Korupsi di pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang terjadi di Indonesia sangatlah merugikan negara dan masyarakat. Praktik korupsi yang dilakukan oleh para pejabat DJP ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi penerimaan negara dari sektor pajak.
Korupsi di DJP biasanya terjadi dalam bentuk pungutan liar atau suap yang diberikan oleh para pengusaha atau wajib pajak kepada para pejabat DJP agar mereka tidak dikenakan pajak yang seharusnya. Hal ini membuat negara kehilangan pendapatan yang seharusnya diterima dari sektor pajak.
Selain itu, korupsi di DJP juga dapat menyebabkan ketidakadilan dalam sistem perpajakan. Wajib pajak yang tidak memiliki akses ke para pejabat DJP atau tidak mampu memberikan suap akan dikenakan pajak yang lebih tinggi dibandingkan dengan wajib pajak yang mampu memberikan suap kepada para pejabat DJP.
Untuk mengatasi masalah korupsi di DJP, diperlukan upaya yang serius dari pemerintah, lembaga anti korupsi, serta masyarakat. Pemerintah harus memperketat pengawasan dan memberikan sanksi yang tegas kepada para pejabat DJP yang terbukti melakukan praktik korupsi.
Lembaga anti korupsi juga harus memperkuat peran dan fungsinya dalam memberantas praktik korupsi di DJP. Selain itu, masyarakat juga harus turut serta dalam memberantas korupsi dengan melaporkan praktik korupsi yang terjadi di DJP.
Dalam jangka panjang, upaya untuk memberantas korupsi di DJP harus dimulai dari perbaikan sistem perpajakan yang lebih transparan dan akuntabel. Dengan sistem perpajakan yang lebih baik, diharapkan praktik korupsi di DJP dapat diminimalisir dan negara dapat memperoleh penerimaan yang lebih besar dari sektor pajak.
Undang-undang tentang gratifikasi bagi pejabat publik adalah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Pasal 12c Ayat 2 dan UU Nomor 30 tahun 2002,Â
Pasal 16.
Definisi gratifikasi dalam undang-undang tersebut adalah "pemberian dalam arti luas yang meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya".Â
Gratifikasi yang diterima oleh pejabat publik dapat meruntuhkan keadilan dalam pelayanan publik. Oleh karena itu, setiap Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima gratifikasi harus melaporkannya.
Kode etik pejabat pajak dalam gratifikasi mengacu pada prinsip integritas, profesionalisme, dan transparansi dalam menjalankan tugas sebagai pejabat pajak. Kode etik ini bertujuan untuk mencegah terjadinya praktik korupsi dan gratifikasi serta menjaga kredibilitas dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pajak.