Korban Covid-19 di Indonesia semakin merebak. Apakah seutuhnya salah pemerintah ataukah rakyat?
Oleh: Reza Pahlevi
Ubi societas ibi ius. Itulah adagium hukum yang tak asing lagi didengar. Adagium itu pertama kali diperkenalkan oleh Marcus Tullius Cicero (106-43 SM), seorang filsuf, ahli hukum, dan ahli politik kelahiran Roma, yang memiliki arti, di mana ada masyarakat di sana ada hukum. Tentunya tak ada sebuah negara yang tidak memiliki peraturan dalam mengatur masyarakatnya.Â
Selaras dengan adagium tersebut, Indonesia juga merupakan negara yang mengimplementasikannya. Sebagaimana termuat di dalam UUD NRI 1945 pasal 1 ayat (3) yang menyatakan bahwa "Negara Indonesia adalah negara hukum". Semua permasalahan yang terjadi, maka diselesaikan sesuai dengan hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.Â
Tak luput dari situasi Indonesia saat ini, yang sedang dirundung oleh serangan makhluk tak kasat mata, yang mampu melumpuhkan warga masyarakatnya dengan drastis. Serangan itu dinamakan Covid-19. Akan tetapi pemerintah pusat yaitu Presiden Joko Widodo mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan hati-hati terkait merebaknya wabah virus corona. Menurutnya, pemerintah terus berupaya melakukan pengawasan agar virus tersebut tidak menjalar di Indonesia[1]. Itu dilakukan ketika Indonensia masih berada di zona biru.
Hinga saatnya telah tiba. Pada hari Senin, 2/03/2020 Presiden Jokowi Dodo melakukan jumpa pers di teras istana yang didampingi Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Menyatakan bahwa ada 2 warga negara Indonesia yang sudah dinyatakan positif Covid-19[2].
Bagaimana tidak! hampir semua warga masyarakatnya mengalami kepanikan setelah menyaksikan hal tersebut. Akan tetapi pemerintah pusat langsung memberikan himbauan agar pemerintah daerah juga ikut andil dalam memutuskan rantai Virus Corona tersebut.
Tak butuh waktu lama, jumlah orang yang positif Covid-19 di Indonesia semakin meningkat. Pada hari Rabu (8/4/2020), Indonesia telah melaporkan 218 kasus infeksi baru, sehingga total menjadi 2.956 kasus infeksi virus corona, dengan 240 orang meninggal dunia, dan 222 pasien sembuh[3]. Hingga tepatnya pada hari Senin, (13/4/2020) Berdasarkan data yang masuk pada pukul 12.00 WIB diketahui secara total ada 4.557 kasus Covid-19 di Tanah Air. Dengan demikian, ada penambahan 316 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir. Hal ini diungkapkan juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona Achmad Yurianto dalam konferensi pers di Graha BNPB pada Senin sore[4].
Kendati demikian, menimbulkan sebuah pertanyaan BESAR dibenak seseorang. Apakah pemerintah, baik ditingkat pusat ataupun daerah tidak bisa menanggulangi hal tersebut? ataukah masyarakat yang justru tidak mentaati himbauan dari pemerintahnya atau kurangnya kesadaran akan hukum?. Terasa dilema seseorang untuk menentukan siapa yang sebenarnya salah dan siapa yang sebenarnya benar. Tentunya akan terungkap jika seseorang mampu menghadirkan data yang jelas untuk mengambil keputusan tersebut.
Tegak atau tidaknya suatu peraturan ataupun patuh/tidaknya seseorang terhadap hukum, pasti ada faktor yang menyebabkannya. Menurut hemat penulis, ada dua faktor yang mempengaruhi seseorang untuk patuh terhadap suatu peraturan dalam penegakan hukum yaitu faktor internal dan eksternal.
Faktor internal, ini tentunya berasal dari pribadi setiap individu dalam mematuhi suatu peraturan. Adapun faktor internalnya antara lain:
1. Kesadaran
Kesadaran sangatlah penting dalam menentukan seseorang ingin patuh atau tidak terhadap hukum. Kendati demikian, meskipun berulang kali pemerintah memberikan himbauan agar tidak melakukan sosial distancing, namun jika tidak ada kesadaran dari setiap individu tersebut, maka penyebaran dari Covid-19 akan tetap berjalan. Banyak diantara orang-orang yang positif Covid-19 disebabkan karena adanya riwayat kontak dengan korban positif Covid-19.Â