4. Isu seputar COVID-19
Mutasi nukleotida (furin cleavage site) dan data genetik nya menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 bukan derivat dari virus yang sudah diketahui sebelumnya, sehingga SARS-CoV-2 bukan virus hasil manipulasi laboratorium. Biasanya manipulasi dilakukan dengan benggunakan sistem genetik dari betacoronavirus yang sudah terkarakterisasi dengan baik.Â
SARS-CoV-2 juga bukan merupakan virus lama yang disimpan di laboratorium kemudian bocor, karena terdapat perbedaan antara SARS-CoV-2 SARS-CoV yang sudah ada selama ini, sehingga disimpulkan bahwa pada SARS-CoV-2 terjadi mutasi secara alami. Tetapi mungkin juga virus ini merupakan virus baru yang diisolasi langsung di reservoir alaminya, bukan di laboratorium. Mengenai isu COVID-19 adalah senjata biologis, sejauh ini belum ada bukti ilmiah yang mengindikasikan bahwa COVID-19 merupakan senjata biologis.
Sejauh ini pemerintah China masih melakukan pelacakan terhadap patient zero untuk mengetahui asal usul COVID-19 dan bagaimana penyebarannya. Pasien pertama yang diduga terkena penyakit COVID-19 yang terlacak hingga saat ini adalah seorang berumur 53 tahun dari Wuhan, dengan tanggal kasus 17 November 2019. Berdasarkan penelitian terbaru, dinyatakan bahwa COVID-19 bukan berasal dari pasar seafood Huanan di Wuhan, namun dapat berasal dari tempat lain dan pasar seafood Huanan hanyak berperan sebagai faktor yang menyebabkan meluasnya penyebaran virus ini.
Awalnya, COVID-19 dianggap hanya menyerang etnis tertentu saja, namun pendapat ini terbantahkan. COVID-19 dapat menyerang siapapun, tetapi jumlah kasusnya dipengaruhi oleh faktor resiko lainnya. Seperti wabah SARS dan MERS, pria memiliki case fatality rate yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita pada kasus COVID-19, hal ini mungkin dikarenakan perbedaan faktor lingkungan kerja, riwayat merokok ataupun sistem imun gender-specific.
SARS-CoV-2 berpotensi untuk bertransmisi dari manusia ke hewan, namun tidak bergejala atau gejalanya ringan. Kasus penyebaran antara hewan dan manusia juga sangatlah jarang dan belum ada bukti ilmuah yang menyatakan bahwa COVID-19 dapat ditularkan dari hewan ke manusia, sehingga hewan peliharaan masih dapat dirawat seperti biasa dan tidak dihindari.
Dan yang terakhir perlu diperhatikan bahwa COVID-19 tidak menular dari jenazah yang sudah dimakamkan, karena sejauh ini belum pernah ditemukan bukti ilmiah bahwa penyakit infeksi dapat menular ke penduduk sekitar pemakaman. Virus berbahaya seperti HIV/AIDS, dan Ebola dapat bertahan pada jenazah hingga beberapa hari, namun penularannya dari jenazah hanya dapat terjadi jika terjadi kontak langsung dengan jenazah. Sehingga jenazah yang meninggal akibat COVID-19 apabila sudah dimakamkan, tidak dapat menularkan SARS-CoV-2 ke lingkungan sekitarnya ataupun penduduk sekitar pemakaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H