Gejolak konflik di laut Natuna kembali memanas awal tahun 2020. Hampir sebulan sejak 10 Desember 2019, puluhan kapal ikan Tiongkok bolak-balik masuk wilayah laut Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) Natuna untuk menangkap ikan secara ilegal. Mereka dikawal dua kapal coast guard dan satu kapal fregat Angkatan Laut negaranya.Â
Pemerintah Indonesia melayangkan nota protes dan berulang kali melakukan pengusiran atas dasar hukum laut internasional UNCLOS 1982. Namun, mereka tetap bertahan dengan klaim laut Natuna sebagai wilayah historisnya. Kapal-kapal ikan Tiongkok akhirnya pergi setelah diusir tiga kapal perang Republik Indonesia (KRI) pertengah Januari lalu.
Konflik serupa juga pernah terjadi di tahun 2016. Saat itu bahkan terjadi bentrokan di laut Natuna antara kapal Tiongkok dan Indonesia.Â
Pertama di bulan Maret, saat kapal pengawas milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil menangkap satu kapal ikan Tiongkok di laut namun digagalkan kapal coast guard Tiongkok saat hendak berlabuh.Â
Kedua Mei, saat kapal KRI berhasil menangkap satu kapal ikan Tiongkok dengan tembakan peringatan. Dan ketiga Juni, saat kapal KRI melepaskan rentetan tembakan peringatan yang mengenai salah satu kapal ikan Tiongkok lalu menuai protes keras dari pemerintah Tiongkok.
Tak hanya dengan Tiongkok, konflik kapal ikan asing di laut Natuna juga terjadi dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Intensitas pelanggaran yang dilakukan bahkan melebihi Tiongkok.Â
Periode 2015-2017 saja, jumlah kapal tindak pidana perikanan yang ditenggelamkan di wilayah sekitar laut Natuna (Kep. Riau dan Kalimantan Barat) berbendera Vietnam mencapai 162 unit, disusul Thailand (36), dan Malaysia (7). Sementara Tiongkok hanya dua unit (KKP, 2018).
Potensi Laut Natuna
Maraknya pelanggaran yang dilakukan kapal ikan asing diatas menandakan bahwa wilayah laut Natuna kaya akan sumber daya ikan. Berdasarkan studi identifikasi potensi sumber daya kelautan dan perikanan Provinsi Kepulauan Riau, tahun 2011, potensi ikan laut Natuna mencapai 504.212,85 ton per tahun.Â
Angka tersebut melebihi setengah potensi Wilayah Pengelolaan Perikanan 711 (Laut China selatan, Laut Natuna, dan Selat Karimata) yang menyentuh 767.125 ton per tahun (KKP, 2017). Jenis sumber daya ikan paling banyak berasal dari kelompok ikan pelagis kecil, selanjutnya ikan demersal, ikan pelagis besar, ikan karang, serta krustasea dan moluska.
Tak hanya kaya sumber daya ikan, laut Natuna juga ternyata kaya akan sumber daya migas. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Blok East Natuna mempunyai kandungan volume gas di tempat (Initial Gas in Place/IGIP) sebanyak 222 triliun kaki kubik (tcf), serta cadangan sebesar 46 tcf. Selain itu, potensi minyak di blok tersebut yang mencapai 36 juta barel minyak dan baru dimanfaatkan sekitar 25 ribu barel minyak.