Negara-negara seperti India, Jepang, Rusia dan tentu saja China merespons dengan secara agresif mengembangkan program luar angkasanya. Mereka bahkan telah memiliki sistem pertahanan anti satelit (ASAT - Anti Satellilte Weapons) sebagai kekuatan deteren dalam menjaga ancama satelit asing, maupun mencegah bahaya yang ditimbulkan dengan semakin banyaknya sampah angkasa atau space debris.
Indonesia bukannya tidak memiliki basis untuk menguasai teknologi ruang angkasa ini. LAPAN (BRIN) telah berhasil meluncurkan roket seri RX, serta pengoperasian tiga satelit NonGeostationer (NGSO), yaitu LAPAN Tubsat, A-2 dan A-3 yang dipergunakan untuk keperluan observasi bumi. Indonesia hanya butuh satu-dua lompatan lagi untuk dapat dapat menguasai industri hulu (upstream) digital ini.
Satelit NGSO yang telah dimiliki LAPAN dapat dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat berfungsi sebagai "BTS Angkasa" layaknya Starlink. Roket milik LAPAN juga dapat dikembangkan menjadi reusable rocket dengan teknologi yang lebih sederhana dibandingkan roket Space X, guna menyediakan layanan peluncuran satelit berbiaya rendah.
Oleh karena itu, sangat penting jika strategi pertahanan Indonesia segera disertai dengan pengembangan teknologi luar angkasa. Keamanan siber dan Sistem Pertahanan 5.0 yang berbiaya tinggi tidak akan menjadi pincang dan rapuh serta tidak mudah dikendalikan oleh negara lain.Â
Disamping itu, Indonesia dapat memperoleh nilai tambah lain dari penguasaan program luar angkasa ini yaitu tumbuhnya industry dan pengembangan potensi ekonomi baru, termasuk ekonomi maritim dan startup digital berteknologi tinggi. Dengan memasuki kancah industri ruang angkasa, Indonesia akan memiliki posisi prestisius yang akan memperkuat pengaruh diplomasi internasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H