Mohon tunggu...
Rheno Ade Sastra
Rheno Ade Sastra Mohon Tunggu... Insinyur - Mahasiswa

Chemical Engineer - Faculty Of Engineering - Univesitas Pembangunan Nasional " Veteran " Jawa Timur

Selanjutnya

Tutup

Money

Mega Proyek Pembangunan Pabrik Diesel Biohidrokarbon Katalis Merah Putih sebagai Salah Satu Solusi Kedaulatan Negeri

8 Juli 2020   08:26 Diperbarui: 8 Juli 2020   08:45 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama 4 bulan ke belakang, seluruh dunia sedang menghadapi masa – masa yang cukup sulit akibat pandemi covid-19 termasuk Indonesia. Indonesia juga salah satu dari sekian banyak Negara yang sedang berkutat menghadapi permasalahan covid-19. Tapi tahukah kita, di balik maraknya wabah covid-19, Indonesia juga punya kabar yang cukup menggembirakan di sector energy baru terbarukan. 

Sebelum membahasnya, terlebih dahulu kita harus tahu siapa dan apa saja yang di miliki oleh Negara yang kerap di sapa sebagai paru – paru dunia ini. 

Yah, Indonesia merupakan negara yang tak kunjung habis di bicarakan di mata dunia. Biru lautan serta sumber daya alam negeri ini seakan menjadi mutiara bagi yang melihatnya. 

Hampir 75 tahun negara ini merdeka atas hak kuasa untuk tanah airnya, dengan jumlah penduduk yang kini sudah di atas rata – rata tentunya memaksa pemerintah memutar otak untuk mengelola sumber daya alamnya. 

Tercatat  ada 267 juta jiwa yang hidup di tanah surga Indonesia. Tentunya dengan kapasitas penduduk yang cukup luar biasa, akan memunculkan beberapa data dan fakta yang berujung akibat meledaknya tingkat pertumbuhan di Indonesia. Negeri merah putih kali ini terkena dampak yang cukup serius yang disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk.  

Salah satu sektor yang terkena imbas dari bonus demografi yang melanda adalah energi minyak sebagai sumber daya yang tergolong cukup vital bagi bangsa ini.  

Beberapa puluh tahun terakhir Indonesia sudah mengalami defisit energi, khususnya minyak. Besarnya kebutuhan akan minyak, terutama BBM, tak sebanding dengan hasil produksi yang terus menurun. 

Alhasil, Indonesia menggantungkan diri dari impor bahan bakar minyak. Impor BBM mencapai 41% dari total konsumsi. Konsumsi BBM terus meningkat hingga mencapai sekitar 1,6 juta barel per hari. Hal ini di tengarai oleh garangnya masyarakat merah putih dalam mengkonsumsi bahan bakar minyak.

Oleh karena itu terobosan – terobosan penting di lakukan oleh Indonesia guna mencapai kedaulatan energy dan bisa mencukupi permintaan yang ada dalam negeri maka di kembangkanlah proyek Bahan Bakar Nabati. 

BBN tersebut di gadang – gadang akan menggantikan peran crude oil serta akan mengurangi emisi karbon yang ada di Indonesia. Seperti di kutip di atas, tentu Indonesia merupakan salah satu Negara yang kaya akan nabati, salah satunya yakni kelapa sawit yang dapat di manfaatkan menjadi bahan bakar nabati untuk memenuhi permintaan bahan bakar nasional. 

Selain itu, Indonesia juga sudah mentargetkan bauran energy nasional 2025 dimana Energi Baru Terbarukan atau di kenal sebagai EBT harus memenuhi target 23% . Salah satu kabar gembira yang di maksudkan di atas yakni akan di kembangkannya proyek Pabrik Diesel Biohydrocarbon di salah satu wilayah nusantara yakni Palembang Sumatra Selatan.

Perlu kita ketahui Green-fuel merupakan senyawa biohidrokarbon yang secara umum karakteristiknya sama dengan senyawa hidrokarbon berbasis fosil sehingga dapat dicampurkan pada tingkat persentase berapa saja tanpa perlu penyesuaian mesin kendaraan. 

Green-fuel ini merupakan pilihan yang baik untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar cair dalam negeri untuk mensubstitusi minyak mentah atau BBM dari produksi dalam negeri, disamping BBN jenis Biodiesel yang sudah berjalan secara komersial hingga pencampuran 20% (B20). 

Produksi green-fuel ini pada ujungnya terkait pula dengan upaya mengurangi tekanan neraca pembayaran negara atas impor minyak mentah. Co-processing merupakan salah satu opsi metode produksi green-fuel melalui proses pengolahan bahan baku minyak nabati dengan minyak bumi secara bersamaan menjadi green-hydrocarbon (green-gasoline, green-diesel, atau bioavtur). Produksi Green-Fuel telah dirilis dan pertama kali di uji publik oleh PT. Pertamina ( Persero ) di kilang Residue Fluidized Cracking Catalityc Unit (RFCCU) Refinery Unit (RU) III Plaju.  ( EBTKE, 2018 )

Rabu, 4 Maret 2020 Menteri ESDM, Arifin Tasrif menyaksikan pnandatanganan Memorandum of Understanding ( MOU ) antara Balitbang ESDM, Badan Pengelola Perkebunan Kelapa Sawit ( BPDPKS ), PT. Pertamina, Pupuk Indonesia, dan Institus Pertanian Bogor terkait kerja sama penelitian bahan bakar nabati ( BBN ) khususnya diesel biohydrocarbon.

Ada beberapa poin penting dalam kerjasama antara pihak di atas yakni penguatan kerha sama para pihak untuk pengembangan pemanfaatan green – fuel energy dalam hal ini BBN. Kedua , yakni meningkatkan keahlian sumber daya manusia dan lembaha serta tenaga ahli untuk bahu membahu mengembangkan proyek pengembangan BBN ini.

Kemudian yang berikutnya yakni scale up dari penelitian yang telah di laksanakan menjadi pengembangan pabrik green diesel atau diesel biohidrokarbon. Tentu pembangunan sutu pabrik akan melibatkan banyak pihak khususnya bidang enginnering. Kegiatan yang akan dilakukan adalah penyusunan Basic Engineering Design Package (BEDP), Front End Engineering Design (FEED) termasuk Detail Engineering Design (DED), Procurement, Construction Commissioning dan uji operasi, serta uji produk.

Keempat yakni pengoperasian dan pengelolaan pabrik diesel biohidrokarbon, dank e lima tentu kajian kelayakan teknis dan ekonomis, serta yang terakhir adalah strategi pemasaran atau komersialisasi.

Sebagai bagian dari tahapan komersialisasi teknologi proses nasional, pabrik percontohan diesel biohidrokarbon dan bioavtur dengan menggunakan katalis merah putih, akan dibangun di area pabrik PT Pupuk Sriwidjaja di Palembang, Sumatera Selatan. Pabrik ini dirancang untuk mengkonfirmasi parameter dan konfigurasi proses pada skala percontohan, serta uji produk yang terdiri dari uji properti, uji mesin statik, dan uji terbang dengan bioavtur.

“Kapasitas pabrik yang diproduksi secara stand alone ini dirancang 1.000 liter diesel biohidrokarbon atau per bioavtur per hari, kemudian anggaran pembangunan dan pengoperasian pabrik selama satu tahun diperkirakan sekitar Rp 75 milyar," ungkap Arifin. Bahan baku yang diolah berupa minyak nabati industrial (IVO, industrial vegetable oil) menjadi diesel biohidrokarbon. Pabrik ini juga dapat mengolah bahan baku berupa minyak laurat industrial (ILO, industrial lauric oil) menjadi bioavtur. (OG Indonesia, 2020 )

Dengan adanya program mega proyek tersebut, besar ekspektasi dan apreasiasi akan banyak terdegar apabila proyek tersebut berhasil. Hal ini juga akan mengangkat nama Indonesia sebagai salah satu negara yang disegani karena menjadi nomor satu dalam pengelolaan bahan bakar nabati, mengingat faktor kekayaan alam yang sangat berpihak.

Sumber :

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun