Ucapan guru BK tadi terngiang kembali di telinga Faiz. Langkahnya limbung, semua mata memandang iba ke arah Faiz. Warga sekitar tahu kalau Faiz memiliki cita-cita tinggi ingin menjadi seorang tentara.
Pertahanan Faiz benar-benar runtuh seketika saat melihat ibunya bersimpuh di sisi tubuh kaku yang tertutup kain panjang. Kaki Faiz seolah tidak lagi memijak bumi, dia pun duduk di sisi wanita yang telah melahirkan dia.Â
Gemetar, ia merengkuh tubuh ringkih wanita berusia empat puluh tahun itu. Sekarang isi kepala Faiz bercampur aduk. Mimpi dia jadi tentara, ujian nasional yang sudah dekat, lantas posisi dia yang mau tidak mau harus jadi tulang punggung bagi ibunya menggantikan mendiang ayahnya.
Airmata Faiz seolah membeku karena rasa perih, saat Ia ikut memandikan jenazah ayahnya, dia sama sekali tidak bisa menangis. Kehilangan sosok ayah, tidak mengaburkan mimpinya menjadi tentara. Bukan egois, tapi hanya itu satu-satunya jalan ia bisa mengangkat derajat kedua orang tuanya.
Pemakaman itu mulai sepi, hanya tertinggal Faiz dan ibunya yang terus memeluk nisan ayahnya. Sementara pikiran Faiz ramai dengan berbagai macam hal. Berharap ada jalan untuk tetap menggapai impiannya.
Akankah Faiz mampu menggapai mimpinya? (Bersambung)https://pin.it/5xEhE0k3J
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H