Jilbab seperti banyak diketahui marupakan pakaian kaum muslimah yang syari sesuai dengan anjuran rosulullah SAW dan banyak di contohkan oleh isteri-isteri dan sahabiah rosulullah SAW. Jilbab berasal dari bahasa arab yang artinya pakaian lapang, dapat menutup aurat, kecuali muka dan kedua telapak tangan. Kerudung berarti menutup kepala, leher sampai dada wanita. Sedangkan cadar adalah kain penutup muka atau sebagian wajah wanita hingga mata saja yang tampak. Memakai jilbab atau mengenakan kerudung itu hukumnya wajib. Sedangkan purdah dan cadar serta sarung tangan tidak diwajibkan dalam syariat Islam.
Di Indonesia sendiri jilbab kini sedang menjadi trend di kalangan muslimah. Terlebih kini dengan adanya berbagai gaya baru dalam berbilbab itu sendiri yang sudah banyak di modifikasi sehingga menarik minat banyak muslimah Indonesia yang sebelumnya tidak berjilbab kemudian menjadi tertarik untuk mengenakan jilbab. Salah satu trend setter gaya berjilbab masa kini adalah berbagi model jilbab ala hijabers, yaitu semacam perkumpulan muslimah yang berinovasi untuk menciptakan model dan trend terbaru dalam berjilbab sehingga tidak terkesan kuno dan monoton, bahkan memberi ketertarikan tersendiri.
Inti dan tujuan utama dari komunitas hijabers ini sendiri adalah untuk memberikan kesan dan nilai plus bagi para muslimah yang berjilbab. Terlebih lagi agar pandangan banyak orang yang menilai bahwa muslimah berjilbab kampungan, norak dan tidak modis kini terbantahkan dengan hadirnya hijabers community dengan gaya-gaya berjilbabnya yang up to date.
Gaya hijabers ala muslimah Indonesia kini bahkan banyak mendapat pujian dari negara-negara lain seperti Malaysia, jepang, bahkan negara amerika dan eropa yang kini menjadikan Indonesia sebagai kiblat fashion berjilbabnya. Namun kiprah hijabers di degara eropa tidaklah semulus di Indonesia. Negara eropa yang umumnya menagut paham sekularisme banyak menentang para warganya terutama yang beragama muslim untuk tidak menggunakan jilbab seperti dalam pekerjaan, sekolah bahkan di kampus-kampus. Walau tidak semua negara eropa menentangnya.
Di jerman, tidak ada larangan resmi dari pemerintah jerman bagi warganya yang beagama islam untuk tidak berjilbab. Meski begitu ada saja sebagian kelompok yang kontra terhadap muslimah berjilbab dan kerap menunjukan ketidaksukaannya terkadang juga melakukan tindakan yang ekstrimis. Pemerintah jerman justru sangat melindungi hak-hak warganya dalam kebebasan beragama. Hal ini juga tercermin dari semakin banyaknya populasi warga muslim di jerman. Sebuah Pusat LSM Islam menyebutkan dari tiga juta empat ratus penduduk muslim di Jerman, lima belas ribu di antara penduduk Asli Jerman.
Sebuah survei yang dilakukan oleh berbagai media massa di Jerman memaparkan, bahwa antara tahun 2004 dan 2006 merupakan jumlah terbanyak warga Jerman yang masuk Islam, sekitar tiga ribu laki-laki dan perempuan. Survei tersebut juga menambahkan bahwa jumlah itu naik tiga kali lipat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Sebuah perguruan tinggi Islam di Jerman menyebutkan bahwa di tahun 2006 warga Jerman yang masuk Islam berjumlah empat ribu orang, dibandingkan tahun 2005.
Di turki, Perjuangan muslimah di turki boleh di bilang sangat sulit dalam memperuangkan hak-hak mereka. Karena seperti banyak di ketahui negara turki walaupun mayoritas penduduknya beragama muslim, tapi karena konsekuensi dari paham sekularisme yang dianutnya sehingga pemerintah membuat peraturan larangan berjilbab. Kebijakan yang melarang berjilbab di Turki telah diterapkan sejak 18 Februari 1997. Larangan itu wajib dipatuhi di sekolah-sekolah, universitas, dan pusat-pusat pendidikan.
Siswa hanya diperbolehkan mengenakan jilbab hanya pada mata pelajaran agama islam saja. Namun kelonggaran pemerintah ini juga sempat menuai kritikan dari kelompok sekuler, mereka menganggap tindakan ini menjadi bukti bahwa pemerintah turki ingin menegakkan hukum islam. Kelompok sekuler takut tindakan ini dapat menghabat reformasi di bidang pendidikan.
Walaupun begitu muslimah di turki tidak tinggal diam menerima keputusan pemerintah yang masih belum sepenuhnya melegalkan kekebasan untuk mengenakan jilbab. Salah satu tindakan nyata muslimah di turki untuk menentang peraturan larangan berjilbab ini adalah dengan mengumpulkan 12 juta tandatangan yang mendukung pencabutan larangan berjilbab di sekolah-sekolah serta larangan merekrut pegawai yang berjilbab di instansi pemerintahan.
Di perancis parlemen dewan perwakilan perancis menyetujui larangan berjilbab seperti burqa atau jilbab yang menutupi wajah atau yang;ebih kita kenal ddengan cadar pada 13 juli 2010 lalu. Badan utama yang mewakili Muslim Perancis mengatakan bahwa jilbab penutup seluruh wajah tidak diwajibkan dalam Islam dan tidak sesuai di Perancis. Perancis memiliki populasi Muslim terbesar di Eropa, diperkirakan sekitar 5 juta dari keseluruhan jumlah penduduk 64 juta orang. Sementara jilbab biasa sudah umum, hanya sekitar 1.900 wanita di Perancis yang dipercaya menggunakan jilbab penutup wajah. Di perancis burqa biasanya kerap kali terlihat sebagai sebuah gerbang bagi ekstrimisme dan sebuah serangan pada hak-hak para wanita dan sekulerisme, sebuah nilai sentral dari Perancis masa modern.
Di brussel, belgia akhir 2011 lalu kaum muslimah melakukukan demonstrasi besar-besaran juga terkait peraturan pemerintah yang menerapkan larangan berjilbab bagi siswi di sekolah negeri. Larangan ini di buat pemerintah belgia dengan mengatasnamakan pencegahan terhadap penindasan kaum perempuan. Pada hakikatnya dalam islam sendiri jilbab berfungsi untuk membentengi diri para muslimah agar tidak mudah diganggu orang asingyang ingin berbuat jahat. Tidak seperti orag yang tidak berjilbab yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang pada akhirnya mengundang orang asing melakukan tindakan asusila kepadanya. Pemerintah belgia juga menilai jilbab bertentangan dengan sistem sekularisme barat.
Larangn berjilbab ini merupakan buah dari intervensi negara perancis yang sudah lebih dulu menerapkan larangan berjilbab. Hal ini terbukti hingga kini di belgia hanya sekolah-sekolah berbahasa perancis saja yang masih melarang siswinya yang beragama muslimah untuk mengenakan jilbab.
Larangan berjilbab di belgia ini tidak terlepas dari sikap konservatif pemerintah, terlebih arus islamophobia yang kini sudah megnakar di barat. Arus Islamophobia di Barat berupaya mengalirkan gelombang pejoratifikasi agama Islam dengan segudang label yang menyudutkan agama damai ini, di antaranya menyebut Islam agama kekerasan. Untuk memojokkan Islam, Barat menggunakan segala cara, termasuk menabuh genderang anti-Islam di media massa global.
Buku The Satanic Versus karya Salman Rushdi yang terbit pada tahun 1980 merupakan salah satu bentuk propaganda anti-Islam yang dilengkingkan Barat. Seluruh isi buku ini sepenuhnya memuat kebohongan mengenai ajaran Islam. Terang saja, buku ini memicu kritik dan kecaman dari umat Islam di seluruh dunia. Selain itu, negara-negara Barat juga menerapkan pembatasan bagi muslim dan muslimah Eropa termasuk menentang penggunaan jilbab. Padahal, negara-negara ini mengklaim sebagai tempat lahirnya kebebasan dan demokrasi.