"Salah satu momen bersejarahnya adalah saat Suryopranoto, yang kala itu berperan aktif dalam pergerakan, ikut menyampaikan gagasannya tentang perlunya persatuan dalam melawan penindasan kolonial," jelasnya.
"Jadi teman-teman, dulunya aula ini bukan sekadar tempat berkumpul, tapi juga menjadi tempat di mana suara-suara lantang yang bergema di dalamnya membawa semangat perubahan yang menyentuh banyak lapisan masyarakat, dari buruh hingga intelektual muda. Eyang Suryopranoto salah satunya," tutupnya.
Vergadering Sarekat Islam: Suatu Hari Sebelum Indonesia
Setelah dari Aula Budi Utomo, seluruh peserta menuju lokasi terakhir, yakni Amphiteater Taman Budaya Yogyakarta (TBY) tempat penampilan teater Kongres Sarekat Islam. Saat menuju TBY seluruh peserta diberikan ikat kepala berwarna hijau yang bertuliskan Sarekat Islam dengan lambang bulan bintang di tengahnya.
"Teman-teman semua akan terlibat langsung dalam teater ini, mulai dari turun dari bus sampai ke panggung teater di TBY nanti," ujar panitia sembari membagikan ikat kepala.
Saat turun dari bus, seluruh peserta diimbau untuk membentuk dua baris sebelum menuju ke panggung teater. Dan saat berjalan menuju TBY, seluruh peserta diminta untuk berteriak, "Mogok! Mogok! Mogok! Buruh Mogok!" sembari mengepalkan tangan ke udara.
Saat memasuki gerbang, peserta diminta menunggu sejenak para pemain teater untuk dipersilakan menuju baris terdepan, disusul kelompok hadrah dari Bibis Bangunjiwo dan mahasiswa dari Teater Eska yang juga membawa bendera SI dan juga berperan sebagai penonton aktif saat berada di panggung.
Saat berada di amphiteater, mula-mula pertunjukan ini menampilkan presentasi Soerjopranoto tentang hak-hak buruh dan feodalisme yang mempresentasikan ketegangan ideologis yang berlangsung di tubuh organisasi. Berlandaskan notulensi kongres dan data biografis tokoh, pertunjukan ini mengartikulasikan dinamika gagasan dan perdebatan di era pergerakan nasional.
Ini terlihat usai Suryopranoto yang diperankan oleh Jamaludin Latif menyampaikan gagasannya di Kongres SI. Darsono yang 'berdarah panas' dan gagasannya tentang revolusi total sampai menggebrak meja, tanda kurang setuju dengan gagasan Suryopranoto.