Nasionalisme bagaikan satu setel baju yang tak dapat dipisahkan dengan Agama Islam yang mencintai kedamaian terlebih lagi Islam Moderat dan penganut aliran Ahlussunnah Wal Jamaah. Dalam pandangan para ulama Ahlussunnah Wal Jamaah, cinta tanah air itu penting dan menjadi bagian dari iman. Rasa cinta umat islam terhadap tanah air tercantum dalam lagu  Ya Lal Waton, Ya Lal Waton adalah lagu yang diciptakan oleh KH. Abdul Wahab Chasbullah pada tahun 1916.Â
Tepatnya saat beliau mendirikan organisasi gerakan bernama Syubanul Wathan dan diijazahkan oleh (alm) KH. Maemon Zubair pada tahun 2012. Yalal Waton memeliki arti sebagai lagu perjuangan atau pemuda cinta tanah air. lagu Yalal Waton adalah wujud cinta tanah air dan nasionalisme kuat di dada para pejuang terutama anak-anak muda pada masa itu. Yalal Waton adalah memiliki nama lain Mars Subbanul Wathan, ini bukanlah mars NU. Melainkan, Yalal Waton artinya lagu kebangsaan milik seluruh bangsa Indonesia yang berbahasa Arab. Yalal Waton dipopulerkan oleh para penganut organisasi Nahdlatul Ulama (NU), jadi tidak asing rasanya jika di setiap kegiatan keagamaan, pendidikan, sosial, dan kegiatan lainnya Nahdlatul Ulama selalu dinyanyikan.
Tak jauh berbeda dari hal tersebut salah satu ulama besar yaitu Prof. Dr. AG. K.H. Muhammad Quraish Shihab, Lc., M.A. juga setuju dengan nasionalisme yang kaitannya erat dengan agama islam. Menurut beliau Jangan pertentangkan antara Agama dan Nasionalisme, beliau menjelaskan bahwa Al-Qur'an mensejajarkan antar agama dan tanah air dalam surat (Q.S. Al-Mumtahanah 60:8) "Tuhan tidak melarang kamu untuk berbuat baik, untuk berlaku adil, untuk memberi sebagian hartamu kepada orang-orang yang tidak memerangi kamu dalam agama atau mengusir kamu dari (tanah) tumpah darahmu.Â
Cinta pada tempat kita sudah meresap di hati setiap orang bagaikan nasionalisme. Dalam konteks membangun negara, membangun tumpah darah itu harus bekerja sama tanpa memandang asal usul, ras bahkan agama selama memiliki tujuan yang sama. Terdapat juga pada Piagam Madinah yang menggambarkan kesatuan masyarakat di Mekkah berbagai Suku dan Agama. Jadi jangan korbankan Agama demi nasionalisme dan sebaliknya karena itu menyatu.
Sedangkan Sebaliknya. Ada beberapa argumen yang kontra pada hal tersebut. Cendekiawan Muslim KH Rokhmat S Labib menyampaikan, kandungan QS al-Hujurat ayat ke-13 sebenarnya telah membantah paham nasionalisme yang berkembang di tengah umat Islam. "Dari sini saja (QS al-Hujurat 49: 13) sebenarnya sudah jauh itu yang disebut dengan nasionalisme," ujarnya dalam Kajian Tafsir Al-Qur'an: QS al-Hujurat Ayat 13 Bukan Dalil Nasionalisme dan Pluralisme , Surat Al-Hujurat ayat 13 dalam Al-Qur'an tidak secara eksplisit membahas nasionalisme.
"Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling takwa di antara kamu.Â
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" Demikianlah bunyi ayat tersebut jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Beliau menyayangkan bahwa ayat tersebut dijadikan sebagai dalil pembenaran antara dua paham yang saat ini berkembang di tengah umat muslim yaitu nasionalisme dan pluralisme. "Maka supaya lebih paham tentang makna kandungan suatu ayat, hendaknya diambil dari lafaznya yang umum bukan dari khususnya sebab, meskipun terdapat prinsip yang sangat penting bahwa ibrah atau pelajaran dari satu dalil termasuk ayat Al-Qur'an" kata Kiai Labib.
Pada saat kaum muslim berhasil merebut Ka'bah yang sebelumnya dikuasai oleh kaum musyrik. Nabi Muhammad SAW memerintahkan Bilal bin Rabah untuk adzan, orang musyrik seakan protes dan melontarkan ejekan rasisme seperti yang diriwayatkan Ibnu Abi Hatim dari Abi Mulaikah, beliau berkata, 'Bagaimana mungkin budak hitam ini yang justru mengumandangkan azan di atas Ka'bah!' Sebagian besar yang lain berkata (dengan nada mengejek),
Padahal bagaimanapun pada QS al-Hujurat 49: 13 bahwa Allah S.W.T. yang menciptakan seluruh makhluk di dunia ini bagaimana suatu kaum dapat merasa lebih tinggi dari kaum lainnya, tekannya lagi terkait nasionalisme yang seringkali menganggap bangsa (Syu'ub) dan sukunya (Qabail) lebih hebat atau lebih segalanya dari yang lain.
Dari kutipan-kutipan tersebut, menurut penulis Kiai Labib salah mengartikan paham Nasionalisme, seperti yang penulis unggah sebelumnya pada Bela Negara, Patriotisme dan Nasionalisme bahwa banyak yang salah mempersepsikan bahwa nasionalisme adalah gagasan yang menekankan bahwa bangsa sendiri lebih unggul dari bangsa lain.
Namun, ayat ini dapat diinterpretasikan sebagai pedoman untuk menghargai keberagaman dan persatuan dalam masyarakat. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membahas ayat ini dari perspektif tafsir maqashidi, tafsir al-Mishbah, dan tafsir Ahmad Musthafa al-Maraghi. Berikut adalah beberapa temuan dari penelitian tersebut: