Mohon tunggu...
Reza I Permana
Reza I Permana Mohon Tunggu... Hoteliers - Karyawan Swasta yang sedang aktif Kuliah S1 Ilmu Hukum di Universitas Pamulang

Solo Riding Travelling, Box Office Movies, Tech Savvy, Curious for new tech and happening.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Korupsi di Lingkungan Pejabat Pajak

15 April 2023   03:54 Diperbarui: 15 April 2023   03:54 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Korupsi di pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang terjadi di Indonesia sangatlah merugikan negara dan masyarakat. Praktik korupsi yang dilakukan oleh para pejabat DJP ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi penerimaan negara dari sektor pajak.


Korupsi di DJP biasanya terjadi dalam bentuk pungutan liar atau suap yang diberikan oleh para pengusaha atau wajib pajak kepada para pejabat DJP agar mereka tidak dikenakan pajak yang seharusnya. Hal ini membuat negara kehilangan pendapatan yang seharusnya diterima dari sektor pajak.


Selain itu, korupsi di DJP juga dapat menyebabkan ketidakadilan dalam sistem perpajakan. Wajib pajak yang tidak memiliki akses ke para pejabat DJP atau tidak mampu memberikan suap akan dikenakan pajak yang lebih tinggi dibandingkan dengan wajib pajak yang mampu memberikan suap kepada para pejabat DJP.


Untuk mengatasi masalah korupsi di DJP, diperlukan upaya yang serius dari pemerintah, lembaga anti korupsi, serta masyarakat. Pemerintah harus memperketat pengawasan dan memberikan sanksi yang tegas kepada para pejabat DJP yang terbukti melakukan praktik korupsi.


Lembaga anti korupsi juga harus memperkuat peran dan fungsinya dalam memberantas praktik korupsi di DJP. Selain itu, masyarakat juga harus turut serta dalam memberantas korupsi dengan melaporkan praktik korupsi yang terjadi di DJP.


Dalam jangka panjang, upaya untuk memberantas korupsi di DJP harus dimulai dari perbaikan sistem perpajakan yang lebih transparan dan akuntabel. Dengan sistem perpajakan yang lebih baik, diharapkan praktik korupsi di DJP dapat diminimalisir dan negara dapat memperoleh penerimaan yang lebih besar dari sektor pajak.


Undang-undang tentang gratifikasi bagi pejabat publik adalah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Pasal 12c Ayat 2 dan UU Nomor 30 tahun 2002, 

Pasal 16.
Definisi gratifikasi dalam undang-undang tersebut adalah "pemberian dalam arti luas yang meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya". 

Gratifikasi yang diterima oleh pejabat publik dapat meruntuhkan keadilan dalam pelayanan publik. Oleh karena itu, setiap Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima gratifikasi harus melaporkannya.


Kode etik pejabat pajak dalam gratifikasi mengacu pada prinsip integritas, profesionalisme, dan transparansi dalam menjalankan tugas sebagai pejabat pajak. Kode etik ini bertujuan untuk mencegah terjadinya praktik korupsi dan gratifikasi serta menjaga kredibilitas dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pajak.


Beberapa prinsip dalam kode etik pejabat pajak dalam gratifikasi antara lain:

  • Tidak Menerima Gratifikasi: Pejabat pajak dilarang menerima gratifikasi baik dalam bentuk uang, barang, ataupun jasa lainnya.
  • Tidak Memberikan Fasilitas Istimewa: Pejabat pajak dilarang memberikan fasilitas istimewa atau kemudahan dalam bentuk apapun kepada wajib pajak.
  • Transparansi: Pejabat pajak harus menjalankan tugasnya secara transparan dan tidak menyembunyikan informasi apapun terkait dengan tugasnya.
  • Independensi: Pejabat pajak harus menjalankan tugasnya secara independen dan tidak dipengaruhi oleh pihak manapun.
  • Kesetaraan: Pejabat pajak harus memperlakukan semua wajib pajak dengan setara dan tidak membedakan perlakuan berdasarkan jabatan, status sosial, atau faktor lainnya.
  • Kepatuhan Terhadap Hukum dan Peraturan: Pejabat pajak harus mematuhi hukum dan peraturan terkait tugasnya sebagai pejabat pajak.
  • Tidak Menyalahgunakan Wewenang: Pejabat pajak dilarang menyalahgunakan wewenang atau melakukan tindakan yang merugikan wajib pajak atau negara.

Dalam pelaksanaannya, pejabat pajak harus memahami dan menerapkan kode etik dengan baik agar terhindar dari praktik korupsi dan gratifikasi serta menjaga integritas institusi pajak. Apabila terjadi pelanggaran kode etik, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Reza Irhab Permana, S.Sos - Penulis adalah Mahasiswa S1 Hukum Universitas Pamulang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun