Mohon tunggu...
Rezha Fahlevi
Rezha Fahlevi Mohon Tunggu... Mahasisiwa -

Relawan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ruang Publik Sebagai Nilai Kearifan Lokal Siring Kota Banjarmasin

30 September 2015   00:24 Diperbarui: 30 September 2015   01:11 1630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gambar 01: Patung Bekantan (Nasalis larvatus). Sumber: Foto Pribadi

Nasalis larvatus, siapa yang tidak kenal sosok satwa endemik pulau Kalimantan mempunyai ciri khusus berhidung panjang, hidup di habitat kawasan hutan bakau, hutan pantai dan hutan rawa. Bekantan dijadikan sebagai maskot Kalimantan Selatan pada tahun 1990, sayangnya satwa ini mengalami penurunan populasi apabila tidak dilestarikan. Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) bergerak dibidang pelestarian bekantan beridiri sejak akhir tahun 2013 dan bekerjasama dengan pemerintah. Upaya pelestarian terus berlanjut hingga sekarang salah satunya dibuat maskot bekantan yang berada di Pierre Tandean Sungai Martapura. Patung bekantan dibuat bertujuan untuk memberitahu masyarakat bahwa Kalimantan Selatan mempunyai satwa yang khas dan harus dilindungi juga dilestarikan agar tidak terjadinya punah. Patung ini baru diresmikan pada tanggal 29 September 2015, beragam pro dan kontra tertuang dalam pembuatan patung yang mencapai pengeluaran dana sebesar Rp 2,6 miliar. Nilai terlampau besar dalam pembuatan maskot Kalimantan Selatan harus dijaga agar tidak rusak oleh tangan tidak bertanggung jawab. Sebelum diresmikan, banyak masyarakat berkunjung untuk melihat pemasangan patung yang mencapai tinggi 6 meter, dengan mengambil kamera untuk mengabadikan momen bersama keluarga atau pasangan. Perpanjangan pembuatan siring terus berlanjut, hingga sekitar area patung bekantan dan penanaman pohon yang terus diupayakan disekitar siring, pembangunan dilakukan oleh pemerintah terus berlanjut agar tercipta ruang yang hijau di Banjarmasin. Semenjak pagi hingga malam hari sekitar pembuatan patung ramai dikunjungi namun belum adanya tempat pembuangan sampah, wajar saja ditempat itu banyak sampah berserakkan bahkan ada yang membuang langsung ke sungai Martapura. Ruang publik yang indah banyak terpampang disepanjang siring kota Banjarmasin dengan mempunyai nilai yang berbeda misalnya:

1. Rumah Terapung di Sungai 

Gambar 02: Contoh Rumah Lanting . Sumber: Foto Pribadi

Sungai Martapura merupakan akses jalur transportasi masyarakat, aktivitas lalu lintas terbilang ramai, dulunya disepanjang jalan Seberang Mesjid hingga Jalan Kapt Tendean di bantaran sungai Martapura adalah rumah penduduk, sekarang berubah menjadi siring sungai yang indah. Pohon-pohon ditanam untuk menambah kesejukkan dan kenyamanan ketika bersantai. Pemindahan lokasi warga bertempat tinggal dibantaran sungai merupakan langkah teramat panjang, dikarenakan masyarakat Banjar memang senang tinggal di pinggir sungai dan bahkan ada yang membuat rumah di sungai. Rumah lanting merupakan budaya banjar, sudah banyak masyarakat mulai meninggalkan rumah tradisional banjar yang mengapung di sungai, kini hanya tinggal beberapa saja masih melestarikan rumah tersebut. Pola pikir masyarkat semakin cerdas bahwa rumah lanting dapat mencemari lingkungan sungai hal ini juga didukung pemerintah, namun upaya pelestarian budaya juga dijaga dengan pembuatan rumah lanting yang dapat digunakan masyarakat di siring sungai Martapura sebagai rekreasi.  Daun Rumbia (Metroxylon sp) digunakan untuk membuat atap rumah lanting,  Bambu (Bambusa sp) sebagai  dasar agar tetap terapung dan kayu ulin (Eusideroxylon zwageri)  diperuntukkan dalam pembuatan kerangka dan pondasi rumah lanting, uniknya masyarakat menggunakan rumah ini sebagai berpindah ketempat yang lain, berjualan dan untuk kehidupan sehari-hari.

2. Plank Bermotif Sasirangan 

Gambar 03: Plank Banjarmasin Wisata Sungai, tampak seorang warga sedang memancing disamping . Sumber: Foto Pribadi

Tampak plank bertulisan “BANJARMASIN WISATA SUNGAI” ada yang berbeda ketika diamati secara betul, terdapat corak sasirangan. Sasirangan adalah batik dari Kalimantan Selatan, mempunyai ciri khas berbeda dari kebanyakan batik. Tulisan yang bertemakan sasirangan (motif) adalah nilai keaarifan lokal (local wisdom) dari masyarakat banjar. Sasirangan mempunyai kekuatan mistik secata etimologis, berguna sebagai obat pingitan (penyakit yang disebabkan oleh roh halus). Sasirangan di ambil dari kata “sirang” yaitu dengan menggunakan teknik dijahit, diikat dan ditarik benangnya dengan tangan. Teknik yang dilakukan sangat unik karena dapat menciptakan motif, corak warna, dan pola khas.

Gambar 04: Kampung Sasirangan . Sumber: Foto Pribadi

Sebagian warga kampong melayu menamakan dirinya sebagai Kampoeng Sasirangan. Pembuatan kain sasirangan membutuhkan air yang ditambakan pewarna, setelah kain di sirang maka akan dimasukkan kedalam perendaman air yang sudah ditambah pewarna, dengan suhu panas mencapai waktu hingga 60 menit perendaman, setelah direndam kain diangkat lalu hasil sirang dilepas dan terbentuklah kain sasirangan. Inilah peran pemerintah dalam melestarikan kearifan lokal dengan membuat plank yang berada disiring kota Banjarmasin dengan corak khas yaitu sasirangan, gunanya untuk melestarikan sasirangan. Sayangnya pemerintah belum memperhatikan limbah sasirangan yang di buang kesungai, warga kebingungan bagaimana mengelola limbah tersebut, peran pemerintah penting untuk hal ini agar sungai Martapura tidak tercemar. Kalimantan Selatan mewajibkan sekolah untuk mengenakan kain sasirangan dalam seragam sekolah sebagai budaya Banjar.

3. Menara Pandang

 

Gambar 04: Menara Pandang . Sumber: Foto Pribadi

Saat memandang keatas tampak bangunan tinggi terlihat, ketika berada dipuncak yang paling tinggi maka akan terlihat pemandangan yang indah, hamparan perumahan dan sungai Martapura terlihat jelas dengan angin yang berhembus. Saat ingin berada di puncak maka anda harus menaiki anak tangga dengan perlahan. Bangunan ini sangat megah dan kokoh tepat berada di bantaran sungai Martapura, keindahan bangunan tampak indah ketika memasuki malam hari inilah yang disebut “Menara Pandang”. Menara ini dibuat untuk kalangan umum dan juga digunakan sebagai kantor pemerintah.

4. Pasar Terapung

Gambar 05: Suasana Pasar Terapung Siring .

Sumber: foto dari http://travel.kompas.com/read/2014/02/08/1636529/Napas.Baru.Pasar.Terapung.di.Akhir.Pekan 

Siring kota Banjarmasin akan ramai saat hari sabtu dan minggu, siapa sangka pasar terapung yang tergusur hilang kian waktu, kini pemerintah kota Banjarmasin menyisiati pembuatan tempat untuk pasar terapung di siring kota Banjarmasin. Pasar terapung biasanya terdapat di sungai Barito dan Lok Baintan, sekarang juga ada di siring. Isitilah pasar terapung digunakan untuk jual beli atau barter (tukar barang), namun sekarang ini barter tidak berlaku lagi, mungkin hanya sesama penjual saja yang masih menggunakan sistem ini. Tempo dulu barter merupakan hal yang lumrah, wisatawan yang datang berbagai penjuru dunia untuk melihat hingga membeli dagangan yang disajikan di jukung dan kelotok. Sebutan penjual adalah “acil” untuk perempuan dan “Paman” untuk laki-laki, apabila anda ingin membeli sesuatu maka jangan terkejut, penjual biasanya mengenakan pupur basah (bedak) mungkin saja ini adalah budaya, apabila beraktifitas memakai pupur basah. Kebanyakan yang dijual adalah hasil dari olahan rumah tangga, pertanian, perkebunan dan hasil tangkapan ikan.

Gambar 06: Dermaga Pasar Terapung. Sumber: Foto Pribadi

Suasana pasar terapung akan tampak biasa ketika anda mengunjungi dikala waktu kerja, namun aktivitas ditempat ini juga akan ada paman klotok yang siap untuk mengantarkan anda berwisata susur sungai Martapura.

5. Aktivitas Warga di Siring Kota Banjarmasin

Kehidupan masyarakat banjar yang tidak lepas dari sungai, menggambarkan sungai sebagai sumber utama dalam kehidupan sehari-hari. Siapa yang tidak kenal dengan julukkan “Kota 1000 Sungai”. Julukkan ini sebenarnya terlalu berat untuk sekarang faktanya sudah banyak anak sungai  kian hilang. Sungai merupakan tempat hiburan yang tidak ada habisnya untuk kota Banjarmasin, hingga larut malam aktifitas dibantaran sungai selalu ada khususnya di siring kota Banjarmasin. Pemancing menghabiskan waktu untuk mencari ikan di sungai Barito dan Sungai Martapura dengan bermodalkan umpan yang bervariasi, hasil pancingan biasanya sering didapatkan yaitu ikan Patin (Pangius sp), Baung (Bagrus sp), Seluang (Rasbora sp), dan lain-lain. Hasil pancingan ikan akan dijual apabila memiliki nilai ekonomi tinggi atau untuk dikonsumsi secara pribadi. Pemerintah selalu berjuang demi masyarakat agar warga mereka bersama-sama menjaga kebersihan sungai, banyak penampung sampah penuh mengakibatkan terlihat kotor, dan bau menyengat. Mungkin saja ini disebabkan kurangnya penampung bak sampah yang berada di siring kota Banjarmasin. Seharusnya pemerintah menyediakan bak sampah ramah lingkungan, diletakkan ditempat strategis agar tidak membuang kesungai, mungkin saja akan berdampak kepada hasil ikan tangkapan pemancing.

Gambar 07: Bermain Bola.   Sumber: Foto Pribadi 

Semua yang berada di bantaran siring sungai Martapura dibuat untuk meningkatkan wisata yang hendak berkunjung ke Banjarmasin, dengan menjujung nilai kearifan lokal daerah sendiri untuk melestarikan budaya dan memperkenalkan hal ini kelayak umum. Pemerintah kota Banjarmasin selalu berupaya mengembangkan nilai-nilai dan unsur budaya agar tidak diambil orang lain, walaupun dengan tahapan yang panjang.

6. Foto Bangunan yang terdapat di Siring Kota Banjarmasin 

Gambar 08: Toilet.   Sumber: Foto Pribadi

 

 

Gambar 09: Rumah Kuno tahun 1925 yang telah direnovasi ulang.   Sumber: Foto Pribadi

 

 

Gambar 10: Rumah Tua.   Sumber: Foto Pribadi

 

 

Gambar 11: Suasana Jalan di Siring Kota Banjarmasin.   Sumber: Foto Pribadi

 

 

Gambar 12: Payung Sanggar.   Sumber: Foto Pribadi 

 

Gambar 13: Tempat Beribadah (Musholla).   Sumber: Foto Pribadi 

 

Gambar 14: Dermaga Kapal.   Sumber: Foto Pribadi

 

 

Gambar 15: Pembangunan perpanjangan siring.   Sumber: Foto Pribadi 

 

Gambar 16: Spanduk ajakan/himbauan.   Sumber: Foto Pribadi 

Gambar 17: Patung Bekantan.   Sumber: Foto Pribadi 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun