Baik Bhima maupun Haryadi sama-sama mengatakan, dampak melemahnya nilai tukar rupiah ke dunia usaha adalah biaya bahan baku industri manufaktur berpotensi naik. Sebab, industri manufaktur masih sangat bergantung pada bahan baku impor.
Kenaikan struktur biaya bahan baku itu akan memicu pengusaha menaikkan harga jual barang dan jasa. Dampaknya di bagian hilir, harga jual barang dan jasa pun meningkat. Padahal, peningkatan harga jual di tengah penurunan daya beli masyarakat bisa memengaruhi omzet usaha.
”Agar tetap kompetitif, perusahaan perlu melakukan efisiensi,” ujar Bhima.
Selain itu, tingkat inflasi di dalam negeri juga bisa terkerek akibat importasi (imported inflation). Karena rupiah melemah, harga barang-barang impor akan menjadi lebih mahal.
Namun, di sisi lain, pelemahan nilai tukar rupiah akan menguntungkan eksportir. Sebab, dengan harga penjualan yang sama dalam dollar AS, mereka bisa menikmati keuntungan lebih besar karena pelemahan kurs rupiah. Apalagi bagi eksportir yang menggunakan bahan baku dalam negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H