Potensi lain yang tak bisa diabaikan yaitu posisi Laut Natuna sebagai jalur perdagangan yang strategis. Laut Natuna berada di kawasan Laut China Selatan yang menjadi rute utama bagi sepertiga pelayaran dunia. Data sistem monitoring Skylight dengan teknologi penginderaan jarak jauh menyebut jumlah kapal yang lalu-lalang di perairan Natuna bisa mencapai seribu unit per hari.
Dengan segudang potensi laut Natuna tersebut, sayangnya masih belum mampu dimanfaatkan secara optimal oleh bangsa Indonesia khususnya Natuna. Sebagai contoh, jumlah kapal ikan nasional ukuran > 30 GT yang beroperasi di laut Natuna masih sangat minim. Padahal untuk beroperasi di laut lepas ZEEI dibutuhkan lebih banyak kapal berukuran besar.Â
Tercatat jumlah kapal ikan ukuran > 30 GT yang mendarat di pelabuhan perikanan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Natuna hanya 16 unit atau 9% dari keseluruhan kapal ikan yang mendarat (KKP, 2019). Sementara kapal ikan milik nelayan Natuna sendiri bahkan hanya ada 5 unit ukuran 20 - 30 GT dari 4.639 unit yang ada (DKP Prov. Kepri, 2019).Â
Alhasil, kegiatan ekonomi di wilayah laut ZEEI Natuna oleh Indonesia menjadi sangat minim, sehingga mengundang negara lain untuk memanfaatkan potensi tersebut.
Strategi PengembanganÂ
Agar konflik dengan kapal ikan asing di wilayah laut Natuna tak terulang, selain penguatan pertahanan, keamanan dan diplomasi, jurus jitu yang mesti segera dilakukan yaitu pengembangan ekonomi wilayah. Setidaknya ada sejumlah langkah dalam pengembangan ekonomi wilayah Natuna antara lain.Â
Pertama, peningkatan jumlah operasi kapal ikan ukuran besar (> 30 GT) di wilayah laut ZEEI Natuna sesuai potensi lestari. Dalam jangka pendek, upaya ini bisa dilakukan dengan merelokasi nelayan luar Natuna yang memiliki armada ukuran > 30 GT. Sebagai jaminan keamanan, setiap operasi kapal-kapal ikan harus dikawal kapal coast guard Indonesia (BAKAMLA).
Kedua, pengembangan usaha perikanan budidaya untuk komoditas unggulan laut bernilai ekonomis tinggi seperti ikan kerapu, kakap putih, dan lobster. Peluang pengembangan budidaya laut di Natuna masih sangat leluasa, mengingat lahan potensial yang baru dimanfaatkan sekitar 2% (KKP, 2016).Â
Ketiga, pengembangan industri pengolahan hasil perikanan baik berupa olahan tradisional seperti pengasapan, pengasinan, kerupuk ikan, dll, maupun olahan modern seperti ikan beku, surimi, dll.Â
Keempat, pembangunan baru kilang minyak dan gas di Blok East Natuna setidaknya untuk memenuhi kebutuhan di sekitar Natuna.Â
Dan Kelima, pengembangan pelabuhan Selat Lampa Natuna menjadi pelabuhan internasional sebagai pusat logistik dan galangan kapal.