pekerjaan. Seperti yang ditunjukkan oleh penelitian, stigma ini berdampak pada kesehatan mental dan kualitas hidup orang yang memiliki disabilitas rungu. Karena diskriminasi ini, mereka sering merasa tidak diterima di masyarakat.

Seringkali, disabilitas rungu menyebabkan stigma sosial. Banyak orang tidak menyadari fakta bahwa orang dengan gangguan pendengaran memiliki kemampuan yang sama jika mereka menerima dukungan dan kesempatan yang tepat. Akibatnya, sangat penting bagi masyarakat untuk menjadi lebih tahu tentang disabilitas rungu dan bagaimana berkomunikasi dengan mereka dengan baik. 

Meskipun ada undang-undang yang melindungi hak penyandang disabilitas untuk mendapatkan layanan kesehatan, banyak tantangan terus ada. Fasilitas kesehatan yang tidak ramah disabilitas merupakan kendala utama. Fasilitas kesehatan yang tidak ramah terhadap penyandang disabilitas mencakup kurangnya aksesibilitas fisik seperti ramp atau lift untuk pasien dengan mobilitas terbatas, serta kurangnya informasi tentang layanan yang tersediakan untuk penyandang disabilitas. Banyak rumah sakit dan klinik tidak memiliki alat bantu komunikasi atau tenaga medis yang terlatih untuk berkomunikasi dengan pasien rungu. Akibatnya, mereka kesulitan mendapatkan perawatan yang mereka butuhkan. Selain itu, banyak tenaga medis tidak memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan bahasa isyarat atau cara komunikasi lainnya. 

Penyedia layanan kesehatan perlu memastikan bahwa semua materi informasi tersedia dalam format yang mudah dipahami oleh penyandang disabilitas rungu. Ini termasuk penggunaan gambar atau ilustrasi serta teks sederhana yang jelas dan ringkas. Dengan demikian, penyandang disabilitas rungu akan lebih mampu memahami informasi mengenai layanan kesehatan dan hak-hak mereka.

Stigma di lingkungan kesehatan juga dapat menghalangi penyandang disabilitas rungu untuk mencari perawatan yang mereka butuhkan. Diskriminasi dari tenaga kesehatan dapat menciptakan rasa ketidaknyamanan bagi pasien rungu saat berinteraksi dengan dokter atau perawat. Hal ini dapat menyebabkan mereka menghindari kunjungan ke fasilitas kesehatan meskipun mengalami masalah kesehatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun