(100motivasi.wordpress.com)
Jika ingin membuat perbaikan kecil, ubahlah perilaku. Jika ingin berkembang secara drastis, ubahlah paradigma. - Stephen Covey
Motivasi berasal dari bahasa latin: movere yang berarti bergerak. Motivasi seringkali didefinisikan sebagai semangat yang mendorong perilaku untuk bertindak sesuai tujuan atau arah yang diinginkan.
Beberapa pakar telah mencetuskan beragam teori motivasi yang berfokus pada faktor-faktor internal. Dorongan dari dalam diri dianggap sebagai motivator utama dengan faktor-faktor luar seperti imbalan finansial sebagai insentif penguat motivasi intrinsik; yang berasal dari dalam diri seperti kebutuhan.
Sebagai contoh, ada teori motivasi yang mengungkapkan hirarki kebutuhan manusia seperti teori Maslow yang menjabarkan mulai dari kebutuhan mendasar secara fisik dan kemanan, hingga kebutuhan psikologis untuk berinteraksi, mencinta dan dicinta, citra diri, dan kebutuhan spiritual yang transenden seperti aktualisasi diri.
Saya pernah menuliskan teori motivasi yang berdasarkan hirarki kebutuhan Maslow di blog 100motivasi ini. Silahkan baca disini. Saya juga menuliskan teori motivasi berdasarkan kebutuhan untuk eksis, bersosialisasi, dan bertumbuh-kembang atau teori motivasi ERG oleh Alderfer yang bisa dibaca disini.
Kemudian, ada teori dua faktor motivasi dari Herzeberg yang berdasarkan kebutuhan serta kepuasan kerja yang bisa dibaca disini. Selanjutnya ada teori kebutuhan manusia untuk berprestasi, berkuasa, dan berafiliasi yang terukur oleh Thematic Aptitude Test atau TAT. Teori ini digagas oleh McClelland yang bisa dibaca disini. Dan banyak lagi teori motivasi lainnya.
Terlepas dari kesemua teori motivasi diatas, pengaruh utama yang paling menentukan tingkat motivasi dari seseorang adalah paradigma yang dimilikinya. Paradigma adalah dasar dari setiap proses kognisi yang akhirnya mengatur tingkah laku seseorang. Sehingga bisa dikatakan bahwa motivasi penggerak kerja berlandaskan paradigma.
Paradigma inilah yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak perspektifnya dalam mempersepsikan realita secara subyektif. Misalnya realita yang ada menuntut seseorang untuk bekerja sebagai karyawan, maka paradigma yang mendukung motivasi kerja sebagai karyawan adalah suatu sistem keyakinan yang memandang pekerjaannya sebagai karyawan sebagai suatu hakikat fundamental yang bersifat ontologis dan epistomologis.
Metologi yang bisa digunakan perusahaan sebagai penggerak paradigma karyawan agar sejalan dengan peningkatan motivasi kerja adalah melalui pengaturan lingkungan, penetapan prosedur konatif dan afektif karyawan, serta penanaman nilai-nilai menjadi suatu konsep praktis dalam suatu aplikasi budaya organisasi yang kongkret.
Motivasi karyawan yang ditingkatkan dengan perubahan paradigma harus menyentuh wilayah filsafat yang sangat mendasar tentang kesadaran manusia. Kesadaran sangat ditentukan oleh cara melihat dan penafsirannya, perspektif serta persepsi. Keduanya mengkomposisi secara fundamental kesadaran dalam membangun paradigma seseorang.
Sebagai contoh, seorang pegawai di bagian keuangan tentunya memiliki perspektif yang berbeda dengan seorang pekerja di bagian penjualan dalam mengkonstruksi suatu persepsi pada satu peristiwa yang sama. Peranan yang berbeda bisa menimbulkan paradigma yang berbeda pula, padahal data-datanya berasal dari situasi yang sama.
Misalnya ketika memprospek dan mengembangkan strategi saat penetrasi pasar. Dua jenis karyawan ini mestinya memiliki paradigma yang memotivasi dirinya untuk bekerja di satu perusahaan yang sama. Tapi ternyata seringkali memiliki sudut pandang yang berbeda bahkan bisa berlawanan atau saling menentang.
Dalam ilustrasi ini, sang atasan langsung dari kedua jenis karyawan yang memiliki dua persepsi yang berseberangan atau sang pemimpin perusahaanlah yang harus bisa melebarkan pandangan dengan perspektif yang lebih luas. Perspektif yang ekspansif diharapkan dapat menjangkau dan memasukkan segala perbedaan pandangan seluruh karyawan menjadi satu pergerakan organisasi yang solid demi keuntungan perusahaan.
Maka dari itu, perusahaan yang memiliki kendala dalam hal memotivasi karyawan membutuhkan pergeseran paradigma. Pergeseran ini dilandasi oleh kontingensi perspektif yang memotivasi karyawan secara keseluruhan. Pelatihan serta aktivitas mentoring wajib dijalankan untuk menyatukan berbagai persepsi yang menunjang bagi pergeseran paradigma atau kerangka berpikir bersama.
Kerangka berpikir ini dirangkai polanya oleh manajemen dengan menetapkan sudut pandang yang mampu melihat dengan jelas beragam keterkaitan antar unit kerja serta perubahan pada lingkungan dalam satu perspektif yang holistik atau menyeluruh.
Dan akhirnya, segala teori motivasi bisa menjadi aplikasi yang benar-benar tepat guna dan berguna bagi perusahaan dengan cara pengkondisian paradigma kerja lewat pengaturan perspektif serta peningkatan keahlian/kemampuan karyawan dalam memodifikasi/memilih persepsi yang mendukung peningkatan motivasi.
Kesemuanya diraih dengan mendayagunakan ilmu komunikasi dan wawasan psikologi untuk mengelola informasi serta kecerdasan emosi demi optimalisasi kinerja karyawan. Kinerja optimal yang diraih berkat semangat kerja yang tinggi.
Transformasi paradigma adalah hasil penerapan idealisme ini beserta simbol-simbolnya yang diproyeksikan manajemen lewat instruksi-instruksi yang terstruktur. Idealnya begitu!
Baca Juga:
Motivator Karyawan: 7 Kunci Motivasi Intrinsik
Motivasi Karyawan dengan Teori Flow
Memotivasi Karyawan Kunci agar Tidak Pindah Kerja
Pengembangan Model Motivasi Karyawan
Prinsip Motivasi Karyawan
sumber: http://100motivasi.wordpress.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H