Adanya hubungan yang sangat kuat antara manusia dan agama menyebabkan manusia disebut sebagai homo religious. Menurut Mircea Eliade. Homo religious adalah tipe manusia yang hidup dalam suatu alam yang sacral, penuh dengan nilai-nilai religious yang menikmati sakralitas yang ada dan tampak pada alam semesta.Â
Dalam kehidupan manusia hendaklah berpegang teguh pada dua pedoman warisan yang ditinggalkan ole Rasulullah SAW, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah. Al-Mawdudui seorang pemikir besar kontemporer menyatakan bahwa Islam adalah suatu agama paripurna yang memuat prinsip-prinsip tentang kehidupan yang meliputi moral, etika, serta di bidnag politik, social, dan ekonomi.
Baca juga : Hak dan Kewajiban Warga Negara: Pandangan Dalam Nilai-Nilai Islam serta Al Quran
Dalam realitas sosial politik berupaya untuk memosisikan antara keberagaman dan kebernegaraan. Sebagai salah satu contoh, Indonesia sebagai sebuah Negara yang rakyatnya memiliki semangat beragama serta moralitas yang tinggi.
Seringkali digoyahkan dengan konflik solidaritas dan loyalitas keagamaan yang melampaui sentiment nasionalisme dan kemanusiaan. Namun adakala orang lebih membela kelompok agamanya meski berada di luar negaranya.
Manusia memiliki keinginan untuk hidup berdampingan dan berpasangan secara damai dengan seluruh bangsa di dunia. Keinginan tersebut merupakan salah satu cita-cita ideal bagi kelangsungan hisup manusia di muka bumi demi tercapainya kemaslahatan ummah.Â
Keinginan ini dapat terwujudkan dengan adanya perjanjian antarnegara serta dengan adat masyarakat internasional. Hal ini merupakan sumber terpenting dalam mewujudkan perdamaian antar bangsa dan Negara di dunia. Â Â
Dasar hukum siyasah dauliyah adalah beberapa prinsip yang disinggungkan dengan Al-Qur'an. Prinsip tersebut merupakan prinsip yang menyatakan bahwa manusia adalah kesatuan yang kuat walaupun berbeda agama, ras, warna kulit, bangsa, bahasa, dll.Â
Hal ini tercermin dalam firman Allah SWT, " Maka Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan diantara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan"(QS. Al-Baqoroh:213).
Baca juga : Hak Asasi Manusia dalam UUD dan Al-Quran
Siyasah dauliyah ini berkaitan denga hubungan antara satu Negara dengan Negara lain, yang menjadi konsentrasi ruang lingkup sebagai berikut: pertama, Hubungan Internasional yang dilakukan oleh satu Negara dengan beberpaa Negara, baik regional maupun internasional.Â
Hubungan internasional merupakan kebutuhan pada setiap Negara dalam membina dan mempererat silaturahmi dalam suatu hubungan satu Negara dengan Negara lain berdasarkan perdamaian.
Perdamaian sangat dijunjung tinggi oleh Islam. Islam mengajarkan untuk melakukan perdamaian, menghormati dan menjaga hak satu sama lain. Islam sebagai agama yang ikut berperan dalam menciptakan perdamaian telah menetapkan kewajiban yang dilakukan setiap arang dan Negara Islam dalam konteks Hubungan Internasional di waktu damai. Adapun hal-hal tersebut antara lain:
- Saling membantu dengan bangsa lain dalam berbagai bidang
- Menghormati hak-hak bangsa dan Negara lain
- Melaksanakan perjanjian yang telah disepakati dan tidak melanggarnya
- Hubungan internasional juga dilakukan jika terjadi peperangan yang berupaya untuk menghentikan perang dan mewujudkan perdamaian . perang merupakan kata yang tidak asing dalam Islam, karena dialami oleh sejarah awal Islam. Perang yang terjadi pada masa awal sejarah Islam ialah perang yang dapat dilihat dari konteks paradigma fiqh, yang dibagi menjadi dua yaitu, pertama, perang jihad fi sabilillah yaitu perang agama yang terjadi antara kaum muslimin dan orang kafir yang memusuhi Islam. Kedua, perang dalam konteks politik, yaitu memerangi musuh Negara Islam yang berusaha merognrong atau menjajahi Islam dan melawan kepemimpinan Negara Islam wajib diperangi.
Baca juga : Ilmu Hubungan Internasional Islam di Tengah Dominasi Barat
Adapun netralitas sebuah Negara yang mana netralitas ini todak ikut memihak kepada salah satu pihak yang bersengketa. Dalam realitasnya hal ini dikembangkan oleh Negara yang tidak ikut dalam persengketaan. Abu Zahrah berpendapat bahwa netralutas sesuai dengan ayat Al-Qur'an surat An-nisa ahyat 90, beliau menerangkan tentang adanya sikap netral terhadap kedua pihak yang bertikai.Â
Sikap netral Islam ialah sikap netral yang kedua pihak bersengketa dan salah satu dari dua pihak tersebut tidak ada perjanjian damai dengan Negara muslim, atau kedua belah pihak yang mengadalkan suatu perjanjian damai dengan Negara muslim sebelumnya
Pada dasarnya hubungan antara Negara muslim dan non-muslim ialah suatu perdamauan, tidak ada perbedaan satu sama lain, yang berbeda adalah keyakinan. Maka selama tidak ada sebab yang menimbulkan peperangan maka perdamaian wajib dipertahankan.Â
Adanya peperangan yang terjadi kedua belah pihak yang bertikai bertujuan untuk kepentingan bersama dalam konteks duniawai, sehingga perdamaian dalam suatu Negara harus dieratkan untuk kemajuan sesama Negara.
Disadur dalam buku: Politik Hubungan Internasional Islam (Siyasah Dauliyah)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H