Mohon tunggu...
Putri Herawati W
Putri Herawati W Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Hukum

"Menjalani hidup dengan kekuatan dan cinta tanpa batas. Seorang ibu tunggal yang berusaha merangkai setiap hari menjadi kisah indah untuk anak-anak tersayang. Di sini, aku berbagi perjalanan, pelajaran, dan kebahagiaan sederhana yang kutemukan di setiap langkah. Karena menjadi ibu tunggal bukan hanya tentang bertahan, tapi juga tentang tumbuh dan menginspirasi."

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Senja di Ujung Impian

22 Agustus 2024   07:09 Diperbarui: 22 Agustus 2024   09:15 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Faiz bersiap pulang ke rumah. Tak lupa dia membersihkan badan terlebih dahulu, agar orang tuanya tidak curiga. Selama ini, mereka hanya tahu kalau Faiz pulang terlambat karena membantu mengajar mengaji seorang ustadz di pondok. Mereka tidak tahu jika aktivitas itu Faiz lakukan setelah maghrib dan sebelumnya dia akan bekerja menjadi buruh batako dulu.

“Assalamu'alaikum Ustadz Hanan.” Faiz meletakkan tasnya di sudut musholla seperti biasa lantas ke ruangan di balik mimbar imam untuk mengambil baju koko yang sengaja ia tinggalkan di sana. Ustadz Hanan menyambut dia dengan senyum hangat.

“Waalaikumsalam, MasyaAllah, apa kamu tidak lelah?” Terlihat jelas mimik khawatir di wajah teduh Ustadz Hanan.

Senyum tipis tersungging di wajah Faiz yang sudah berganti dari kaos putih jadi mengenakan baju koko. Ia membetulkan letak pecinya. Sembari menyiapkan Alquran dan beberapa iqra' untuk bocah-bocah mengaji, Faiz seolah menjawab lirih Ustadz Hanan, tapi lebih untuk menyemangati diri sendiri.

“Lelah, sudah pasti, Ustadz. Hanya saja, saya mencoba untuk tidak memikul beban yang saya bawa. Meskipun masih saja tetap terasa berat,” seloroh Faiz getir. 

Ustadz Hanan menepuk bahu santrinya itu. Ia sadar kalau beban remaja SMA ini begitu berat. “Kamu sudah melakukan hal yang benar. Jangan memikul beban hidupmu, serahkan bebanmu kepada Sang Pemiliki Semesta. InsyaAllah kamu tidak akan merasa lelah.”

Percakapan mereka pun terputus oleh ramainya suara bocah-bocah berusia lima hingga sepuluh tahun yang mulai berdatangan untuk mengaji. Mereka selalu berhasil menghapus rasa lelah Faiz untuk sejenak.

*

Siang itu, ruang kelas XII IPA.1 mendadak sunyi, berita yang disampaikan oleh salah satu guru BK membuat raut wajah Faiz menegang. Tanpa berpamitan ia menyambar ransel uangnya dan langsung berlari keluar kelas. Ia terus berlari, pikirannya kacau balau. Seminggu lagi ujian nasional, berita tadi menghancurkan pondasi pertahanan Faiz dalam menghadapi hidup.

Gubuk reyot itu sudah ramai dengan warga. Bendera kuning seadanya berkibar di depan gubuk tempat ia dan kedua orang tuanya tinggal.

“Faiz Nur Rohman, kamu diminta segera pulang, bapakmu kecelakaan.” 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun