Mohon tunggu...
Rezaahmad Indhra
Rezaahmad Indhra Mohon Tunggu... -

biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi vs Prabowo - Arb, Dejavu Reformasi vs Orde Baru

7 Mei 2014   01:37 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:47 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_322831" align="aligncenter" width="425" caption="ilustrasi gambar diambil dari dokumentasi kompas"][/caption]

Sekitar tanggal-tanggal  sekarang di bulan mei, tepatnya 16 tahun yang lalu ( 1998), terjadi pertarungan yang alot antara rakyat indonesia yang dimotori oleh aktifis2 reformasi untuk menuntut adanya perubahan kepemimpinan di indonesia. Orde baru, yang pada saat itu telah memimpin selama 32 tahun, dianggap gagal mengemban amanah penderitaan rakyat ( ampera) seperti saat semula orde baru di tegakkan. Di barisan reformasi, terdapat para tokoh pemimpinnya seperti amien rais, megawati sukarno putri dan Gus Dur, dengan kekuatan utama adalah para mahasiswa dengan dukungan yang meluas rakyat indonesia. Sementara pilar utama orde baru waktu itu di perkuat oleh 3 komponen utama, yaitu Golkar, Abri / TNI Ad, serta birokarasi pemerintahan atau Korpri.

Hasil pertarungan itu sudah kita ketahui bersama. Pada akhirnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 mei 1998 mengundurkan diri. Namun sejatinya, gerakan reformasi belum berhasil mereformasi total seluruh tatanan kehidupan masyarakat indonesia menjadi lebih baik seperti tujuan semula. Bahkan reformasi tersebut telah berhasil di bajak oleh elemen2 yang sebenarnya anti reformasi atau bisa dibilang cenderung mempertahankan kondisi mapan sebelumnya.

Kita lihat perjalanan reformasi yang terseok seok. Bahkan para tokoh reformasi nya pun, telah bercerai berai diantara mereka. Antara megawati, gus dur dan amien rais, masing masing telah memilih jalannya sendiri sendiri seusai dengan kepentingan masing2. Di lain pihak, elemen orde baru justru semakin menguat. Kita lihat Partai Golkar, meskipun saat ini sudah bukan single majority lagi, tetapi kekuasaannya masih tetap eksis mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara. Demikian juga dengan birokrasi, kalau pada jaman orde baru, perilaku korupsi hanyat terbatas di ruang2 wilayah elit, pada saat ini para koruptor telah berhasil mengembangbiakkan dirinya sampai ke tatanan masyarakat paling bawah.

Disaat kondisi perjalanan sejarah bangsa sampai di titik kritis inilah, pertarungan pilpres kali ini akan menjadi momentum klimaks, yang memberi 2 pilihan kepada rakyat indonesia. pilihan tersebut yaitu :

1. Apakah reformasi benar2 menjadi gagal total, dan perjalanan bangsa menjadi menuju titik yang bahkan lebih nadir daripada tahun 1998 ? atau ...

2. Apakah momentum kali ini akan menjadi tonggak kebangkitan bangsa indonesia, untuk meneruskan cita cita reformasi indonesia menjadi suatu bangsa  yang mempunyai karakter bangsa yang tangguh, dan menuju cita cita bangsa sejahtera adil dan makmur ?

DEJAVU

Renungan di atas  akan membawa kita pada suatu lintasan ingatan ( dejavu).

Di satu sisi, Jokowi pada saat ini mendapatkan dukungan yang luar biasa dari rakyat indonesia. Harapan rakyat lah yang menumbuhkan dukungan untuk menjadikan Indonesia bangsa yang lebih baik. sosoknya yang sederhana dan dianggap sejiwa dengan masyarakat bawah, membuat imagenya selalu tertancap di hati masyakarat. Dalam bahasa gaul masyarakat, mereka berkata JOKOWI ADALAH KITA .Rakyat  kecil memang selalu berpikir sederhana, dan meskipun terhimpit beban kesulitan, harga dirinya masih terjaga dari perbuatan  untuk sekedar melakukan kerakusan korupsi.

[caption id="attachment_322836" align="aligncenter" width="340" caption="dokumentasi dari kompas"]

13993753891390902611
13993753891390902611
[/caption]

Di sisi lain, andaikata Prabowo dan Golkar berkoalisi, hal ini juga akan menimbulkan intasan dejavu saat terjadi reformasi itu. Prabowo, pada tahun 1998 menjabat sebagai pangkostrad, suatu kesatuan yang menjadi kekuatan inti ABRI dan powerfull pada saat itu. Disamping itu , beliau juga menyandang predikat sebagai menantu Presiden Soeharto, penguasa inti orde baru. Bisa dibayangkan betapa besarnya  kekuaasaan yang berada di genggaman beliau pada saat itu, bahkan seorang panglima abri pun ( jenderal bintang 4), secara fakta /kenyataan kalah berkuasa dibanding beliau.

Disisi lain, Arb yang saat ini identik dengan golkar, apabila benar 2 berhasil mencapai kekuasaan , era kejayaan golkar pun akan bangkit. Golkar akan semakin eksis menentukan perjalanan bangsa ke depan. dan ingatan pun melayang pada zaman itu, dejavu orde baru.

Demokrasi memang pilihan. dan mudah2 an demokrasi yang ada bukanlah seperti demokrasi saat hitler naik kekuasaan. Dengan demokrasi, Hitler telah sukses berhasil membangun kekuasaan fasis dan kediktatoran ( 1933 -1945). 12 tahun masa yg cukup lama untuk menderita.

salam kompasiana,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun