Mohon tunggu...
Rheyandra Bayu Anggara
Rheyandra Bayu Anggara Mohon Tunggu... Insinyur - K3L PLTGU TANJUNG UNCANG

Seorang individu yang teliti, pekerja keras, dan optimis yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang dinamis, dengan pemahaman dan pendekatan yang melihat big picture dari suatu masalah. Memiliki pengetahuan luas dalam bekerja sama dengan orang banyak dan kolaborasi proyek dengan berbagai tim dari latar belakang berbeda

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pancasila Sebagai Etika Politik

30 Mei 2024   13:27 Diperbarui: 30 Mei 2024   13:46 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Batam, 30 mei 2024

Rheyandra Bayu Anggara 

221083042

Universitas Riau Kepulauan

Pancasila merupakan pandangan hidup masyarakat Indonesia dan merupakan sumber dari segala hukum dan norma yang ada dalam masyarakat. Salah satunya adalah norma nasional yang erat kaitannya dengan etika politik. Tidak banyak orang yang mampu menjelaskan Pancasila sebagai etika politik. Padahal, dalam penerapannya, Pancasila mempunyai peranan yang sangat penting dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam urusan bernegara dan politik. Oleh karena itu, sangat penting bagi warga negara Indonesia untuk mengetahui pandangan Pancasila sebagai etika politik.

Hakikat Etika Pancasila Rumusan Pancasila yang otentik dimuat dalam Pembukan UUD 1945 alinea keempat. Dalam penjelasan UUD 1945 yang disusun oleh PPKI ditegaskan bahwa "pokok-pokok pikiran yang termuat dalam Pembukaan (ada empat, yaitu persatuan, keadilan, kerakyatan dan ketuhanan menurut kemanusiaan yang adil dan beradab) dijabarkan ke dalam pasal-pasal Batang Tubuh. Dan menurut TAP MPRS No.XX/MPRS/1966 dikatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Sebagai sumber segala sumber, Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Sebagai sumber segala sumber Pancasila merupakan satu-satunya sumber nilai yang berlaku di tanah air. 

Dari satu sumber tersebut diharapkan mengalir dan memancar nilai-nilai ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan penguasa. Hakikat Pancasila pada dasarnya merupakan satu sila yaitu gotong royong atau cinta kasih dimana sila tersebut melekat pada setiap insan, maka nilai-nilai Pancasila identik dengan kodrat manusia. oleh sebab itu penyelenggaraan Negara yang dilakukan oleh pemerintah tidak boleh bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, terutama manusia yang tinggal di wilayah nusantara.

Etika politik menghendaki agar kekuasaan negara dilaksanakan dengan derajat kewajaran, yaitu dilaksanakan dan diakui menurut undang-undang yang berlaku legalitas yang akan dilaksanakan secara demokratis dan dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip moral. Di masa depan, seluruh aspek kekuasaan, kebijakan publik, dan distribusi kekuasaan didasarkan pada legitimasi agama dan moral.Hal ini sesuai dengan sila pertama dan kedua Pancasila. 

Selanjutnya penyelenggaraan negara harus berdasarkan asas legitimasi hukum, yaitu legalitas. Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945 menyatakan negara Indonesia adalah negara hukum. Oleh karena itu, keadilan dalam hidup berdampingan harus mengikuti sila kelima Pancasila. Jika keadilan sosial menjadi tujuan utama kehidupan berbangsa. 

Artinya segala kebijakan, wewenang dan kewenangan pengendalian pemerintah harus berdasarkan hukum yang berlaku. Apalagi, karena suatu negara bermula dari rakyatnya, maka seluruh kebijakannya harus selalu diarahkan kepada rakyat.Hal ini sesuai dengan sila keempat bahwa rakyat adalah sumber kekuasaan negara. Oleh karena itu, dalam menjalankan politik sebenarnya, segala sesuatu yang berhubungan dengan eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus didasarkan pada legitimasi kerakyatan atau demokratis.

Saat ini terdapat ancaman serius terhadap persatuan bangsa dan kemunduran penerapan etika demokrasi dalam kehidupan berbangsa. Ketika proses demokrasi diabaikan tanpa etika, maka timbullah konflik sosial di masyarakat. Hal ini apabila didiamkan proses demokrasi tanpa etika, maka akan muncul konflik sosial dimasyarakat, misalnya terjadi beda pilihan politik dalam pilpres (terpolarisasi), munculnya gelombang politik identitas, adanya intoleransi, munculnya ujaran-ujaran kebencian, berita bohong (hoax), dan sikap pesimistis yang didagangkan, bukannya optimistis. Kita dipertontonkan debat-debat di media televisi (TV Nasional dan TV Swasta) yang tidak mendidik dari masing masing pendukung paslon dengan sikap-sikap yang tidak ber-etika atau berbudi perkerti luhur, malah mereka sangat bangganya saling mencaci-maki dan menyerang lawan tanpa data (informasi sesat). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun